NovelToon NovelToon
Dia Milikku

Dia Milikku

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Idola sekolah
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Caca99

Kisah perjalanan sepasang saudara kembar memiliki sifat yang berbeda, juga pewaris utama sebuah perusahaan besar dan rumah sakit ternama milik kedua orang tuanya dalam mencari cinta sejati yang mereka idamkan. Dilahirkan dari keluarga pebisnis dan sibuk tapi mereka tak merasakan yang namanya kekurangan kasih sayang.

Danial dan Deandra. Meski dilahirkan kembar, tapi keduanya memiliki sifat yang jauh berbeda. Danial yang memiliki sifat cuek dan dingin, sedangkan Deandra yang ceria dan humble.

Siapakah diantara dua saudara kembar itu yang lebih dulu mendapatkan cinta sejati mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6 Masih Terlalu Muda

Setelah puas berbincang melepas rindu dengan sahabat lamanya itu, papa Edgar, bunda Kanaya dan Dea izin pulang.

"Mel, kita harus sering-sering main lagi ya, sama Pijar juga. Bosen nih gue sendirian mulu." Ucap Dea sebelum pulang.

"Pasti dong kak, aku juga senang bisa kenal sama kak Dea." Ucap Meldy.

"Sesekali main juga kerumah ya Mel, biar kita saling kenal lagi." Bunda Kanaya mengusap rambut Meldy. Rasa sayang nya langsung muncul saat pertama kali mengenal Meldy.

"Iya tante." Meldy tersenyum.

"Hen, kita pamit ya. Lain kali, kalian lah yang main kerumah kami." Ucap papa Hendra, menepuk lengan papa Hendra.

"Bisa kita atur waktunya." Jawab papa Hendra.

Setelah sampai dirumah, mereka masuk kedalam kamar masing-masing. Begitu juga dengan Dea, dia langsung membersihkan diri dan bersiap untuk tidur.

"Pa, sebenarnya ada sama mas Hendra? Sepertinya ada yang belum bunda tau." Tanya bunda Kanaya. Sejak diperjalanan pulang tadi sebenarnya bunda Kanaya ingin menanyakan hal itu, tapi karena ada Dea jadi dia mengurungkan niatnya itu.

"Sebenarnya Hendra mengidap penyakit jantung, dan dokter sudah memvonis hidup dia tak lama lagi. Hendra merahasiakan itu semua dari kedua anaknya. Itu kenapa, Hendra meminta kita secepatnya membicarakan perjodohan Meldy dan Danial bun." Papa Edgar duduk ditepian ranjang, sedangkan bunda Kanaya duduk dimeja rias nya membersihkan sisa makeup diwajahnya.

"Tapi mereka masih SMA pa, Danial masih kelas 2 sedangkan Meldy baru kelas 1. Apa ini nggak terlalu cepat? Mereka masih terlalu muda." Bunda Kanaya memutar tubuhnya, yang tadi menghadap kaca sekarang beralih menatap papa Edgar.

"Papa sama Hendra sudah membicarakan hal itu ma, dan kita sudah sepakat untuk mereka bertunangan dulu. Biar ada ikatan."

"Apa papa yakin Danial mau? Papa tau sendiri watak anak laki-laki papa itu kan?."

"Itu tugas kita untuk memberi pengertian sama Danial bun."

"Entahlah pa, bunda sendiri ragu. Bunda kasihan sama Meldy nya, takut dia makan hati dengan sifat Danial."

"Jangan berpikir terlalu jauh dulu bun, papa yakin Danial tak akan menyakiti Meldy. Nanti saat Hendra berkunjung ke rumah kita, disaat itu kita akan membicarakan pertunangan mereka."

"Apa kita tak bicarakan dulu sama mereka pa? Bunda takut Danial berontak."

"Kalau kita kasih tau dari sekarang, yang ada Danial kabur bun dan nggak mau hadir di acara makan malam itu."

Bunda Kanaya menarik napas dalam. "Terserah papa aja lah, bunda nurut kalau itu yang terbaik menurut papa."

°°

Papa Hendra tak bisa tidur, kondisi kesehatannya yang semakin memburuk membuat beliau semakin khawatir. Takut kedua anaknya tak ada yang merawat terutama Meldy. Walaupun anak gadisnya itu terlihat mandiri dan bisa melakukan apa saja, tapi tetap saja Meldy masih membutuhkan limpahan kasih sayang.

Tok

Tok

Tok

"Mel, udah tidur nak? Ini papa." Papa Hendra mengetuk pintu kamar Meldy.

"Papa, kenapa belum tidur?." Tanya Meldy begitu membuka pintu kamarnya.

"Pada boleh masuk?."

"Boleh dong pa." Meldy membuka lebar pintu kamarnya lalu mempersilahkan papa Hendra untuk masuk.

"Tumben banget nih papa ke kamar Meldy jam segini? Kangen ya sama Meldy." Meldy langsung bergelayut dilengan papa Hendra.

Kedua ayah dan anak itu duduk dipinggir kasur. Papa Hendra mengusap lembut rambut Meldy. "Meldy bahagia nggak punya ayah kayak papa?."

Meldy mendongak. "Kenapa papa nanya gitu? Ya jelas Meldy bahagia lah pa, sangat bahagia sekali. Papa adalah ayah terbaik bagi Meldy. Papa bisa menjadi ayah sekaligus ibu terbaik bagi Meldy dan kak Melvin."

"Papa sayang sama Meldy dan kak Melvin. Setelah kepergian mama, cuma Meldy dan kak Melvin lah penyemangat hidup papa."

"Meldy juga sayang banget sama papa. Nanti kalau Meldy menikah Meldy mau punya suami kayak papa."

"Emangnya Meldy udah siap menikah?."

"Sekarang? Ya belum lah pa. Meldy kan masih sekolah. Meldy mau lulus SMA dengan nilai yang bagus trus kuliah, kerja bantu kak Melvin di perusahaan baru deh menikah." Rencana memang indah bukan? Tapi, kita tak tau rencana Tuhan kedepannya seperti apa.

"Meldy sama kak Melvin udah sama-sama besar dan mandiri. Rasanya nggak berat lagi kalau papa meninggal sekarang."

"Papa, nggak boleh ngomong gitu. Tarik lagi nggak ucapan nya. Meldy nggak suka."

"Tapi umur nggak ada yang tau kan."

"Tetap aja, papa harus tetap sehat sampai nanti Meldy sama kak Melvin sukses dan menikah trus punya anak. Meldy nggak suka papa ngomong gitu." Air mata telah mengalir di pipi Meldy.

"Anak cantik papa kok nangis, jelek tau." Papa Hendra mengusap air mata putri nya itu.

"Habisnya papa ngomong gitu, Meldy nggak suka." Bukannya berhenti, Meldy malah semakin terisak.

"Nggak sayang, papa nggak bakal ngomong gitu lagi." Papa Hendra memeluk Meldy.

"Janji ya sama Meldy, papa nggak boleh ngomong gitu lagi." Ucap Meldy sesegukan.

"Iya sayang, papa janji."

Papa Hendra berusaha menenangkan Meldy, sampai akhirnya putrinya itu tertidur dalam pelukannya. Perlahan papa Hendra memindahkan tubuh Meldy keatas kasur. Menyelimuti tubuh Meldy lalu mencium keningnya. "Bahagia terus ya nak, walaupun nanti papa nggak ada lagi disamping Meldy. Tapi percayalah, papa akan selalu menyayangi Meldy sama kak Melvin." Papa Hendra keluar dari kamar Meldy.

°

Matahari pagi menyeruak masuk melalui tirai jendela, Meldy membuka matanya. Betapa kagetnya Meldy melihat jam kecil yang berada diatas meja nakaa disamping kasur nya. "Setengah tujuh? Kok bisa kesiangan sih." Meldy berhambur dari atas kasur, mengambil handuknya lalu berlari ke kamar mandi. Buru-buru Meldy bersiap-siap.

"Kok kakak nggak bangunin Meldy sih." Meldy baru saja bergabung dimeja makan. Ternyata papa dan kakaknya sudah duduk manis disana.

"Siapa bilang, dari tadi kakak gedor-gedor pintu kamar kamu. Kamunya aja yang nggak bangun, begadang ya tadi malam?." Tanya Melvin.

"Nggak kok, Meldy cuma ngobrol bentar sama papa."

"Buruan sarapannya Mel, katanya udah telat." Ucap papa Hendra.

"Iya pa." Meldy menurut.

"Oh ya, minggu depan keluarga om Edgar mengundang kita makan malam dirumah mereka. Kalian Berdua harus ikut ya, ada hal penting yang akan kami sampaikan." Ucap papa Hendra.

"Hal penting terus, kemaren aja papa juga bilang gitu. Buktinya nggak ada tuh bilang apa-apa. Papa sama om Edgar malah asik lepas rindu." Ucap Melvin.

"Iya, padahal Meldy penasaran tau."

"Besok benaran, makanya kalian berdua harus meluangkan waktu ya."

"Iya pa." Jawab keduanya kompak.

Seperti biasa, sebelum berangkat sekolah Melvin terlebih dahulu mengantarkan Meldy kesekolah nya.

"Kak, kakak merasa nggak sih kalau akhir-akhir ini papa itu aneh?." Tanya Meldy dalam perjalanan ke sekolah. Kali ini mereka berangkat menggunakan mobil, jadi tak harus meninggikan nada bicaranya seperti menggunakan motor.

"Aneh gimana sih dek? Biasa aja tuh." Melvin memang tak merasakan keanehan dengan papanya.

"Aneh tau kak. Masa tadi malam tiba-tiba aja papa masuk kamar Meldy, bilang nya gini. Kalau papa meninggal sekarang papa nggak akan khawatir lagi. Aneh kan kak."

"Masa sih papa ngomong gitu." Melvin tetap tak percaya.

"Iya loh kak, untuk apa juga Meldy bohong. Meldy langsung marah sama papa. Lihat nih mata aku, bengkak kan, ini karena Meldy nangis tau."

"Papa ingat mama mungkin, makanya ngawur gitu. Udahlah, jangan dipikirin. Yang penting sekarang papa baik-baik aja kan? Sehat-sehat aja." Melvin tak ingin berpikiran buruk. Dia selalu berharap papanya selalu sehat.

"Mudah-mudahan aja ya kak, karena efek kangen sana mama."

"Iya, jangan mikir yang aneh-aneh. Sudah turun sana, nanti kakak telat lagi." Ternyata mereka telah sampai didepan gerbang sekolah Meldy.

"Kakak hati-hati ya. Nanti pulang sekolah nggak usah jemput, Meldy pulang sama Pijar." Ucap Meldy sebelum turun dari mobil.

"Iya, jangan pulang lama-lama loh."

"Iya kakak."

Meldy turun dari mobil, memperhatikan mobil kakaknya melaju, barulah Meldy masuk ke gerbang sekolah. Entah kenapa, Meldy masih terus kepikiran dengan sikap papa Hendra yang aneh tadi malam. Tapi Meldy berusaha menepis pikiran buruknya itu.

1
Ritsu-4
Keren thor, jangan berhenti menulis! ❤️
Eca99: terimakasih support nya🤗
total 1 replies
Alhida
Aduh, hatiku berdebar-debar pas baca cerita ini, author keren abis!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!