NovelToon NovelToon
Batu Rang Bunian

Batu Rang Bunian

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: HARJUANTO

Deskripsi Novel: Batu Rang Bunian

​"Batu Rang Bunian" adalah sebuah petualangan seru yang membongkar batas antara dunia kita yang penuh cicilan dan deadline dengan alam Bunian yang misterius, katanya penuh keindahan, tapi faktanya penuh drama.

​Sinopsis Singkat:
​Ketika seorang pemuda bernama Sutan secara tidak sengaja menemukan sebongkah batu aneh di dekat pohon beringin keramat—yang seharusnya ia hindari, tapi namanya juga anak muda, rasa penasaran lebih tinggi dari harga diri—ia pun terperosok ke dunia Bunian. Bukan, ini bukan Bunian yang cuma bisa menyanyi merdu dan menari indah. Ini adalah Bunian modern yang juga punya masalah birokrasi, tetangga cerewet, dan tuntutan untuk menjaga agar permata mereka tidak dicuri.

​Sutan, yang di dunia asalnya hanya jago scroll media sosial, kini harus beradaptasi. Ia harus belajar etika Bunian (ternyata dilarang keras mengomentari jubah mereka yang berkilauan) sambil berusaha mencari jalan pulang. Belum lagi ia terlibat misi mustahil.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HARJUANTO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 2: Hutan Bisikan dan Hukum Balik Alam 4

BAB 2: Hutan Bisikan dan Hukum Balik Alam

​Bagian IV: Cermin Retak di Kedalaman

​Waktu Sutan habis. Pilihan antara Tetua Kelam yang mencurigakan dan teriakan kesakitan Raja Pualam dari kejauhan harus diputuskan dalam sekejap.

​Dengan bayangan Lindu Hening yang kini menjadi gumpalan monster merangkak di atap kristal, Sutan mengayunkan Batu Rang Bunian itu dan melompat. Bukan ke arah Tetua Kelam, tetapi ke lorong gelap di sisi kiri Tetua.

​"Aku akan mencari pintu dengan Burung Merah!" teriak Sutan kepada Tetua Kelam, mengabaikan seruan misterius itu. Instingnya mengatakan untuk mengikuti petunjuk Prajurit yang mempertaruhkan nyawanya.

​"Bodoh! Kau memilih kegelapan!" desis Tetua Kelam, namun ia tidak mengejar. Ia hanya tertawa pelan, tawa yang bergema di kristal dingin.

​Sutan berlari menembus kabut yang semakin pekat. Lorong ini terasa seperti jebakan. Bau lembap dan busuk makin menyengat, dan hawa dingin dari kristal menusuk pori-pori. Ia mencari-cari ukiran Burung Merah yang dimaksud Pualam.

​Akhirnya, ia menemukannya. Sebuah pintu batu yang tersembunyi di balik tirai lumut hitam. Di tengah pintu itu, terukir seekor burung yang sedang terbang, yang anehnya berwarna merah terang, seolah darah segar.

​Sutan menyentuh pintu itu. Pintu itu dingin dan padat. Ia mencoba mendorongnya, tapi tak bergerak.

​Bagaimana cara membukanya?

​Tiba-tiba, ia teringat. Pualam telah mengatakan Batu Rang Bunian adalah kunci.

​Sutan meletakkan Batu Rang Bunian di tengah ukiran Burung Merah. Seketika, burung itu menyerap cahaya biru dari batu. Ia bersinar. Pintu itu berderit terbuka, mengeluarkan bau udara basi yang telah terperangkap selama bertahun-tahun.

​Sutan menyelinap masuk. Ia berada di sebuah terowongan sempit yang miring ke bawah, terbuat dari batu hitam pekat, bukan kristal. Ia menutup kembali pintu batu di belakangnya tepat waktu. Di luar, terdengar suara Lindu Hening yang mengaum, berjarak sangat dekat.

​Terowongan itu gelap gulita. Sutan tidak punya senter. Ia hanya punya Batu Rang Bunian.

​Ia mengangkat batu itu di atas kepalanya. Cahaya birunya menyebar, memperlihatkan terowongan yang terasa semakin sempit, dingin, dan... bergetar.

​Di sepanjang dinding batu, Sutan mulai melihat pantulan dirinya. Tapi itu bukan pantulan biasa. Dinding itu dipoles seperti kaca gelap, dan di sana, Sutan melihat dirinya dalam berbagai versi yang menyakitkan.

​Ia melihat Sutan yang gemuk, duduk di depan laptop dengan mata merah, tidak punya masa depan, dan terus dihantui utang.

​Ia melihat Sutan yang berteriak pada ibunya karena uang jajannya kurang, matanya penuh amarah dan rasa tidak bersyukur.

​Ia melihat Sutan yang menyerah pada mimpinya untuk menjadi seniman karena ia terlalu takut akan kegagalan.

​"Kau adalah kami. Kau adalah ketakutan yang kau kubur," bisik pantulan-pantulan itu.

​Ini adalah Ujian Diri yang dimaksud Tetua Kelam. Terowongan itu tidak hanya fisik, tapi juga psikologis.

​Sutan mulai panik. Ia mempercepat langkah. Setiap pantulan itu menatapnya dengan tatapan penghakiman. Ia merasa malu, ia merasa bersalah, ia merasa rendah di hadapan versi-versi terburuk dirinya.

​"Jangan dengarkan! Itu bukan aku! Itu masa lalu!" Sutan berteriak, suaranya parau.

​Namun, di antara semua pantulan menyakitkan itu, muncul satu pantulan yang membuatnya berhenti total.

​Di pantulan yang paling retak, Sutan melihat Neneknya. Wajahnya sedih, menatap Sutan dengan mata penuh kekecewaan.

​"Kau mengingkari janji, Tan. Kau mengambil yang bukan milikmu. Kau mengkhianati kepercayaan alam."

​"Tidak, Nek! Aku cuma mau lunasin utang kopi!" Air mata Sutan menetes. Penyesalan menghantamnya sekeras batu. Ia menyadari, tindakan sepele mengambil batu ini benar-benar telah melanggar semua ajaran dan peringatan Neneknya.

​Tiba-tiba, pantulan Nenek itu menoleh. Ekspresinya berubah menjadi horor murni.

​Di belakang pantulan Nenek, muncul wajah lain. Wajah itu pucat, hancur, dan matanya hitam legam. Wajah itu bukan Sutan. Wajah itu adalah Bunian yang tidur, yang kini bangun karena sakit hati.

​Wajah itu bergerak keluar dari dinding.

​Sutan tidak bisa bergerak. Ia lumpuh karena rasa bersalah dan ketakutan.

​Bunian yang Hancur itu mengulurkan tangan kristalnya yang retak. Tangan itu menembus bayangan, dan mencengkeram lengan Sutan.

​Cengkeramannya tidak dingin, tapi hangat dan terbakar, seperti luka lama yang dirobek kembali.

​"Batu! Kembalikan kami! KAU TELAH MEMBUNUH RUMAH KAMI!" Suara Bunian itu adalah campuran ratapan seribu Bunian yang sedang tidur.

​Sutan meronta. Batu Rang Bunian di tangannya berdenyut histeris. Ia tidak bisa mengaktifkan kekuatannya. Ketakutan psikologis telah membungkam kemampuan fisik Sutan.

​"Lepaskan aku!"

​"TIDAK! KAU ADALAH KORBAN YANG SEMPURNA!"

​Bunian yang Hancur itu mulai menarik Sutan ke dinding pantulan. Sutan melihat dinding itu bergerak seperti cairan gelap, siap menelannya ke dalam dimensi ketakutan dan penyesalan.

​Saat kepalanya hampir menyentuh dinding, Sutan melihat pantulan di hadapannya untuk terakhir kalinya. Di pantulan itu, ia melihat Bunian yang Hancur sedang menarik dirinya—tetapi, ia melihat dirinya yang asli di cermin itu, memegang Batu Rang Bunian.

​Di pantulan itu, Batu Rang Bunian itu bersinar begitu terang, mengalahkan semua kegelapan.

​Seketika, Sutan sadar. Ini bukan tentang kekerasan. Ini tentang kehendak.

​"Kau tidak bisa mengambilnya," bisik Sutan. Ia memfokuskan kehendaknya yang paling murni: Keinginan untuk pulang. Keinginan itu lebih kuat dari rasa takut, lebih kuat dari rasa bersalah.

​Sutan membalikkan Batu Rang Bunian di tangannya, membiarkan energi birunya mengalir ke telapak tangan.

​Zasss!

​Gelombang energi murni meledak dari batu itu. Bunian yang Hancur itu menjerit, mundur, dan kembali menjadi pantulan retak di dinding. Seluruh dinding terowongan itu bergetar hebat.

​Sutan terengah-engah, jatuh berlutut. Ia selamat. Ia berhasil melewati Ujian Diri.

​Di ujung terowongan, pintu batu hitam terbuka, menampakkan tangga spiral yang menjulang tinggi. Ini adalah jalan menuju Istana Ratu.

​Sutan berdiri, perlahan menaiki tangga spiral itu, Batu Rang Bunian di tangannya kini terasa seperti perpanjangan tubuhnya. Ia telah berubah.

​Ia meninggalkan terowongan ketakutan, dan ia tahu, kengerian terbesarnya belum berakhir. Di atas, di Istana yang beku, menanti Ratu Bunian yang tertidur, Bunian yang Hancur, dan nasib seluruh Kerajaan yang tergantung pada anak muda dari dunia manusia yang hanya ingin melunasi utang kopi.

1
checangel_
Congrats ya Sutan 🤧
checangel_
Alhamdulillah, pembaca ikut lega😄
Bellla Zakiyah
👍
Bellla Zakiyah
👍.......
Bellla Zakiyah
👍
checangel_
Dari epilog sekian dan terima baca 👍
checangel_
Ya Allah, tablet bahkan di genggamannya 😭
checangel_
Iyalah, masa depan kan misteri yang belum terpecahkan dan hanya Pena Langit yang mengetahuinya seluruh chapternya, kita hanya bisa menjalankan tugas-Nya saja sebaik mungkin, mau itu berubah atau tidak masa depan, semua tergantung langkah imannya masing-masing 😄
checangel_
Nggak usah memilih gimana? 😅
checangel_
Nah, gitu dong jangan terus menerus memikirkan hutang 🤧
checangel_
👏
checangel_
Ternyata perkara hutang kopi masih berlanjut😅
checangel_
Charger ponsel😭
checangel_
Apakah itu kabel jaringan internet 😂
checangel_
COD nyasar sampai sini 😅
checangel_
Sutan dengan persyaratannya 😅
checangel_
Mendapat gelar sebagai "Duta" antar demensi 👏
checangel_
Astaghfirullah, Sutan kamu masih saja bahas perkara hutang kopi😅
checangel_
Kamu bisa saja Sutan dan bisa-bisanya lho🤧
checangel_
Ada Direkturnya juga ternyata 😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!