Shafa dan Juna. Dua manusia yang menamai hubungan mereka sebatas kata "teman".
Namun jauh di lubuk hati terdalam mereka, ada rasa lain yang tumbuh seiring berjalannya waktu dan segala macam ujian kehidupan.
cerita pertama aku..semoga kalian suka yah. see yaa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bintang Arsyila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter 6
Pagi menjelang, Shafa yang tertidur dengan posisi terduduk di kursi dengan badan telungkup di sisi ranjang, dikejutkan dengan usapan bapak di bahunya.
"bangun Shafa, badan kamu pasti pegel." bapak yang sudah merasa mendingan membangunkan anaknya karena khawatir Shafa akan merasa sakit jika terus tertidur dengan posisi seperti itu.
Shafa membuka mata, menegakkan tubuh dan mengusap wajahnya. Melihat sekeliling ruangan, tak mendapatkan sosok ibunya.
"ibu mana pak?" tanya Shafa
"ibu pulang dulu, katanya mau beresin kondisi rumah yang berantakan bekas muntahan bapak kemarin malam."
Shafa hanya mengangguk mendengar penjelasan bapaknya.
"bapak gimana sekarang? Udah mendingan?"
"udah kerasa enakan." jawab bapak.
Ia hendak berdiri untuk pergi ke toilet guna membersihkan diri. Namun ada jaket hitam yang terjatuh dari pangkuannya membuatnya berdiri terpaku dan keheranan. Seingatnya ia tidak membawa barang apapun. Ia mengambil jaket tersebut, mengerutkan dahi lantas matanya mencari sekeliling ruangan pemilik jaket tersebut.
"punya Juna, temen kamu" ucap bapak.
"Juna nya kemana pak? bapak tahu?"
"Dia yang anterin ibu pulang."
Shafa menghembuskan nafas, lalu menyimpan jaket tersebut di kursi. Ia melanjutkan langkah menuju toilet.
Tak berselang lama, Dokter serta perawat datang guna memeriksa keadaan bapak. Shafa yang berdiri tidak jauh dari ranjang, mendengar penjelasan dokter. Asam lambungnya naik, dan darah bapak juga tergolong rendah.
Pintu terbuka kembali setelah para perawat dan dokter pergi, Juna yang membukanya. menemukan presisi Shafa yang tengah menyuapi bapak. Shafa hanya menoleh dan tetap melanjutkan kegiatannya. Juna menghampiri Shafa. Meletakkan tangannya di bahu Shafa, dan tersenyum ke arah bapak Shafa.
"ibu udah sampe rumah nak?" tanya bapak pada Juna
"udah pak. Nanti siang katanya mau kesini lagi abis bersihin rumah" jawab Juna dengan sopan.
"makasih ya nak, jadi ngerepotin terus kamu dari semalam." ucap bapak yang menyangka jika semalam juga lah Juna yang mengantarnya ke rumah sakit ini. Bapak tidak mengetahui keadaan semalam karena kondisinya yang sedikit tidak sadarkan diri. Dia hanya tahu dari ibu Shafa bahwa teman Shafa yang mengurus semuanya. Juna mengangguk dengan senyum,menjawab perkataan bapak Shafa.
"bapak gimana keadaannya sekarang? Sudah baikan?" lanjut Juna yang masih setia memegangi bahu Shafa.
"sudah mulai mendingan" jawab bapak menerima lagi suapan Shafa.
"kata dokter, makan dijaga, jangan banyak pikiran. Mikirin apa lagi sih pak, Shafa kan udah lulus, bentar lagi Shafa bisa cari kerja. Bisa ngebantuin biaya hidup kita semua. Jadi bapak istirahat aja ya.." cerocos Shafa sambil membersihkan tempat makan yang telah bersih. selanjutnya ia memberikan obat yang telah dikasih perawat untuk dikonsumsi bapak.
Juna terpaksa melepas tangannya yang bertengger di bahu Shafa. Setelah selesai mengurusi bapaknya, Shafa dan Juna mencari sarapan di kantin rumah sakit.
"jam berapa nyampe sini?" tanya Shafa setelah menyuapkan nasi uduk ke mulutnya.
"subuh mungkin, gak liat jam" jawab Juna seadanya yang juga sedang makan nasi uduk yang sama seperti Shafa.
"batu banget, kata gue kan jangan dulu kesini. Dasar..." sambung Shafa
Juna hanya mengangkat bahu sebagai jawaban yang hanya dibalas tatapan datar oleh Shafa.
"tau gitu gue bawa celana lain" sambungnya menatap celana yang di pakai Shafa. Shafa yang tidak mengerti ucapan Juna, ikut melihat ke arah tatapan Juna.
"gak sengaja Jun, namanya juga keadaan urgent. Ibu juga kayanya bakal bawa baju ganti buat gue."
"kesini sama siapa?" tanya Juna setelah selesai memakan habis sarapannya.
"kak Faiz..abangnya Rio yang kemarin gue ceritain itu"
Juna mengerutkan kening mendengar jawaban Shafa.
"Lo hubungin dia buat minta tolong karena gue gak angkat telpon Lo? kan masih ada Maya atau yang lain, kenapa harus si Faiz Faiz itu? Baru kenal kan? Atau emang udah lama kenal tapi Lo gak cerita sama gue?" cecar Juna dengan nada sedikit sinis.
Shafa melongo mendengar tuduhan Juna.
"apaan sih Lo..gue beneran baru kenal dia kemarin. gak sengaja juga ketemu di rumah sakit, katanya temannya ada yang kecelakaan gitu. Dia nawarin bantuan, ya gue terima. orang kondisi bapak lagi urgent, gue juga mau cepet cepet bapak dikasih penanganan." jelas Shafa
Juna menghembuskan nafas dengan sedikit berat, dia menyesal karena tidurnya yang pulas kemarin, jadi tidak sempat menjawab panggilan Shafa. Acara makan malam kemarin memang sempat menghabiskan tenaga dan pikiran Juna, karena ada kejadian diluar ekspektasi dia.
"Lo orang pertama yang gue inget waktu mau cari bantuan. tapi karena ada yang dekat yang mau kasih bantuan langsung, mana bisa gue tolak." jelas Shafa sambil mengaduk es teh nya yang tinggal tersisa sedikit.
"sorry, gue semalam gak denger hp bunyi" sesal Juna.
"dasar kebo Lo.." canda Shafa seraya tersenyum miring
Shafa kemudian menceritakan semua kejadian semalam, dan juga tentang tawaran pekerjaan dari Faiz.
"emang berapa semuanya?"
"hah..apanya?" bingung Shafa
"biaya rumah sakit ini..berapa semuanya? Biar gue yang ganti ke si Faiz itu."
"dih kagak usah..kan tadi udah gue jelasin, gue bisa bayar pake gaji gue nanti. Besok mulai kerja katanya. Ya semoga aja betah dan gak berat berat amat kerjanya."
"besok gue anter" putus Juna.
"siap" jawab Shafa memberi tanda hormat, yang dibalas senyum Juna.
satu lagi bertarung dengan masa lalu tuh berat karena hampir semua masa lalu pemenang nya