Di saat kedua sahabatnya telah menikah, Davin masih saja setia pada status jomblonya. hingga pada suatu malam ia menghadiri perayaan adik perempuannya di sebuah hotel. perayaan atas kelulusan adik perempuannya yang resmi menyandang gelar sarjana. Tapi siapa sangka malam itu terjadi accident yang berada diluar kendali Davin, pria itu secara sadar meniduri rekan seangkatan adiknya, dan gadis itu tak lain adalah adik kandung dari sahabat baiknya, Arga Brahmana. sehingga mau tak mau Davin harus bertanggung jawab atas perbuatannya dengan menikahi, Faradila.
Akankah pernikahan yang disebabkan oleh one night stand tersebut bisa bertahan atau justru berakhir begitu saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6.
Usai mengutarakan semua itu, Davin memilih berlalu karena kebetulan pria itu sudah menyelesaikan makan malamnya.
"Tunggu...! Mas mengancam ku?." Kalimat itu sanggup menghentikan langkah Davin. Pria itu menolehkan pandangan pada sang istri.
"Mas bukan tipikal pria yang gemar mengancam wanita, apalagi wanita itu berstatus istri bagi mas. Anggap saja ini sebuah permintaan dari seorang lelaki yang sedang menjaga nama baiknya sebagai seorang pria sekaligus suami!." Setelahnya, Davin kembali mengayunkan langkahnya menuju ruang kerjanya.
Dila masih memandangi punggung Davin yang semakin menjauh dari pandangannya.
"Enak saja mengatur orang seenak jidatnya sendiri." Dengan perasaan sebal, Dila bergumam. Namun begitu, ada perasaan was-was juga dihati gadis itu saat mendapat ultimatum dari pria yang kini berstatus suami baginya tersebut. Dila menjadi semakin sebal saja pada Davin. Gadis itu meninggalkan meja makan tanpa menyelesaikan makan malamnya.
Dila nampak menjatuhkan tubuhnya di kasur setibanya di kamar. Untungnya kasur di kamar itu empuk sehingga tak membuat tubuhnya sakit.
Saking sebalnya pada Davin, sampai-sampai Dila melupakan sejenak sosok pria yang hingga detik ini masih menganggap dirinya sebagai kekasih hati.
Andaikan tak berdosa atau Davin tidak sampai mengadukan pembuatannya pada kedua orang tuanya serta kakaknya, mungkin Dila sudah menghajar Davin saking kesal dan geramnya pada pria itu.
"Apa dia berniat menjalani pernikahan bodoh ini seumur hidup sehingga melarang aku bertemu dengan Sandi saat kembali ke tanah air nanti? Dasar pria aneh...." Dila bergumam, mengeluarkan unek-uneknya tentang sosok Davin.
Di saat Dila sedang geram dengan sikapnya, Davin justru sedang sibuk mendesain gambar di ruang kerjanya. Gambar yang harus segera diserahkan kepada Faras pada esok pagi tersebut membuat Davin terpaksa harus lembur malam ini.
Davin baru meninggalkan ruang kerjanya saat waktu telah menunjukkan pukul setengah dua dini hari. Pria itu kembali ke kamarnya. Ya, kamarnya, karena hanya dirinya yang akan menempati kamar tersebut sementara sang istri tidak.
Sebelum memasuki kamarnya, Davin melirik sejenak ke arah pintu kamar yang kini ditempati oleh Dila. Penasaran apakah Gadis itu sudah tidur atau belum, Davin pun memberanikan diri mendekat, memutar handle pintu depan hati-hati agar tak sampai menimbulkan suara. Saat pintu terbuka sedikit, nampak Dila yang sudah tidur memunggungi arah pintu. Gadis itu terlihat menyelimuti tubuhnya hingga sebatas leher, hingga hanya terlihat kepalanya saja oleh Davin.
"Kau takut kedinginan atau kau justru khawatir aku melakukan sesuatu padamu, Dila?." Dalam hati Davin. Pria itu mengulum senyum. Entah mengapa, tindakan Dila tersebut malah terlihat lucu di matanya.
Tanpa di sadari oleh Davin, rupanya Dila belum benar-benar tidur. Gadis itu hanya berpura-pura tidur saat mendengar suara derap langkah seseorang mendekat ke arah pintu kamarnya. Ya, Davin memang memutar handle pintu kamar Dila dengan hati-hati bahkan nyaris tak menimbulkan suara, namun ia lupa jika sebelumnya derap langkahnya masih terdengar oleh Dila.
"Mas Davin mau ngapain sih? Kenapa dia masuk ke kamar ini? Jangan-jangan mas Davin ingin berbuat macam-macam padaku?." Dila merasa sekujur tubuhnya terasa dingin. Bukan disebabkan oleh alat pendingin yang berada di kamar tersebut, tapi karena kekhawatiran yang kini menyelimuti gadis itu.
Dila baru menghela napas lega ketika mendengar suara pintu kembali ditutup, itu tandanya Davin telah berlalu meninggalkan kamarnya. Dila langsung menurunkan selimut yang menutupi tubuhnya ketika merasa situasi sudah aman, Davin sudah pergi. Ya, dirinya dan Davin memang sudah pernah melakukannya sebelumnya, akan tetapi semua itu terjadi di saat mereka sedang berada dalam kondisi tidak sadar, bukan.
*
Keesokan paginya.
Pukul tujuh pagi, Davin sudah terlihat rapi dengan pakaian kerjanya. Hari ini Davin akan menemani Faras meeting bersama client yang datang dari ibu kota, Jakarta. Davin berangkat sebelum Dila keluar kamar. Ia tak ingin mengganggu, bisa jadi Dila masih tidur di dalam kamarnya, begitu pikir Davin hingga berangkat kerja tanpa berpamitan pada istrinya itu.
Setengah jam setelah kepergian Davin, Dila nampak keluar dari kamarnya. Ia melirik ke arah pintu kamar Davin yang masih tertutup dengan rapat.
"Apa mas Davin belum bangun? Bagaimana kalau mas Davin telat berangkat ke kantor karena telat bangun?." Terselip perasaan tak tega dihati Dila jika sampai Davin terkena marah oleh bosnya akibat telat. Setelah berpikir beberapa saat, Ia lantas mengayunkan langkah mendekat ke arah pintu kamar Davin, hendak mengetuk pintu guna membangunkan Davin. Kepalan tangan Dila melayang di udara ketika ponsel di genggaman tangan kirinya tiba-tiba bergetar, tanda notifikasi pesan baru saja masuk.
"Mas sudah berangkat ke kantor pagi-pagi sekali. Sarapan sudah mas siapkan di meja makan. Maaf, tidak sempat pamit sebelum berangkat!." Meskipun pesan tersebut dikirim oleh kontak yang tidak dikenal, tapi dari kata-katanya Dila bisa menebak jika pesan tersebut dari Davin. Entah darimana pria itu mendapatkan kontaknya, Dila tak mau terlalu ambil pusing.
Untuk memastikan pesan Davin, Dila berlalu menuju lantai bawah, lebih tepatnya ia ingin menuju meja makan. Dan benar saja, setibanya di meja makan, Dila menyaksikan sarapan sudah tersaji untuknya.
"Kamu tidak boleh terbuai, Dila! Ingat Dila, setelah Sandi kembali nanti kalian akan mewujudkan semua mimpi indah kalian untuk bersama!. Dan sebelum Sandi kembali ke tanah air, misi kamu adalah berusaha mencari cara untuk terlepas dari mas Davin." Ya, Dila memilih mencari cara untuk terlepas dari ikatan suci pernikahan bersama Davin, ketimbang mengkhianati pernikahan mereka dengan menghubungi Sandi di saat statusnya adalah istri sah bagi Davin.
Namun, untuk menghindari Sandi menghubungi atau mengirimkan pesan untuknya, Dila memutuskan mengirim pesan singkat pada nomor kontak Sandi guna menyampaikan pada pria itu bahwa saat ini dirinya baru saja diterima bekerja di sebuah pekerjaan, dan kedepannya mungkin sangat sulit untuk sekedar berkomunikasi. alasan Dusta yang mungkin bagi sebagian orang tak masuk akal tersebut, nyatanya di terima oleh akal sehat Sandi yang kini jauh di sana.
"Baiklah." Balasan pesan singkat dari Sandi tersebut langsung dihapus oleh Dila untuk menghilangkan jejak jika suatu waktu Davin memeriksa ponselnya.
Daripada memikirkan begitu banyak hal dalam kondisi perut kosong, Dila memutuskan untuk menikmati sarapan yang telah disiapkan oleh Davin untuknya. Saat menikmati suapan pertamanya, Dila teringat pada kakak iparnya, Margin, di mana ibu satu anak tersebut selalu bersikap manis dan juga menghormati suaminya. Margin bahkan rela bangun lebih pagi untuk sekedar membuatkan sarapan untuk suaminya, padahal sudah ada lebih dari tiga orang art yang membantunya di rumah.
"Apa aku termasuk istri durhaka?." Pertanyaan yang terbesit di dalam hatinya mampu membuat Dila bergidik ngeri. Durhaka adalah satu kosa kata yang terdengar begitu mengerikan ditelinga siapapun, tak terkecuali Dila.
akibat iri,hampir hilang masa depan kan...
Davin ayo selidiki siapa yang melaporkan kalau Dila ada di dalam kamar mu??? bisa dilaporkan balik lho atas pencemaran nama baik,atau gak di kasi sanksi dikantor...
tanpa menncari fau siapa pasangan Davin
dan Dilla
tp siaapp2 yaa ujungnya kmu yg maluuu