Nadira Keisha Azzura pertama kali co-ass di rumah sakit ternama, harus mengalami nasib buruk di mana Bapaknya masuk UGD tanpa sepengetahuannya akibat tabrakan, lalu tak lama meninggal dan sebelumnya harus mendengar ijab kabul mengatasnamakan dirinya di kamar Bapaknya di rawat sebelum meninggal. Pernikahan itu tanpa di saksikan olehnya sehingga dia tidak mengetahui pria tersebut.
Sedangkan dia hanya memiliki seorang Bapak hingga dewasa, dia tidak mengetahui keberadaan kakak dan Ibunya. Dia di bawa pergi oleh Bapaknya karena hanya sosok pria miskin dan mereka hanya menginginkan anak laki-laki untuk penerus.
Bagaimana nasib Nadira selanjutnya? akankah dia hidup bahagia bersama suaminya? akankah Nadira bisa menerima siapa suami dan siapa yang telah menabrak Bapaknya? Akankah dia bertemu dengan keluarganya?
Yu saksikan ceritanya hanya di novel 'Suami Misteriusku ternyata seorang Dokter'
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dira.aza07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 ~ Meninggal
"Ba-bapak, bangun Pak ... Pak ... bangun ...," jerit dan derai air mata Nadira menggema, bersamaan dengan tangannya yang terus menerus mengguncangkan tubuh Bapaknya.
Sang suster yang berada di ruangan itu pun ikut panik, dia berinisiatif berlari keluar ruangan tersebut hanya untuk memanggil Dokter. Suster itu terus berlari menyusuri lorong demi lorong.
'Brukk!'
Suster pun menabrak tubuh Dokter Ken saat berada di tikungan kiri dalam lorong tersebut.
Kendrick melihat itu pun hanya mengerutkan keningnya.
"Ma-maaf Dokter, i-itu Dokter ... Bapak Na-Nadira ...," ucap suster terbata-bata.
Ken yang mendengar kepanikan suster tersebut berjalan dengan tergesa-gesa, dadanya berdetak kencang seakan telah mengetahui apa yang sedang terjadi.
Ken pun masuk ke dalam ruangan tersebut secepatnya, dan langsung memeriksa denyut nadi si pasien.
"Bagaimana Bapak saya?, Pak ..., tolong jawab saya!" Nadira menguncang tangan sang Dokter yang telah melepaskan stetoskop dari tubuh Bapaknya dan sedang menghadap ke arah Nadira.
Ken hanya bisa menatap Nadira dengan Iba dengan mulut begitu kaku untuk berucap.
"Jawab Pak, jawab!, jangan katakan kalau Bapak ..."
"Benar Nadira, sabar ya ...," ucap Ken lembut dengan memegang kedua pundak Nadira. Untuk pertama kalinya Ken berucap lembut kepada Nadira.
Brukk tubuh Nadira terjatuh tepat di hadapan Kendrick.
"Atasi jenazah ini!" Seru Ken pada suster, dan Kendrick langsung mengangkat tubuh Nadira menuju ruangannya.
Sesampainya di ruangan Ken, Ken menidurkan Nadira secara perlahan di atas sofa.
"Kendrick, ini ciloknya ...," Teriak Thomas saat memasuki ruangan Ken, layaknya anak kecil yang membawa makanan kehadapan orang tuanya.
"E-eh ada apa ini? kenapa dengan Nadira?" Tanya Thomas saat melihat Ken dan Nadira dalam ruangan tersebut.
"Pingsan ... Bapaknya meninggal!" jawab datar Ken.
"Innalilahi wa innailaihi rojiun ...." Ucap Thomas dengan terdiam mematung.
"Hmm." sambil menatap sendu Nadira, kemudian tangannya dengan telaten membalurkan minyak hangat pada kaki, hidung juga kepalanya.
Kemudian Ken pun berdiri lalu berjalan menuju kamar mandi, Thomas menatap punggung saudaranya itu hingga memasuki kamar mandi, kemudian berjalan menuju kursi yang berada di tempat kerja Ken.
Namun bersamaan dengan itu, "BAPAK ...," teriak Nadira yang langsung terlonjak Bangun.
Thomas pun spontan melirik Nadira, "Kamu mau ke mana?" Tanya Thomas sambil menghampiri Nadira kemudian menahan tubuh Nadira yang hendak turun dari sofa.
"Bapak ..., Bapak ...," ucap Nadira sambil berlinang air mata. Tubuh Thomas begitu dekat dengan Nadira yang otomatis membuat Nadira menyenderkan kepalanya dengan isakan tangis yang sangat memilukan.
Ken melihat bagaimana sikap Thomas yang mencoba menghentikan Nadira. Namun rasanya degupan jantung yang begitu cepat itu tidak seperti biasanya, degupan jantung itu muncul saat Nadira menyenderkan kepalanya kepada dada bidang saudaranya.
Kendrick mencoba menenangkan diri, dia mencoba memahami kondisinya. Kemudian dia menghela nafas panjang.
Saat seperti itu Kendrick menyadari saudaranya itu menatap ke arah Ken. Ken pun hanya menganggukkan kepalanya.
Thomas pun melepaskan tangannya yang mencegah Nadira berdiri.
Nadira yang menyadari itu bergegas berdiri dan berlari menuju luar ruangan Dokter Ken.
Ken dan Thomas berjalan cepat secara bersamaan.
"Sorry, gue ga maksud—," ucapnya namun terpotong oleh Ken.
"It's Ok," sahut Ken singkat.
Mereka pun mengejar Nadira, setibanya di ruangan. "Bapak?" tanya Nadira dengan memindai isi ruangan itu, dengan air mata yang terus berlinang.
"Bapak mana? di mana Bapak?" tanya Nadira saat melihat Ken tepat di sampingnya dengan tangannya mengguncangkan baju Ken. Ken diam sejenak, lalu Ken menggenggam tangan Nadira.
Nadira mengikuti langkah Ken tanpa banyak tanya, dengan dada yang begitu tersayat, namun tanpa di sadari Ken ataupun Nadira, mereka yang saling berpegangan itu, membuat Nadira seakan kuat menghadapi cobaan ini.
Ken terus melangkahkan kakinya menuju jenazah ayahnya Nadira dan masih di ikuti oleh Nadira. sesampainya di suatu ruangan mereka tiba bertepatan dengan jenazah sedang di pakaikan kain kafan. Sedangkan Thomas tepat berada di belakang mereka tersenyum melihat cara Ken memperlakukan Nadira.
"Bapak?" jerit Nadira dengan melepaskan tangan Ken lalu menghampiri Bapaknya, "Kenapa sudah pakai kafan apa beliau sudah di mandikan?" Tanya Nadira dengan protesnya.
"Maaf, kami tidak izin terlebih dahulu kepada Mbak, di karenakan tadi pingsan dan sekarang waktu sudah semakin sore, jika beliau di bawa pulang khawatirnya takut tidak sempat di mandikan dan lain-lain, ini pelayanan khusus untuk pegawai rumah sakit, diluar itu sekedar permintaan Mbak," jelas pengurus jenazah tersebut.
Nadira pun melihat jam yang bertengger di lengan kirinya. "Ya sudah, terimakasih, apa kita bisa menshalati di rumah sakit ini?" Tanya Nadira mencoba lebih tenang.
"Bisa Mbak," kata petugas pengurus jenazah tersebut.
Tanpa di sadari Nadira, Ken kembali memegang tangan Nadira, hingga sebagian mata karyawan tertuju pada tangan Ken yang sedang menggenggam intens.
Setelah selesai mengurus Jenazah menggunakan kain kafan, Jenazah pun di bawa untuk di shalatkan di mesjid rumah sakit tersebut.
Nadira terus menangis terisak sembari berjalan di belakang brankar jenazah Bapaknya.
Tanpa di sadari Ken pun terus menggenggam tangan Nadira, bagaikan seorang kekasih yang selalu setia menemani kekasihnya, itulah yang terlihat oleh pandangan semua orang, apalagi dengan sesekali tangan Ken menepuk halus punggung tangan Nadira saat terdengar isakan dari mulut Nadira, dengan menggunakan tangan kanannya.
"Eh itu Dokter Ken kan? baru kali ini ya lihat dia begitu care?, apa mereka pacaran?" bisik salah satu pegawai rumah sakit itu yang sedang melihat mereka berjalan ke arah mesjid.
"Siapa yang meninggal? ko sampai segitunya Pak Ken? apa sepenting itu orang yang meninggalnya? tapi itu pakaian wanita di sampingnya? kan karyawan di sini juga?" bisik karyawan yang lain penuh tanya.
"Wah enak bener jadi cewek itu, seumur- belum pernah gue lihat Pak Ken memegang tangan wanita seintens itu," bisik yang lain dengan menggelengkan kepalanya.
"Kalau gue jadi cewek itu, gue yang sedih di tinggal meninggal ga akan merasa sedih dah, jelas karena di samping gue ada pria idaman gue, yaitu pak Ken," ucap suster yang lain.
"Ngarep lo? kalau gue tetap aja sedih," sahut temannya dari suster tersebut.
"Ngareplah, ya minimal ada penguat untuk kita di saat bersedih," jawabnya kembali.
"Terserah lo deh, mending kerja lagi, nanti kita kena tegur pula," ucap temannya.
Perlahan para karyawan baik suster, perawat dan bagian office yang melihat mereka dan iringannya itu, hanya membicarakan saat mereka melewati mereka, ada kagum ada kaget dan lain sebagainya.
Setibanya di depan mesjid rumah sakit itu, Ken pun melepaskan tangan Nadira. Karena Ken sadar mereka harus berwudhu untuk menshalati jenazah. Namun tiba-tiba ada yang berlari dan memeluk Nadira.
Bersambung ...