NovelToon NovelToon
Paman CEO Itu Suamiku!

Paman CEO Itu Suamiku!

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Duda / CEO / Nikah Kontrak / Beda Usia / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Lee_ya

Nayra Kirana, gadis berusia 22 tahun yang baru lulus kuliah, dihadapkan pada kenyataan pahit, ayahnya sakit keras dan keluarganya berada di ambang kehancuran ekonomi. Ketika semua pintu tertutup, satu-satunya jalan keluar datang dalam bentuk penawaran tak terduga—menikah dengan Arka Pratama, pria terpandang, CEO sukses, sekaligus... paman dari senior sekaligus bos tempatnya magang.

Arka adalah duda berusia 35 tahun, dingin, tertutup, dan menyimpan banyak luka dari masa lalunya. Meski memiliki segalanya, ia hidup sendiri, jauh dari kehangatan keluarga. Sejak pertama kali melihat Nayra saat masih remaja, Arka sudah merasa tertarik—bukan secara fisik semata, melainkan pada keteguhan hati dan ketulusan gadis itu. Ketika Nayra tumbuh dewasa dan kesulitan menghimpit hidupnya, Arka melihat kesempatan untuk menjadikan gadis itu bagian dari hidupnya.

Tanpa cinta, tanpa keromantisan, mereka memulai hidup sebagai suami istri berdasarkan perjanjian: tidak ada kewajiban fisik, tidak ada tuntutan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lee_ya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemuan Rahasia

Kafe itu berada di sudut sepi di daerah Jakarta Selatan, tersembunyi di antara pohon-pohon flamboyan dan dinding bata merah. Nama tempatnya “Titik Temu", sangat ironi, karena yang akan kutemui di sini bukan pertemuan, melainkan pertanyaan baru.

Aku masuk dengan langkah pelan. Mata menyapu seisi ruangan. Dan di sana, di pojok ruangan dekat jendela, Davin duduk sambil menyesap espresso. Seperti sedang membaca koran pagi, bukan hendak mengungkap rahasia besar.

“Nayra Kirana,” sapanya tenang saat aku mendekat. “Kamu lebih berani dari yang kukira.”

Aku duduk perlahan. “Aku tidak datang untuk berani. Aku datang untuk tahu.”

Davin tersenyum miring. “Kamu tahu, Arka itu pintar menyembunyikan sisi buruknya. Tapi tak ada pria di dunia ini yang tak punya luka atau kesalahan yang dia coba kubur.”

“Langsung saja,” potongku. “Apa yang kamu tahu, Davin?”

Ia menyandarkan punggung ke kursi.

“Arka tidak hanya membiarkan aku pergi setelah kasus itu. Dia menggunakan kesalahanku untuk mengamankan saham terbesar.”

Aku mengernyit. “Apa maksudmu?”

“Dia mengancam akan membocorkan semua pada investor jika aku tak menyerahkan semua bagianku. Bukan karena dia ingin melindungi perusahaan. Tapi karena dia ingin jadi satu-satunya yang paling berkuasa.”

“Apa kamu punya bukti?”

Davin tersenyum tipis, lalu mengeluarkan amplop cokelat dari tasnya.

“Ada laporan saham, transkrip email, dan bukti transfer. Dia membeli diamku dengan cara licik.”

Aku menerima amplop itu dengan tangan gemetar. Di dalamnya ada fotokopi dokumen. Beberapa halaman bertanda tangan elektronik. Semuanya terlihat sah.

Tapi benarkah?

“Kamu bisa saja memalsukan semua ini,” ucapku curiga.

“Bisa. Tapi kenapa aku harus repot-repot melakukan itu pada istri orang, kalau aku nggak punya motif?” jawabnya santai.

“Motif balas dendam?” aku menyipitkan mata. “Karena kamu diusir dari perusahaan dengan ‘licik’ seperti katamu?”

Dia menatapku. “Atau karena kamu satu-satunya celah yang bisa menyentuh bagian rapuh Arka. Kamu pikir Arka bisa jatuh karena bisnis? Salah. Tapi karena kamu, ya, kamu, Nayra.”

Aku menggenggam tangan sendiri di atas meja. Suasana kafe tiba-tiba jadi terlalu sempit.

“Apa yang kamu mau dariku?” tanyaku dingin.

Davin bersandar lebih dekat. “Aku mau kamu buka mata. Jangan jadi istri yang buta karena sedikit perhatian dan sepotong cokelat. Tanyakan padanya, apa dia benar-benar menikahimu karena ingin, atau karena butuh tameng.”

“Tameng?”

“Untuk menutupi kelemahannya. Menikahi perempuan biasa, dari keluarga biasa, memberi ilusi kalau dia manusia biasa. Padahal kamu hanya penanda simpati. Boneka untuk menenangkan publik.”

Itu menusuk.

Tapi... sebagian kecil dari diriku pernah bertanya, kenapa Arka memilihku?

***

Aku pulang dengan kepala penuh suara-suara asing. Di dalam mobil, aku menatap amplop itu di pangkuan. Jari-jari ingin membukanya lagi, tapi hati menolak melihat lebih jauh.

Setibanya di rumah, Arka sudah menunggu di ruang tamu. Matanya langsung menatapku tajam, bukan marah, tapi bingung. Dan... curiga.

“Kamu dari mana?” tanyanya langsung.

Aku berdiri di ambang pintu, menatapnya balik. “Aku ketemu Davin.”

Seketika suasana membeku.

Arka berdiri. “Kamu... kenapa nggak bilang?”

“Karena aku tahu kamu pasti melarang.”

Dia melangkah maju, tapi tidak menyentuhku. Hanya berkata pelan, “Apa yang dia katakan?”

“Cukup banyak untuk membuat aku meragukan segalanya,” jawabku jujur. “Tentang saham. Tentang kamu. Tentang alasan kamu menikahiku.”

Wajah Arka mengeras. Tapi matanya tidak. Mata itu justru terlihat seperti seseorang yang ingin menjelaskan, tapi terlalu lelah untuk dipercaya lagi.

“Aku menikahimu, karena kamu membuat aku merasa hidup,” katanya lirih. “Bukan karena butuh citra. Bukan karena kamu lemah dan bisa kuatur. Tapi karena kamu keras kepala. Lucu. Dan kamu asli.”

Aku tertawa miris. “Lucu? Kamu suka aku karena aku bisa bikin kamu ketawa?”

Dia mengangguk.

“Salah satu alasannya. Dan karena kamu... orang pertama yang bisa membuat aku mengaku takut.”

Aku terdiam.

“Takut kehilangan. Takut dianggap jahat. Takut dilihat sebagai monster yang aku tahu pernah jadi bagian dari diriku.”

Aku menunduk.

“Aku nggak mau kamu sempurna, Arka. Tapi aku butuh tahu bahwa aku bukan pion dalam permainan bisnismu.”

Dia mengambil amplop dari tanganku, membukanya, membaca isinya, lalu membakarnya dengan pemantik di sudut meja.

Kertas itu hangus perlahan, berubah jadi abu.

“Semua itu benar,” katanya setelahnya.

“Tapi kamu lupa satu hal, Nayra. Aku tidak sembunyikan itu karena ingin bohong. Tapi karena aku malu. Aku, menyesal.”

Aku menatapnya. Dan untuk pertama kalinya sejak awal pernikahan kami, aku melihat Arka telanjang tanpa topeng.

“Kenapa kamu nggak pernah cerita dari awal?”

Dia tersenyum pahit. “Karena aku takut kamu pergi.”

Aku maju satu langkah. “Lain kali, beri aku hak untuk memutuskan apakah aku tetap tinggal atau pergi. Jangan buat keputusan sendirian.”

Arka mengangguk. “Deal.”

Lalu ia berkata pelan, “Dan kalau kamu masih mau, aku ingin mulai dari awal. Bukan sebagai CEO. Tapi sebagai Arka yang biasa saja. Suamimu.”

Aku menarik napas panjang, lalu mengangguk. “Kalau kamu berani jujur, aku berani tinggal.”

Dan malam itu, kami tidak menyentuh satu sama lain.

Tapi untuk pertama kalinya, kami mulai saling percaya.

Bukan karena kami sempurna.

Tapi karena kami akhirnya belajar...

menjadi manusia di hadapan satu sama lain.

***

POV Arka

“Arkaaa! Kecoaaak!”

Suara Nayra membahana dari dalam kamar mandi seperti adegan film horor. Aku yang sedang membaca laporan keuangan di ruang kerja langsung bangkit dan setengah berlari.

“Nayra?! Kamu kenapa?!” teriakku panik sambil membuka pintu kamar mandi, hampir tanpa mengetuk.

Dan di sanalah dia. Berdiri di atas kloset duduk, dengan wajah pucat dan handuk melorot sampai hanya menutup separuh paha. Tangan menunjuk ke sudut lantai.

“Itu… dia bergerak… dia liat aku… dia… dia terbang, Arkaaaa!”

Aku mengerjap. “Itu… cuma kecoa kecil.”

“KECIL KEPALAMU! Dia punya sayap! Dia punya misi menghancurkan hidupku!”

Aku menghela napas, lalu mengambil sandal dan mengusir makhluk sialan itu keluar dari kamar mandi.

Begitu aku berbalik, Nayra masih berdiri di atas kloset, tangannya gemetaran.

“Kamu yakin dia nggak balik lagi buat balas dendam?”

“Dia cuma kecoa, bukan ninja,” kataku, menahan senyum.

Dia turun perlahan, lalu melirikku.

“Jangan bilang-bilang ya. Gengsiku bisa hancur kalau orang tahu aku takut sama kecoa.”

Aku menyeringai. “Terlambat. Aku sudah kirim ke grup keluarga.”

“ARKAAA!”

Aku tertawa, dan untuk pertama kalinya… aku merasa ini rumah.

***

Sejak kejadian ‘teror kecoa’, Nayra jadi makin sering muncul dengan tingkah-tingkah absurdnya. Suatu pagi, saat aku hendak berangkat kerja, aku menemukan dia duduk di ruang tamu dengan wajah kusut sambil memandangi lemari sepatu.

“Kenapa?” tanyaku.

“Sepatumu kayaknya naksir aku.”

“...Hah?”

“Lihat deh. Setiap aku lewat, dia selalu ngadep ke aku. Sudutnya berubah. Aku takut ini semacam sinyal dari alam semesta.”

Aku mengerutkan kening.

“Nayra, kamu kurang tidur, ya?”

Dia mengangguk serius. “Iya. Aku mimpi dikejar kecoa yang bisa ngomong. Namanya Joko.”

Aku tak tahan. Aku tertawa sampai harus duduk.

***

Hari-hari kami sekarang tidak lagi canggung seperti dulu. Nayra sudah mulai membuat sarapan sendiri (meski kadang gosong), dan sesekali mengantarku sampai pintu.

Kadang dia berantakan. Kadang dia lupa menutup botol sampo. Kadang dia tertidur di sofa sambil memeluk bantal Hello Kitty. Tapi semua itu membuat rumah ini hidup.

Dan tanpa sadar, aku mulai mencarinya.

Kalau dia tidak muncul di pagi hari, aku merasa hampa. Kalau dia tertawa dengan Bu Nani di dapur, aku mencuri dengar. Kalau dia marah-marah sendiri karena drama Korea. aku duduk diam, menatapnya sambil pura-pura main ponsel.

Nayra... adalah badai kecil dalam hidupku yang tenang.

Dan aku mulai menikmati badai itu.

***

Suatu malam, aku pulang lebih cepat dari biasa. Saat membuka pintu rumah, aku mendengar suara dari ruang tengah.

“Tes, tes... satu, dua... suara Nayra masuk? Masuk banget...”

Aku mengintip pelan. Dan aku menemukan pemandangan yang tak biasa.

Nayra berdiri di tengah ruang tengah dengan botol sampo sebagai mikrofon, mengenakan piyama kuning dan kacamata mainan. Di depannya ada cermin besar.

“Selamat malam, hadirin sekalian! Hari ini kita kedatangan tamu istimewa, yaitu CEO tampan, cool, dingin kayak kulkas! Tapi hatinya kayak kolak panas! Arka Pratama!”

Dia membungkuk ke arah cermin, lalu pura-pura jadi pembawa acara. Aku berdiri membeku, tak tahu harus tertawa atau ikut tepuk tangan.

“Pak Arkaaa, kabarnya bagaimanaaa?”

Dia menjawab sendiri, dengan suara sok macho. “Baik, Mbak Nayra. Tapi hatiku agak ngilu liat kamu makin cantik tiap hari.”

Lalu dia kembali jadi Nayra. “Ihhh Pak Arka bisa ajaaa~”

Aku akhirnya tertawa keras, dan dia langsung menoleh, panik.

“ARKA?! Kamu udah di rumah?!”

Aku mengangkat tangan, bersandar di dinding.

“Tolong lanjutkan. Ini lebih seru dari rapat mingguan perusahaanku.”

Wajahnya memerah.

“Astaga... ini... aku lagi latihan buat... eh... motivasi pagi! Iya! Konten TikTok motivasi!”

Aku berjalan mendekat sambil tertawa. “Motivasi atau flirting ke suami sendiri, tuh?”

Dia mendorongku pelan, lalu mengempaskan diri ke sofa.

“Malu banget... sumpah... aku lupa kunci pintu...”

Aku duduk di sebelahnya.

“Kamu tahu? Ini pertama kalinya dalam hidupku aku merasa... hidup.”

Dia menoleh. “Gara-gara aku joget sama sampo?”

“Gara-gara kamu... jadi kamu.”

Kami duduk dalam diam sejenak. Lalu dia menyandarkan kepalanya ke pundakku. “Kamu boleh mencintaiku nanti. Tapi jangan pura-pura kalau sekarang udah mulai suka, ya.”

Aku menoleh. “Kenapa kamu yakin?”

Dia tersenyum kecil.

“Karena kamu nggak berhenti menatapku waktu aku pura-pura jadi host talkshow barusan.”

Aku tertawa kecil. “Ketahuan, ya?”

Dia mengangguk. “Tenang. Aku juga mulai suka kamu. Tapi untuk sekarang... kita sama-sama pura-pura dulu. Sampai benar-benar yakin.”

Dan malam itu, tanpa pelukan. Tanpa kata cinta. Hanya ada dua manusia yang saling mendekat... sedikit demi sedikit.

Dan itu cukup untuk sekarang.

1
Dini Aryani
mohon maaf, karakter istri egois. dia menuntut suami yg diinginkan semua istri, sedangkan dia tidak melakukan kewajiban sebagai istri apalagi sedang hamil, ketaatan pd suami yg baik. sudah jadi istri lho. tolonglah ada unsur edukasi buat istri, agar tdk ada yg meniru sesuatu yg buruk. saya sbg istri malu
Lee_Ya: terimakasih kak buat komentarnya, stay tune terus ya buat tau cerita selanjutnya....lope sekebon 😍😍😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!