NovelToon NovelToon
Menghapus Senja

Menghapus Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Berbaikan / Percintaan Konglomerat / Cintamanis / Romansa pedesaan
Popularitas:204
Nilai: 5
Nama Author: Mia Lamakkara

Akira, cinta masa kecil dan satu-satunya cinta di hati Elio. Ketika gadis itu menerimanya semua terasa hangat dan indah, layaknya senja yang mempesona. Namun, di satu senja nan indah, Akira pergi. Dia tidak perna lagi muncul sejak itu. Elio patah hati, sakit tak berperih. Dia tidak lagi mengagumi senja. Tenggelam dalam pekerjaan dan mabuk-mabukan. Selama tiga tahun, Elio berubah, teman-temannya merasa dia telah menjadi orang lain. Bahkan Elio sendiri seolah tidak mengenali dirinya. Semua bermula sejak hari itu, hari Akira tanpa kata tanpa kabar.
3 tahun berlalu, orag tua dan para tetua memintanya segera menikah sebelum mewarisi tanah pertanian milik keluarga, menggantikan ayahnya menjadi tuan tanah.Dengan berat hati, Elio setuju melamar Zakiya, sepupunya yang cantik, kalem dan lembut. Namun, Akira kembali.Kedatangan Akira menggoyahkan hati Elio.Dia bimbang, kerajut kembali kasih dengan Akira yang perna meninggalkannya atau tetap menikahi sepupu kecilnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mia Lamakkara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sehelai Rambutmu

Awal maret, hujan mulai jarang bertandang setelah hampir membuat panik para petani yang padinya belum dipanen di bulan februari kemarin. Untungnya, musim hujan tidak begitu mengcekam seperti tahun kemarin. Di bulan maret ini, waktunya para petani berehat sebentar untuk menarik napas lega setelah panik di bulan februari. Mereka juga memulihkan energi dan otot sebelum bergulat dengan lumpur lagi untuk menanami sawah-sawah mereka.

Malam Minggu itu, Elio datang ke rumah Akira seperti biasa, membawa gorengan dan sebotol es teh manis. Mereka duduk di teras, mengobrol santai tentang rencana akhir pekan. Akira bercerita tentang ide-ide barunya untuk dekorasi rumah, Elio tertawa mendengar leluconnya. Saat obrolan mulai mereda, Elio memberanikan diri mengajak Akira ke acara mappadendang keluarganya, perayaan panen yang akan diadakan minggu depan.

"Akira, kamu harus datang." katanya, menatap mata Akira dengan lembut. Akira tersenyum, setuju tanpa ragu. "Aku akan datang, pasti."

"Aku akan mengatur Edo menjemputmu." Ujar Elio.

"Loh? emang acaranya dimana? bukan dirumahmu?."

Elio menggeleng."Keluarga besarku cukup beruntung panen ini, gabah kami naik beberapa persen dari sebelumnya. Makanya, kakek meminta acara mappadendang melibatkan keluarga besar dan ayahku yang mengurus semuanya. Mappadendang akan dilakukan di sawah kami yang di bagian barat."

"Mappadendangnya di sawah?." Mata Akira membulat. "Selama ini, selalunya di rumah."

"Kata kakek, sejak dulu, mappadendang sebenarnya memang dilakukan di sawah. Hanya sekarang, banyak yang nggak mau repot jadi dilakukan sederhana di rumah saja. Kali ini, kakek mau mengembalikan tradisi lama."Papar Elio.

Akira mengangguk. "Ohh... begitu rupanya."

"Ehh..." Akira tersentak seolah ingat sesuatu penting. "Jadi kita malam-malam ke sawah? apa nggak ada nyamuk?." Akira berbalik ke arak Elio dengan ekspresi polosnya.

Elio tertawa geli dan mengetuk jari telunjuknya ke dahi Akira."Acara mappadendangnya siang. Kalau dilakukan malam hari, bukan hanya nyamuk yang datang. Ular dan tikus juga pasti ikut. Ada-ada aja."

"Ya.... kan, selama ini, orang mappadendang di rumah malam hari." Akira mengerucutkan bibirnya.

"Nanti aku akan sibuk karena harus mengurus tenda, kursi dan segala macamnya. Aku nggak bisa menjemputmu. Jadi, biarkan Edo yang membawamu ke sana. Nanti aku siapkan tempat khusus buatmu, sambil nunggu aku selesai urusanku."

"Nggak perlu begitu. Tissa dan Amelia juga kesana, kan? biar aku sama mereka aja."

"Tissa dan Amelia pasti dijemput Lionel dan Reimon. Nanti kamu diledek sama mereka terus."

"Si Reimon nggak ikut sibuk-sibuk gitu kayak kamu? kalian, kan sepupuan."

"Sibuk juga. Dia mengurus undangan. Tapi dia pasti bisa menyelinap pergi dan limpahin semua tugasnya ke Reinol. Kamu kayak nggak tahu tabiat dia aja."

"Acaranya pagi atau siang?."

"Acara utamanya sih siang. Tapi, orang-orang pasti akan mulai berdatangan sejak pagi. Apalagi, bupati rencananya datang sebentar."

"Kalau siang, pasti panas bangetlah."

"Kamu datangnya pas mau mappadendag aja. Nggak usah datang menyambut bupati. Lagipula, paling yang datang pagi cuma orang-orang tua dan anak-anak."

"Ya, sudah. Terserah pengaturan kamu aja."

"Nanti aku pilihin tempat yang nggak begitu panas." Kata Elio dengan nada membujuk.

Akira mengangguk setuju.

Sebelum Elio pamit pulang, ada sesuatu yang tiba-tiba mengingatkannya. Dia menatap rambut Akira yang tergerai lembut di pundaknya. "Akira, boleh aku minta sesuatu?" Elio bertanya, suaranya rendah.

"Apa itu?" Akira mengangkat wajah, penasaran.

"Sehelai rambutmu. Aku ingin mencabutnya sendiri," Elio berkata, merasa sedikit aneh tapi tidak bisa menjelaskan kenapa.

"Buat apa?." Kening Akira berkerut.

"Nggak buat apa-apa. Cuman mau kusimpan di dompet."

Akira menatap Elio. Alisnya semakin bertautan.

"Sumpah! nggak ada niat apa-apa. Cuma kusimpan di dompet." Melihat gadis itu ragu, Elio buru-buru meyakinkannya.

"Berapa helai?."

"Satu aja."

Akira menatapnya sejenak, lalu tersenyum manis. "Aku juga ingin rambutmu." Elio tertawa, merasa ada sesuatu yang spesial dalam permintaan itu.

"Tidak masalah."

"Aku mau lima helai."

"Boleh."

"Kamu dulu, deh." Akira duduk mematung, membiarkan Elio mencabut rambutnya. Jantungnya berdegup kencang menunggu. Elio menghampiri Akira. Jarak yang begitu dekat membuatnya bisa menghirup aroma sampho Akira.

lalu dengan hati-hati mencabut sehelai rambut dari ujung rambut Akira.

Akira melakukan hal yang sama, dia tertawa salah tingkah menutupi debar jantungnya mencium aroma parfum maskulin Elio. Rambut Elio yang sedikit kasar terasa lembut di tangannya. Mereka saling menukar rambut itu, tersenyum tanpa kata. Elio menggulung rambut Akira dengan hati-hati, memasukkannya ke dalam dompetnya. Akira melakukannya juga, menyimpannya di dalam kalung kecil yang selalu dia kenakan.

"Kenapa kamu tiba-tiba punya ide menyimpan rambutku?" Akira bertanya, mata berbinar. "Supaya aku selalu mengingatmu," Elio menjawab, suaranya lirih.

Akira menunduk, pipinya merona bahagia. "Aku juga."

Malam itu, Akira mengantar Elio sampai halaman rumah, berdiri disana melihatnya menaiki motornya. Elio pulang dengan kebahagiaan yang membuncah. Namun, senyum Akira perlahan memudar, tangannya meraba liontin.

"Elio, aku pasti akan selalu mengingatmu. kuharap kamu juga melakukan hal yang sama."

Elio pulang dengan langkah ringan, sehelai rambut Akira terasa seperti harta paling berharga di dompetnya.

Sebenarnya, Elio habis melakukan hal terselubung saat mengambil rambut Akira. Dia meniupkan mantra paddissengan ke ubun-ubun Akira. Ini adalah rangkaian canningrara yang didapat dari kakek buyutnya.

"Mungkin aku melakukan hal tidak terpuji. Maaf, Akira. Aku hanya terlalu menyukaimu dan tidak ingin kehilanganmu." Lirih Elio, matanya sumringah menatap sehelai rambut yang tersipan rapi di dompetnya. Mahkota kekasihnya ada di tangannya.

Sejujurnya, dia tidak percaya diri bila hanya mengandalkan dirinya dan dukungan keluarganya bisa menggenggam cinta Akira selamanya di tangannya. Ada banyak pria di luar sana yang lebih baik dengan pesona unik. Mungkin, ada satu waktu Akira akan bosan padanya dan beralih ke pelukan cinta pria lain. Elio tidak ingin hal itu terjadi, sehingga dia bertindak egois.

"Biarlah caraku mencintaimu salah. Caraku mendapatkanmu salah. Tapi perasaan cinta dan pengabdianku padamu tidak salah. Kasih sayangku semua benar adanya." Pikir Elio.

"Akira, malam ini, aku merebut sehelai mahkotamu. Di masa depan, aku akan menjadikanmu satu-satunya ratu di hidupku. Bekerja keras untuk membangun istana kita."

"Mungkin tidak bisa membuat wanita di dunia iri padamu namun aku pastikan bahwa hidupmu akan lebih baik dari banyak wanita di dunia. Aku akan membuat wanita di desa iri." Elio menyimpan dompet tempat rambut di dadanya seperti dia menyimpan janji itu dalam hatinya.

Elio terlelap dalam buaian kebahagiaan membuncah. Dia tidak tahu, malam itu adalah malam terakhir Akira mengantarnya.

Paginya, Elio terbangun di kamarnya dengan dompet berisi rambut Akira. Ia mengeluarkan rambut itu dan memegangnya dengan hati-hati. Bau shampo Akira masih melekat, membuat senyumnya melebar. Menyimpannya kembali, keberadaan rambut itu membuat jantung berddetak semangat. Elio mengawali harinya denga senyum manis. Tanpa sadar, dia akan mengalami peristiwa besar yang mengguncang hidupnya beberapa hari kedepan.

1
Kim Tyaa
semangat, jangan pernah nyerah untuk terus up ya thor.

Konsisten dan tetap percaya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!