NovelToon NovelToon
Dinikahi Duda Mandul!!

Dinikahi Duda Mandul!!

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Romantis / Janda / Duda / Romansa / Chicklit
Popularitas:7.7k
Nilai: 5
Nama Author: Hanela cantik

Kirana menatap kedua anaknya dengan sedih. Arka, yang baru berusia delapan tahun, dan Tiara, yang berusia lima tahun. Setelah kematian suaminya, Arya, tiga tahun yang lalu, Kirana memilih untuk tidak menikah lagi. Ia bertekad, apa pun yang terjadi, ia akan menjadi pelindung tunggal bagi dua harta yang ditinggalkan suaminya.

Meskipun hidup mereka pas-pasan, di mana Kirana bekerja sebagai karyawan di sebuah toko sembako dengan gaji yang hanya cukup untuk membayar kontrakan bulanan dan menyambung makan harian, ia berusaha menutupi kepahitan hidupnya dengan senyum.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanela cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 5

Kirana melangkah tergesa-gesa di sepanjang gang. Matahari sore mulai condong, dan ia harus segera sampai di rumah sebelum Arka dan Tiara mulai khawatir. Kakinya pegal, namun semangat untuk melihat senyum kedua anaknya mengalahkan rasa lelah. Ia membayangkan Tiara langsung lari memeluknya dan Arka menyambutnya dengan cerita dari sekolah.

Begitu sampai di depan pintu rumahnya yang kecil, Kirana terdiam. Pintu itu tertutup rapat.

Awalnya ia berpikir itu hal yang wajar. Mungkin Arka dan Tiara sedang asyik bermain di dalam. Ia membuka pintu dengan kunci serepnya dan melangkah masuk.

“Arka! Tiara! Ibu pulang!” seru Kirana, suaranya terdengar ceria, namun langsung surut ketika menyadari keheningan di dalam.

Rumah itu kosong.

Ia segera berlari ke belakang, memeriksa kamar, lalu ke kamar mandi. Kosong. Pandangannya beralih ke tudung saji di meja makan. Makan siang mereka—nasi dan sayur yang ia siapkan—masih utuh, tidak tersentuh.

Napas Kirana tercekat. Jantungnya berdebar kencang. Ia segera keluar rumah.

“Arka! Tiara!” panggilnya panik, suaranya sudah bergetar. Ia menyisir gang depan rumah, tapi tidak ada anak-anak yang bermain.

Jangan main jauh-jauh. Takutnya kesasar, ia ingat pesannya pagi tadi.

Panik, ia bergegas menuju rumah Lilis, tetangga yang rumahnya berdampingan, dan mengetuk dengan keras.

“mbak Rita! mbak Rita!” panggil Kirana.

Pintu terbuka. Bu Rita, ibunya Lilis, menatap Kirana dengan heran.

“Eh, Kirana. Sudah pulang? Kenapa panik gitu?” tanya Bu Rita.

“Lilis… mbak Rita, Lilis main sama Tiara? Atau lihat Arka?” tanya Kirana, suaranya hampir menyerupai rintihan.

 Rita menggeleng. “Lho, aku baru datang. Tadi siang aku ajak Lilis ke rumah neneknya di ujung sana. Kami baru sampai lima menit lalu. Tiara katanya sendiri di rumah tadi.”

Dunia Kirana seolah runtuh.

“A… Arka… Tiara… mereka nggak ada di rumah, Mbak” ucap Kirana, air mata sudah menggenang di matanya. Ia tak sanggup lagi menahan tangis. “Saya sudah bilang jangan pergi jauh-jauh. Ya Allah… anak saya…”

Bu Rita langsung ikut panik. “Aduh, Kirana! Coba tenang dulu. Mungkin mereka cuma ke warung sebentar.”

“Nggak, mbak Rita! Mereka nggak akan pergi tanpa izin. Saya khawatir… Siang tadi Tiara sempat kesasar kan waktu mau ke tempat kerja saya. Arka bilang sudah janji nggak akan diulangi lagi. Tapi ini…” Kirana menutup mulutnya dengan tangan, berusaha meredam isakannya.

“Ayo, Kirana, jangan nangis dulu. Kita cari. Saya temani kamu!” ajak Bu Rita.

Kirana mengangguk sambil terisak dan berbalik menuju rumahnya untuk mengambil ponsel, namun ia langsung terhenti di depan gerbang kecilnya.

Sebuah mobil sedan berwarna hitam mengkilat yang tampak sangat mahal dan mencolok di gang kumuh mereka, baru saja berhenti dengan perlahan tepat di depan rumah Kirana.

Pintu mobil terbuka, dan dari dalam, Arka keluar. Ia terlihat rapi, namun wajahnya sedikit sembab. Ia diikuti oleh Tiara, yang langsung berlari kecil menghampiri Kirana.

“Ibu!!!” seru Tiara.

Tangis Kirana yang tadinya tertahan langsung pecah. Ia berlutut dan memeluk Tiara seerat-eratnya, menangis histeris. Arka mendekat, matanya berkaca-kaca melihat ibunya begitu panik.

“Ya Allah… kalian dari mana? Kenapa bisa—kenapa bisa nggak ada di rumah? Ibu cari… Ibu takut—”

Suara Kirana patah berulang kali. Ia menangis sejadi-jadinya, menciumi kepala kedua anaknya.

Tiara menangis tersedu-sedu. “Tiara mau ke Ibu… Tiara lupa jalan…”

Arka ikut menangis pelan di pelukan ibunya. “Maaf, Bu… Arka nggak bisa jagain Tiara…”

Kirana menggeleng cepat, memeluk mereka semakin erat.

“Bukan salah kalian… bukan salah kalian… Ibu yang salah sudah tinggalin kalian sendirian…”

“Maafin Tiara, Bu… maafin Arka…” ucap Arka pelan.

Dari mobil yang sama, Yuda keluar dari kursi pengemudi. Hati mencelos melihat pemandangan itu. Tapi ada satu yang mengganjal. Wanita yang dipeluk anak itu. Setelah berpikir cukup lama dia baru ingat jika wanita itu adalah Kirana, orang yang membantunya kemarin.

Ia berdiri di samping mobil, memperhatikan mereka dengan tatapan lembut namun sedikit canggung.

Kirana segera mengusap air matanya, mencoba merapikan diri. Ia masih memeluk Tiara dengan satu tangan.

Suara berat seorang pria terdengar pelan namun jelas di belakang mereka.

“Maaf, Mbak… saya tadi lihat anaknya nangis di jalan… dia kesasar,” jelas Yuda pelan.

Kirana mendongak. Ia melihat wajah asing seorang pria tampan yang berdiri di samping mobil mewah. Ia juga melihat sisa-sisa biskuit dan remah-remah di sudut bibir Tiara.

Kirana menatap Yuda lama, menahan napas.

“Terima kasih, Mas… terima kasih banyak. Saya nggak tahu harus gimana kalau bukan Mas yang menemukan mereka…”

Yuda buru-buru menggeleng, terlihat canggung. “Nggak apa-apa, Mbak. Saya cuma kebetulan lewat kok. Kebetulan Tiara nangis di depan rumah saya jadi saya tanyain. Saya juga minta maaf mbak tadi ibu saya ngajak mereka buat makan siang karena ibu saya tanya mereka belum makan siang. Ibu saya langsung ngajak mereka makan dulu mbak"

" habis itu tadi di ajak main dulu sebelum kesini. Ibu saya sangat suka dengan anak kecil mbak. Jadi saya minta maaf mbak sudah buat mbak khawatir " jelas Yuda tanpa menutupi sesuatu.Yuda masih menunduk, suaranya terdengar penuh rasa bersalah dan sungkan.

“Jadi… saya minta maaf, Mbak. Ibu saya itu, kalau sudah lihat anak kecil… langsung luluh. Begitu tahu mereka belum makan, ya sudah… langsung diajak masuk,” lanjut Yuda hati-hati, takut membuat Kirana tersinggung.

Kirana terdiam beberapa detik, menatap kedua anaknya yang kini bersembunyi di belakangnya—Arka menunduk, Tiara memegang rok ibunya erat-erat.

Ia mengembuskan napas panjang, bukan marah, tetapi lebih karena kelegaan yang amat besar.

“A-…nggak apa-apa, Mas…” ucap Kirana pelan, suaranya bergetar namun lembut. “Saya malah… berterima kasih. Terima kasih Mas dan… ibu Mas sudah nolong anak-anak saya.”

“Kami benar-benar nggak bermaksud bikin Mbak khawatir,” tambah Yuda lagi.

Arka mendongak sedikit, suaranya kecil namun tegas, “Maaf ya, Bu… tadi Arka nggak bisa jagain Tiara… terus Arka malah ikut makan di rumah Nenek itu… maaf Bu…”

Yuda buru-buru menyela, “Itu bukan salah mereka, Mbak. Ibu saya yang maksa. Arka sudah nolak sopan berkali-kali.”

Kirana menatap Arka, lalu Yuda, kemudian kembali ke Arka. Mata ibu itu melembut—ada bangga, ada sedih, ada syukur.

Ia berjongkok dan menarik kedua anaknya ke dalam pelukan.

“Yang penting kalian selamat… itu aja sudah cukup. Ibu nggak marah…” bisiknya.

Tiara mengangguk sambil mengusap matanya. “Nenek baik, Bu… Tiara dikasih makan sama dikasih susu…”

Arka menambahkan lirih, “Dikasih mainan juga Bu… tapi Arka tadi takut Ibu pulang terus kita nggak ada…”

Kirana mengelus kepala keduanya, lalu berdiri sambil menoleh pada Yuda.

“Mas… saya benar-benar nggak tahu harus balas apa. Kalau Mas dan ibu Mas nggak ada… saya nggak bisa bayangin Tiara akan gimana…”

Yuda mengangkat tangan cepat-cepat, menolak dipuji.

“Jangan gitu, Mbak… saya cuma melakukan apa yang manusia harus lakukan aja. Lagi pula…” ia menggaruk tengkuknya, sedikit canggung, “… mbak juga udah bantuin saya waktu itu, anggap aja ini balasannya untuk kebaikan mbak"

“Sekali lagi… terima kasih, Mas.”

Yuda mengangguk.

“Kalau begitu… saya pamit dulu ya, Mbak.”

"Nggeh mas, terimakasih sekali lagi"

Ia melambaikan tangan kecil kepada dua anak itu, lalu pada Kirana, sebelum berjalan ke mobilnya.

1
Erna Riyanto
hahhh...ikut plong hatiku ...
Evi Lusiana
mewek thor dgr do'any kiran wktu sholat istikharoh,sungguh karakter wanita kuat,dan ttp mnjg iman ny walopun kesepian,kesusahan👍
Evi Lusiana
kiran org baik dn bertemu jodoh yg baik
Ds Phone
marah betul tak ada ampun
Ds Phone
orang kalau buat baik balas nya juga baik
Ds Phone
baru bunga bunga yang keluar
Ds Phone
mula mula cakap biasa aja
Ds Phone
terima aja lah
Ds Phone
orang tu dah terpikat dekat awak
Ds Phone
orang berbudi kitaberbads
Ds Phone
dia kan malu kalau di tolong selalu
Ds Phone
tinggal nikah lagi
Ds Phone
terlampau susah hati
Ds Phone
dia tak mintak tolong juga tu
Ds Phone
orang tak biasa macam tu
Ds Phone
senang hati lah tu
Ds Phone
dah mula nak rapat
Ds Phone
emak kata anak kata emak sama aja
Ds Phone
dah mula berkenan lah tu
Ds Phone
itu lah jodoh kau
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!