Gendis seorang gadis berusia 20 tahun harus rela saat kedua orang tuanya memutuskan menjodohkannya dengan seorang pemuda mapan berusia 30 tahun bernama Danar. mereka sama sekali belum saling mengenal dan bertemu. tetapi demi baktinya pada kedua orang tuanya Gendis menerima putusan itu.
Sebelum menikah Danar memberitahu Gendis kalau dia menikahi Gendis karena kemauan orang tua Danar,yang ingin Danar menikah dengan gadis baik baik. Danar juga berterus terang pada Gendis kalau dia sudah memiliki kekasih,dan akan tetap melanjutkan hubungannya dengan kekasihnya itu. Gendis pun akan meminta cerai setelah Danar mencapai tujuannya,tapi Gendis tidak tega dengan Danar dan kedua orang tuanya,karena yakin kekasih Danar bukanlah wanita baik baik. akhirnya Gendis bertahan hanya untuk mengubah Danar menjadi lebih baik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yasmin Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 6 diundang kerumah calon mertua
"Gendis,ayo kita berangkat" teriak ibu dari arah ruang tamu memanggil namanya.
Gendis buru-^^^buru keluar dari kamarnya kemudian menghampiri ibunya.
"Lama banget itu ngapain aja sih?" tanya ibu agak sewot.
"Siap-siap kan Bu" jawab Gendis.
"Siap-siap kok lama,ayo sudah kita berangkat sekarang keburu malam" Kata ibu lagi sambil melangkah terlebih dulu keluar rumah. Ayah dan Gendis berpandangan kemudian mengikuti ibu keluar.
Akhirnya mereka sudah berada diperjalanan,ayah yang mengemudikan mobil.
"Kenapa tadi kita gak memilih dijemput saja yah?" protes ibu mengingat kejadian tadi. Keluarga Danar menawarkan akan menjemput mereka dan nanti akan mengantar pulang kembali,tapi ayah menolak. Karena masih bisa membawa mobil sendiri dan lebih nyaman rasanya kalau membawa kendaraan sendiri.
"Ya sudah to Bu,kita juga sudah dijalan mau ke rumah pak Suryo,sama saja bawa kendaraan sendiri lebih enak" jawab ayah kalem.
"Ya tapi ayah kan gak perlu capek menyetir lagi" ibu masih saja protes.
"Ayah masih kuat kok hehehe" jawab ayah sambil terkekeh.
"Ada apa sih mereka mengundang kita?" tanya Gendis penasaran.
"Gak ada apa apa nak,hanya makan malam biasa" jawab ayah memberi penjelasan. Gendis manggut- manggut dan kemudian memilih menikmati jalanan malam yang ramai.
Setengah jam kemudian mereka sudah sampai di rumah orang tua Danar. Tampak bangunan megah terpampang di depan mata mereka.
Ibu terlihat sangat takjub dan gak bisa menyembunyikan rasa takjubnya,sesekali dari bibirnya terdengar celetukan seperti orang yang baru pertama melihat rumah megah.
"Ibu bisa diem gak?" Gendis mulai kesal pada ibunya.
"Hehehehe,,," ibu terkekeh setelah sadar kalau yang dilakukannya membuat malu Gendis.
Ayah dan ibu Danar sudah menyambut mereka diruang tamu saling berbalas salam juga cipika dan cipiki. Begitu juga Gendis bergantian menyalami orang tua Danar bapak Suryo dan ibu Nungki.
Ibu Nungki memeluk Gendis dan juga menciumnya,terlihat beliau sangat sayang pada Gendis.
Setelah itu mereka mengajak keluarga Gendis untuk duduk di ruangan santai yang sangat luas dan tampak sofa-sofa besar berjajar rapi di ruangan itu.
"Di mana nak Danar?" tanya ayah Gendis setelah mereka semua duduk disofa.
"Ohh masih ada urusan di kantor"jawab pak Suryo
"Oh yaa,memang anak pekerja keras dia itu,sangat disiplin juga" puji ayah Gendis dan disambut tawa ringan ibu Nungki dan pak Suryo.
"Dan nak Gendis kesibukannya apa? tanya ibu Nungki
"Gak ada Bu,di rumah saja,dulu sempat kerja di kantoran tapi berhenti" jelas Gendis.
"oh ya,,dan tidak kuliah juga!" tanya Bu Nungki lagi.
"Tidak Bu" jawab Gendis singkat dan dengan perasaan degdegkan.
"oh,,,nanti biar dirumah saja juga setelah menikah,temani saya ya nak Gendis"
Gendis tersenyum dan mengangguk pelan.
"Saya lebih suka dengan istri yang di rumah,bukan pekerja " jelas ibu Nungki kemudian.
"Fokus dikeluarga saja ya nak Gendis"
Lagi lagi Gendis hanya mengangguk.
"Mari kita makan malam" ajak pak Suryo setelah suasana sedikit hening.
Keluarga Gendis setuju,mereka semua pun beranjak keruang makan. Dan lagi-lagi ruangan itu besar sekali,ditambah lagi kursi dan meja makan dengan ukiran menghiasi ruangan itu.
"Silahkan dinikmati hidangannya,semoga bapak,ibu dan nak Gendis suka dengan hidangan yang kami sajikan" ibu Nungki membuka suara saat mereka sudah siap dikursi masing masing.
"Hidangan yang luar biasa dan istimewa sekali ini Bu,kami merasa terhormat sekali " jawab ibunya Gendis.
"Dan sangat berterimakasih atas undangan makan malamnya" jelas ibu Gendis lagi.
"Iya ibu,kami juga merasa senang bisa mengundang bapak ibu sekeluarga,karena kami juga ingin mempererat lagi hubungan kita,kita sebentar lagi akan menjadi satu keluarga" kali ini pak Suryo yang berbicara
"Mari,mari silahkan,ayo nak Gendis jangan malu- malu" pak Suryo masih sempat menggoda Gendis membuat Gendis sedikit tersipu.
Dan 2 keluarga itu pun mulai menikmati makan malam bersama tanpa Danar dengan diselingi Senda gurau.
Selesai menikmati makan malam,mereka kembali lagi keruangan keluarga dan melanjutkan obrolan disana.
"Oh ya nak Gendis ini memang anak satu satunya Bu Endang? Tanya ibu Nungki kemudian sambil menikmati kudapan dan secangkir teh hangat.
"Iya Bu Nungki,Gendis anak saya satu satunya, Entah kenapa dulu setelah melahirkan Gendis saya tidak ingin mempunyai anak lagi,mungkin trauma saat melahirkan dia" jelas ibu Endang.
"OOO,,,begitu. Tapi trauma kenapa ya Bu Endang?"
"Pengalaman pertama melahirkan anak pertama,sedikit takut waktu itu,jadi bawaan saya stress saja Bu,dan akhirnya melahirkan juga mengalami kendala,tapi Alhamdulillah bisa lahir dengan cara normal,setalah melahirkan Gendis juga saya mengalami baby blus,dari situ saya trauma sekali" jelas ibu Gendis panjang tentang kisahnya saat melahirkan Gendis 20 tahun lalu.
"Ya,ya Bu,,maklum saja kalau pengalaman pertama kebanyakan memang seperti itu"
"Saya dulu sempat hamil anak pertama sebelum Danar,tapi keguguran. jadi Danar itu bukan anak pertama dan satu satunya,seharusnya dia punya seorang kakak,tapi saat kehamilan diusia 4 bulan saya terjatuh dan pendarahan tanpa bisa dicegah. Setelah itu sekitar 2 tahun baru saya hamil lagi,ya Danar itu" ibu Nungki juga menceritakan masa masa dulu.
"Dan saya juga memutuskan untuk tidak memiliki anak lagi,cukup Danar saja "
Gendis hanya menjadi pendengar para ibu ibu bercerita,seru juga dia mendengarnya. sedangkan para bapak bapak memilih mengobrol di ruangan lain,jadilah Gendis sendiri tanpa teman mengobrol. Meski ada Danar pun gak menjamin dia akan menemani dirinya.
Tetapi Gendis jenuh juga,dia ingin sedikit berjalan jalan di sekitar taman yang ada di samping bangunan rumah orang tua Danar.
"ibu,boleh saya berjalan-jalan di taman?" Gendis meminta ijin pada ibu Nungki.
"Ohhh boleh nak,boleeehh sayang silahkan" jawab ibu Nungki selalu dengan senyuman khasnya.
"Trimakasih" jawab Gendis. Kemudian dia berdiri dari duduknya dan melangkah keruangan samping yang tadi sempat ibu Nungki tunjukkan. Dan terdapat pintu kaca yang dibuka dengan cara digeser saja,Gendis menggeser pelan pintu itu kemudian keluar dan menuju taman yang lumayan luas. Tampak gazebo juga ada disana,Gendis menuju kesana kemudian memilih duduk sendiri di gazebo.
Seperti biasa dia memang senang menyendiri,apalagi ini tempatnya nyaman semakin membuat Gendis merasa betah ada di tempat itu.
Gendis mengambil ponsel yang dia simpan ditas kecilnya. Iseng membuka aplikasi dan memilih bermain game.
Tanpa dia sadari sudah ada Danar disampingnya,Gendis sedikit terkejut dan beringsut dari duduknya ingin menjauh dari Danar.
"Sejak kapan ada disini mas?" tanya Gendis kemudian dengan raut wajah yang sedikit kesal.
"Dari tadi,kamu asyik saja dengan game sampai gak sadar ada aku disini" jelas Danar kemudian ikut duduk disamping Gendis.
"Maaf aku tadi gak bisa ikut makan malam bersama kalian" ucap Danar meminta maaf,dan sebenarnya Gendis gak butuh ucapan itu,karena Gendis gak masalah Danar ada atau tidak diantara mereka.
"Pekerjaanku banyak sekali"
"Pekerjaan dimalam Minggu? benarkah?,atau itu hanya alasannya saja supaya bisa menghindari pertemuan ini,dan dia asyik dengan pacarnya" batin Gendis berprasangka.
"Gak masalah,,ada atau tidak ada mas Danar makan malam tetap berjalan baik kok" jawab Gendis sesuka hati.
Danar menatap Gendis entah apa yang Danar pikirkan tapi Gendis diam saja,dan cuek gak perduli kalau Danar tersinggung.
"Ya,,memang sih tapi gak enak saja dengan orang tuamu" jawab Danar.
"Hemmmm,benarkah dia memikirkan perasaan orang tuaku?" tanya Gendis lagi dihatinya.
"Orang seperti Danar sepertinya gak akan sampai kearah situ perasaannya,perduli dengan perasaan orang" hati Gendis terus berprasangka pada Danar.
"Apa kamu sudah siap?" tanya Danar kemudian.
"Siap apa?" Gendis malah balik bertanya karena memang gak mengerti maksud pertanyaan Danar.
"Menikah,,siap menikah denganku" tegas Danar.
"Ohh,,gak harus siap atau enggak kalau nanti menjalaninya biasa saja,gak ada yang harus aku debarkan menanti hari itu"jelas Gendis dengan sedikit sindiran untuk Danar.
"Hemm yaa,,baguslah,artinya kamu memang benar menyadari status dan perananmu seperti apa nanti,kamu memang istriku tapi kamu gak berhak ikut campur dikehidupan pribadiku".
"Bukannya sudah mas jelaskan kemarin? Kenapa harus mas ulang lagi? Aku sudah sangat paham soal itu" Gendis semakin mempertegas kata-katanya. Karena apa yang Danar ucap itu tidaklah penting baginya.
Danar terdiam kemudian memilih pergi meninggalkan Gendis sendiri di gazebo taman. Terlihat raut wajahnya kesal tapi Gendis gak perduli.
"Begitu saja pakai diingatkan" gerutu Gendis geram.
Gendis kembali bergabung dengan para orang tua yang masih saja mengobrol asyik. Entah apa yang mereka obrolin seperti gak ada habisnya.
"Nak,,sudah mau pulang?" tanya ibu Gendis setelah tahu anaknya sudah ada disampingnya.
"Iya Bu,sudah malam ibu dan bapak mas Danar perlu beristirahat juga" jawab Gendis.
"Ahhh enggak nak Gendis malah sepertinya waktunya kurang,kami ngobrol sampe gak perduli dengan waktu" jawab ibu Nungki.
"Iya Bu,tapi kami memang harus segera pamit,karena sudah larut malam"
"Baiklah nak,," akhirnya ibu Nungki mengalah.
Gendis menyalami kedua calon mertuanya dan lagi- lagi ibu Nungki memeluk erat dan juga menciumnya,Gendis benar benar merasakan kasih sayang itu.
Ibu dan ayah Gendis pun bergantian menyalami dan berpamitan.
Tampak Danar sedang menuruni anak tangga kemudian menghampiri Gendis dan kedua orang tuanya.
"Maaf kan saya,pak Bu,saya tadi tidak bisa ikut makan malam bersama,kebetulan sedang ada pekerjaan " Danar meminta maaf kepada orang tua Gendis.
"Oh tidak apa apa nak Danar,lain kali lagi nanti kita bisa ulang untuk makan bersama atau berkumpul dengan keluarga" jawab ibu Endang.
"Baik,nanti kapan kapan kita atur waktu kembali buat berkumpul" Danar berjanji.
"Baiklah kalau begitu kami pamit,trimakasih atas jamuan dan sambutannya,kami sangat tersanjung dan meras terhormat sekali" ayah Gendis berpamitan dan mengucap rasa terimakasihnya mewakili anak dan istrinya.
"Ahh,biasa saja pak Haryo kita akan menjadi keluarga sudah sepantasnya kita menjaga tali silaturahmi kita ini,dan apa yang kami sajikan itu adalah bentuk penghormatan kami pada bapak dan ibu juga Gendis" kata pak Suryo merendah dan menyalami ayah Gendis.
Sesaat Gendis dan kedua orang tuanya sudah pulang dari rumah orang tua Danar. Terdengar pujian-pujian selalu terucap dari pembicaraan ayah dan ibunya. Gendis hanya menjadi pendengar dan terkadang dia cuek karena sibuk dengan ponselnya.