Gayatri, seorang ibu rumah tangga yang selama 25 tahun terakhir mengabdikan hidupnya untuk melayani keluarga dengan sepenuh hati. Meskipun begitu, apapun yang ia lakukan selalu terasa salah di mata keluarga sang suami.
Di hari ulang tahun pernikahannya yang ke-25 tahun, bukannya mendapatkan hadiah mewah atas semua pengorbanannya, Gayatri justru mendapatkan kenyataan pahit. Suaminya berselingkuh dengan rekan kerjanya yang cantik nan seksi.
Hidup dan keyakinan Gayatri hancur seketika. Semua pengabdian dan pengorbanan selama 25 tahun terasa sia-sia. Namun, Gayatri tahu bahwa ia tidak bisa menyerah pada nasib begitu saja.
Ia mungkin hanya ibu rumah tangga biasa, tetapi bukan berarti ia lemah. Mampukan Gayatri membalas pengkhianatan suaminya dengan setimpal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hernn Khrnsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GAYATRI 05
“Aku rasa, istri dan anakmu itu terlalu berlebihan! Acara yang seharusnya menyenangkan bagiku jadi berubah menyebalkan. Dan semua itu karena ulah putramu!” keluh Nadya.
Mahesa yang sedari tadi mendengarkan keluhan Nadya, berjalan mendekatinya dan memeluknya dari belakang dengan mesra.
“Jangan marah. Aku minta maaf, ya? Lain kali akan aku ajari Keandra agar bersikap lebih sopan terhadapmu,” bujuk Mahesa lembut dan penuh perhatian.
Namun, tak semudah itu memenangkan hati Nadya. Wajah perempuan itu merengut kesal dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada.
“Oke, baiklah.” Mahesa memeluk Nadya lebih mesra. “Bagaimana kalau kita pergi makan malam sekaligus merayakan keberhasilanmu?”
Mendengar tawaran itu, barulah Nadya tersenyum manja. “Makan malam romantis? Hanya kita berdua, kan?”
Mahesa mengangguk, “Tentu, apapun yang kau inginkan.”
“Tapi … bagaimana dengan keluargamu? Mereka pasti akan mencarimu jika kau pulang larut.” Nadya kembali merengut, mengingat betapa ketatnya aturan keluarga Mahesa.
Namun, Mahesa tersenyum, ia mengusap lembut pipi Nadya. “Tenang saja, nanti aku akan menghubungi rumah dan mengatakan bahwa aku ada pekerjaan mendadak sehingga harus pulang larut.”
“Hm, oke.” Nadya tersenyum puas dan memeluk Mahesa dengan erat. “Malam ini hanya akan menjadi milik kita berdua.”
Tiga puluh menit berikutnya, mereka sudah tiba di restoran yang cukup mewah di kalangan mereka. Mahesa menggamit lengan Nadya dengan mesra sambil melemparkan tatapan genitnya.
Keduanya berjalan masuk dengan beriringan, seolah mereka adalah pasangan yang paling sempurna. Meski usia mereka terpaut jauh, Nadya sama sekali tidak merasa keberatan dengan hal itu. Begitu pula dengan Mahesa.
Salah seorang pramusaji mendatangi mereka sesaat setelah mereka duduk di kursi. Mahesa langsung memesan makanan kesukaan Nadya.
“Kau paling tahu apa yang kusuka,” puji Nadya, merasa dihargai dengan sikap Mahesa itu.
Tersenyum lembut, Mahesa mengusap punggung tangan Nadya. “Sudah pasti aku ingat, karena kau adalah wanita yang kucinta.
Nadya merasa terbang tinggi usai mendengar rayuan Mahesa. Bersama dengannya, Nadya merasa sangat dicintai, meski ia hanya menjadi yang kedua. Tetapi, ia tetap merasa tidak masalah, cinta telah membuatnya buta.
Tak lama dari itu, makanan mereka pun datang. Mereka makan dengan diiringi musik romantis, seakan mendukung suasana. Sesekali, Mahesa menyuapi Nadya dengan mesra.
Sementara itu, di rumah, Gayatri tengah menahan kantuk di ruang tamu. Ia tak bisa tidur sebelum memastikan sang suami pulang ke rumah dengan aman.
“Ibu? Kenapa belum tidur?”
Keandra yang terbangun untuk mengambil air minum, tak sengaja memergoki ibunya yang masih terjaga.
“Kau pasti haus, ya? Mau ibu ambilkan minum?” Gayatri bangun dari duduknya dan mendekati sang putra.
“Andra bisa sendiri, Bu. Kenapa Ibu masih belum tidur?” tanyanya cemas. Niatnya untuk mengambil air lenyap seketika.
“Ibu sedang menunggu ayahmu pulang, Nak.” Gayatri menyahut sambil menahan kantuk yang kian mendera.
“Tidurlah, Bu. Ini sudah larut. Ayah bukan anak-anak lagi yang harus Ibu cemaskan jika belum pulang. Aku yakin dia bisa menjaga dirinya sendiri.”
“Ayahmu memang bisa menjaga dirinya sendiri, tetapi ibu hanya ingin memastikan dia pulang dengan selamat,” kata Gayatri, berharap putranya mengerti. “Ini sudah menjadi tugas seorang istri, Nak. Kelak, jika kau sudah menikah, istrimu juga akan berlaku demikian.”
Keandra menggeleng pelan. “Tidak, Bu. Jika aku menikah nanti, aku akan meminta istriku untuk mementingkan dirinya lebih dulu.”
Gayatri tersenyum simpul mendengar pernyataan sang putra yang tersirat. Selama 25 tahun menikah dengan Mahesa, tak sekalipun Gayatri memikirkan kebahagiaan untuk dirinya sendiri. Yang selalu ia pikirkan adalah anak-anak, suami dan mertuanya.
Selama 25 tahun menikah dengan Mahesa pula, tak sekalipun sang suami mengajaknya jalan-jalan ataupun ikut acara-acara penting di kantornya. Gayatri sendiri sama sekali tidak masalah, karena yang terpenting baginya, melihat keluarganya bahagia saja sudah lebih dari cukup.
Terlebih lagi, Gayatri merasa ada jurang besar yang memisahkan dirinya dengan sang suami selama beberapa tahun terakhir. Ia sadar bahwa ia jarang bisa hadir untuk suaminya dalam hal pekerjaan, ia tak bisa diajak membicarakan project ataupun perhitungan harga dalam sebuah bisnis.
Gayatri tidak berpendidikan tinggi seperti kebanyakan istri-istri dan ibu-ibu modern di luaran sana. Itu sebabnya, sang suami dan kedua anaknya yang lain selalu merasa malu. Hanya Keandra saja yang sepertinya selalu bangga dengan apapun hal yang dllakukan Gayatri.
“Ibu? Kenapa melamun? Pergilah tidur,” kata Keandra setengah memerintah Gayatri.
“Kau tidurlah lebih dulu, Ibu akan menunggu ayahmu pulang. Ibu baru bisa tenang jika ayahmu sudah di rumah,” katanya masih teguh pada pendiriannya.
“Pergilah tidur, Bu. Biar aku yang menunggui ayah pulang,” tawar Keandra.
Tetapi, Gayatri tetap menolak, mengingat pertengkaran yang baru terjadi tadi siang dan kebiasaan suami membuat Gayatri enggan tidur lebih dulu.
“Bagaimana jika ayahmu pulang dalam keadaan lapar? Kau tidak akan bisa memanaskan makan malamnya dengan benar. Sudah, pergilah tidur, besok kau masih harus kursus, kan?”
Keandra meragu, “Tapi ….”
“Sudah sana, kembali ke kamarmu dan tidurlah dengan nyenyak,” pinta Gayatri seraya mendorong punggung putranya untuk menjauh.
Selepas memastikan Keandra kembali ke kamarnya, Gayatri kembali duduk di sofa, menunggui Mahesa pulang tanpa tahu bahwa sebenarnya sang suami tengah bermesraan dengan rekan kerjanya sendiri.
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, akan tetapi masih belum ada tanda-tanda suaminya akan pulang. Gayatri kian cemas. “Dia terlalu bekerja keras, sampai-sampai sudah larut malam pun belum kunjung pulang,” gumamnya khawatir terjadi sesuatu pada Mahesa.
Ia bahkan berkali-kali mengecek jendela dan ponsel usangnya. Tiap menitnya sangat membuat Gayatri merasa cemas. Mahesa baru sampai rumah ketika jam menunjukkan pukul 12 malam. Begitu mendengar suara deru mobil sang suami, Gayatri buru-buru membuka pintu.
“Akhirnya kau pulang juga,” ucapnya merasa lega. Ia langsung menyambut tas kerja yang dibawa Mahesa dan memberi pria itu segelas air minum yang sudah ia siapkan sebelumnya.
“Kau pasti sangat lelah, aku akan siapkan air hangat lalu memanaskan makanannya, ya.” Gayatri mulai sibuk melayani keperluan sang suami.
“Siapkan air hangat saja,” kata Mahesa seraya melepaskan sepatunya.
Gayatri berbalik dan menatap suaminya dengan heran, “Kau tidak lapar? Biasanya kau akan makan malam dulu sebelum tidur. Kau tidak akan bisa tidur nyenyak jika perutmu kosong.”
“Aku sudah makan bersama dengan rekan kantor yang lainnya dan sekarang masih kenyang,” katanya berbohong.
Gayatri tersenyum pahit, “Baiklah, aku siapkan air hangatnya.”
Namun, baru beberapa langkah Gayatri menjauh, Mahesa kembali memanggilnya. “Ya? Kau butuh sesuatu lagi?” tanyanya pelan.
“Jangan lupa siapkan balsam, pinggangku sepertinya terasa sakit.”