NovelToon NovelToon
Kepepet Cinta Ceo Arogan

Kepepet Cinta Ceo Arogan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / CEO / Romansa / Fantasi Wanita / Nikah Kontrak / Wanita Karir
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: keipouloe

Arash Maulidia, mahasiswi magang semester enam yang ceroboh namun gigih, tidak pernah menyangka hidupnya berubah hanya karena satu tabrakan kecil di area parkir.
Mobil yang ia senggol ternyata milik Devan Adhitama — CEO muda, perfeksionis, dan terkenal dingin hingga ke nadinya.

Alih-alih memecat atau menuntut ganti rugi, Devan menjatuhkan hukuman yang jauh lebih berat:
Arash harus menjadi asisten pribadinya.
Tanpa gaji tambahan. Tanpa pilihan. Tanpa ruang untuk salah.

Hari-hari Arash berubah menjadi ujian mental tanpa henti.
Setiap kesalahan berarti denda waktu, setiap keberhasilan hanya membuka tugas yang lebih mustahil dari sebelumnya.
Devan memperlakukan Arash bukan sebagai manusia, tapi sebagai mesin yang harus bekerja sempurna — bahkan detik napasnya pun harus efisien.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keipouloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Waktuku Adalah Hutangmu

Arash melangkah masuk ke ruang arsip rahasia. Udara di dalamnya memang lebih dingin dari ruang kantor, sebuah kontras yang menusuk setelah panasnya Jakarta. Ruangan itu kecil, tidak sebesar yang ia bayangkan, tapi tertata sangat rapi. Dindingnya dilapisi rak-rak baja dari lantai hingga langit-langit, dipenuhi kotak-kotak file berlabel rumit.

Pencahayaan di sana minim, hanya beberapa lampu sorot kecil yang menerangi label-label berkode. Suasana hening, hanya terdengar dengung pendingin ruangan yang konstan.

Arash menggeser kartu aksesnya ke panel kecil di dinding, dan lampu utama perlahan menyala, memandikan ruangan dengan cahaya putih yang lebih terang. Ia menarik napas pelan, lalu menatap catatan kecil di tangannya.

Kode yang diminta Devan: “Alpha-03-99.”

Ia mulai berjalan menyusuri rak satu per satu. Langkahnya berhati-hati, suara tumit sepatunya bergema lembut di antara dinding baja. Setelah beberapa menit mencari, pandangannya akhirnya berhenti pada kotak file berlabel ‘Alpha-03-99’.

“Ketemu,” gumamnya lega.

Ia menarik keluar file itu, laporan tebal dengan sampul biru gelap dan segel perusahaan di pojok kanan bawah. Arash membukanya sedikit, memeriksa isinya untuk memastikan semuanya sesuai. Setelah yakin, ia menutupnya kembali dengan rapi.

Tugas selesai.

Seharusnya ia segera kembali ke Devan dan menyerahkan file tersebut. Tapi… matanya tanpa sengaja menangkap sesuatu di sudut ruangan—sebuah sofa kecil berlapis kulit hitam. Sofa itu tersembunyi di balik rak arsip tua, nyaris tak terlihat kalau tidak diperhatikan dengan saksama.

Sofa itu tampak nyaman. Mengundang.

Dan di saat seperti ini, setelah semalam tidak tidur sama sekali, benda itu terasa seperti surga.

Arash menggigit bibir bawahnya, mencoba menolak godaan itu. Tapi rasa kantuk yang menekan pelupuk matanya begitu kuat.

“Hanya lima menit…” gumamnya pelan. “Cuma rebahan sebentar, nggak akan lama.”

Ia melangkah pelan ke arah sofa itu, menaruh file di meja kecil di dekatnya, lalu menjatuhkan tubuhnya perlahan. Punggungnya menyentuh kulit dingin sofa, dan rasa pegal yang ia tahan seharian seolah menguap.

Ia menutup mata.

Dan dalam hitungan detik, dunia menghilang dalam keheningan ruang rahasia yang sejuk dan gelap itu.

*****

Sementara itu, di luar, Devan Adhitama masih berkutat dengan laptopnya di meja mahoni. Jari-jarinya menari cepat di atas keyboard, menyelesaikan beberapa revisi penting untuk meeting dengan Menteri Perindustrian. Di wajahnya, terpancar fokus dan ketegasan yang khas — aura yang membuat semua orang di kantor ini takut mendekat.

Ia menutup laptopnya sejenak dan melirik jam tangannya.

09.45.

Alisnya berkerut.

“Kenapa belum juga keluar?” gumamnya, nada suaranya dingin.

Devan bersandar di kursinya, menyilangkan tangan di dada. Dalam pikirannya, ia sudah bisa menebak — gadis itu pasti sedang melakukan sesuatu yang konyol. Arash Maulidia, magang yang katanya cerdas, tapi nyatanya lebih sering membuat kepalanya panas.

“Brilian tapi ceroboh,” ucap Devan pelan, matanya menatap pintu ruangan rahasia yang masih tertutup. “Dan sekarang, mungkin juga pemalas.”

Dengan dengusan tajam, ia beranjak dari kursinya. Langkahnya tegap dan berat, setiap hentak sepatunya memantul di lantai marmer seperti ketukan ketidaksabaran. Ia berhenti di depan rak buku di pojok ruangan, menyentuh buku kulit tua berwarna cokelat tua di tengah-tengah deretan itu, lalu menggesekkan jarinya ke sensor tersembunyi di baliknya.

Suara klik terdengar.

Pintu logam di belakang rak perlahan bergeser, menampakkan ruangan rahasia yang dingin itu.

Dan di sanalah Devan menemukan pemandangan yang membuat darahnya mendidih.

Di sudut ruangan, di atas sofa hitam yang semestinya tak disentuh siapa pun, Arash terbaring meringkuk seperti anak kucing. Wajahnya tenang, napasnya teratur, dan file Alpha-03-99 yang seharusnya ia jaga kini tergeletak di lantai, hampir jatuh.

Devan menatapnya tajam, rahangnya mengeras.

Orang yang seharusnya membuat hidupnya efisien, malah menyia-nyiakan waktunya.

Orang yang berutang padanya, malah tidur dengan damai di tengah jam kerja.

“Hebat sekali kau, Maulidia,” gumamnya sinis.

Tanpa ragu, ia melangkah cepat dan membentak keras, “Hei! Bangun!”

Arash tersentak hebat. Tubuhnya menegak seketika, matanya membulat panik. Ia langsung duduk, mengucek matanya, dan segera meraih file yang hampir jatuh.

“Maaf, Pak! Ya Tuhan… saya minta maaf!” ujarnya terbata-bata.

Devan mendengus pelan, nadanya dingin dan menekan.

“Kamu ini niat kerja apa tidak? Ini jam kerja, bukan jam tidur!”

“Saya… saya cuma sebentar, Pak. Saya capek banget. Semalam saya nggak tidur karena menyiapkan argumen Bapak,” ucap Arash, suaranya serak, matanya masih merah karena kantuk.

“Itu bukan urusan saya,” potong Devan cepat, suaranya tajam seperti bilah pisau. “Komitmen pada hutangmu tidak bisa diimbangi dengan kelemahan fisik. Lelah mu adalah masalahmu. Tapi waktuku—itu hutangmu.”

Kalimat itu menampar telinga Arash lebih keras daripada bentakan mana pun. Ia menunduk dalam, suaranya nyaris bergetar saat berkata, “Baik, Pak. Saya minta maaf.”

Devan mendekat selangkah, menatapnya dingin. “Cepat keluar. Siapkan dirimu. Kau ikut saya rapat hari ini.”

Arash terangkat pandangannya, terkejut. “Ikut rapat, Pak?” tanyanya lirih, tak percaya.

“Ya,” ujar Devan pendek. “Kau yang menyiapkan ringkasannya, jadi kau juga yang harus tahu apa yang terjadi. Jangan coba-coba menolak. Aku butuh seseorang untuk mencatat—dan mengawasi.” Ia menatap Arash dalam-dalam. “Dan kebetulan, aku butuh mata-mata yang terikat utang.”

Arash menelan ludah. “Iya, Pak…” jawabnya cepat, lalu berjalan keluar dengan langkah gugup.

Beberapa menit kemudian, Arash berdiri di depan cermin kamar mandi wanita. Ia membasuh wajahnya dengan air dingin berkali-kali, berharap bisa menghapus bekas lelah di bawah matanya.

“Kenapa sih aku sebodoh ini?” gumamnya pada bayangan sendiri. Ia menarik napas panjang, merapikan jilbabnya yang agak miring, lalu memoles sedikit bedak tipis. Setidaknya agar terlihat lebih rapi di depan Devan.

Begitu keluar, Devan sudah menunggunya di depan lift pribadi. Posturnya tegak, wajahnya tanpa ekspresi.

“Selesai?” tanya Devan datar.

“Iya, Pak,” sahut Arash cepat.

“Ayo, Maulidia. Kita sudah buang terlalu banyak waktu,” ujar Devan sembari melangkah masuk ke lift.

Arash bergegas menyusul, menatap punggung tegap pria itu dengan jantung berdebar. Ia tahu ini bukan sekadar rapat biasa. Ini adalah ujian. Hukuman. Dan mungkin… awal dari sesuatu yang lebih rumit daripada sekadar hubungan atasan dan bawahan.

Ia menggenggam file Alpha-03-99 erat-erat, mencoba menenangkan diri.

“Bertahan, Arash,” gumamnya pelan. “Jangan sampai salah lagi.”

Lift pun tertutup, membawa mereka menuju ruang rapat di lantai tertinggi—tempat Devan Adhitama berkuasa, dan tempat Arash Maulidia akan belajar arti sebenarnya dari kalimat:

“Waktuku adalah hutangmu.”

1
Reni Anjarwani
doubel up thor
rokhatii: stay tune kak🙏🙏
total 1 replies
Reni Anjarwani
lanjut thor
rokhatii
ditanggung pak ceonya🤣🤣🤣
matchaa_ci
lah kalo gajinya di potong semua gimana arash hidup nanti, untuk bayar kos, makan, bensin pak ceo?
aisssssss
mobil siapa itu kira kira
aisssssss
bagua banget suka ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!