cerita ini aku ambil dari kisah aku sendiri
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agnura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps# Memilih untuk menerima telepon dari gio atau bertahan dengan suara jen
---
Pulang sekolah pun tiba. Seperti biasa, suara bel terakhir terdengar nyaring, menandai kebebasan sementara dari tumpukan tugas dan catatan di buku pelajaran. Langit siang itu sedikit mendung, tapi masih menyisakan cahaya hangat yang menembus sela-sela dedaunan di halaman sekolah. Aku berjalan pelan menuju parkiran sambil menenteng helm di tangan, mencoba mengabaikan notifikasi yang terus bergetar di saku rok seragamku.
Sudah bisa ditebak—Gio lagi.
Dia memang selalu begitu. Setiap kali jam pulang tiba, pasti dia menelpon. Kadang cuma menanyakan hal sepele seperti, “Udah pulang belum?” atau “Laper nggak?” tapi entah kenapa selalu ada nada posesif yang tersembunyi di balik suaranya.
Dan seperti biasa juga, aku tidak mengangkat.
Aku tahu, Gio bukan pacarku. Kami hanya teman—setidaknya begitu seharusnya. Tapi di antara jarak dan waktu, kadang batas “teman” itu terasa kabur. Ia terlalu sering hadir di hidupku, terlalu sering peduli, sampai aku sendiri kadang bingung: sebenarnya aku salah, atau dia yang terlalu berharap?
Aku menyalakan motor, menarik napas panjang. Jalanan menuju rumah ramai seperti biasa, suara klakson bersahutan, dan angin sore menyentuh wajahku lembut. Di saat seperti ini, aku biasanya menelpon Jen.
Dan benar saja, begitu aku mulai jalan pertama kulalui, jempolku otomatis menekan nama “Jen 💬” di layar ponsel.
“Haloo yang, udah pulang?” suaranya terdengar ceria, sedikit serak karena seharian ngomong di kelas.
“Udah nih. Lagi di jalan,” jawabku sambil tersenyum kecil.
“Gio nelpon lagi?” tanyanya, seolah bisa membaca pikiranku.
Aku tertawa pelan. “Ya, kayak biasa. Aku nggak angkat.”
“Dia masih belum sadar ya kalo kamu nggak punya perasaan yang sama sudahlah kamu blokir aja?”
Pertanyaan itu membuatku terdiam sejenak. Motor yang ku kendarai sedikit melambat karena seperti biasa aku terlalu fokus menelpon sama Jen, tapi nggak tahu kenapa di saat gio menelpon terus kayak rasanya kasihan," sudahlah aku angkat aja," itulah pikiran jahatku dan aku berniat untuk mengakhiri teleponan sama Jen " Jen udah dulu ya baterai HP aku udah low bet nanti kalau aku sudah di rumah aku telepon lagi"
" iya sayang boleh hati-hati ya di jalannya jangan melamun bawa motornya" Jawab jen
dan tebakanku benar setelah aku menutup telepon dari Jen, ada telepon masuk dari gio "tringgggg tringgggg tringgggg " hallo kaa " jawab ku
" hallo dek Kamu lagi di mana, udah pulang sekolah atau belum , dari tadi kakak telepon kok gak diangkat kakak ganggu ya" dari pertanyaan dia kok aku agak heran ya kayak dia itu takut aku kenapa2, cemasnya itu seperti berlebihan itu menurut pikiranku atau memang dia orangnya seperti itu, karena kalau dilihat-lihat memang dia umurnya lebih dewasa dari aku, jadi mungkin wajar saja jika pemikirannya lebih dewasa dari jen, karena aku sama Jen cuma beda satu tahun, Jen yang sifatnya kekanak-kanakan, terkadang suka marah-marah gak jelas, cemburu Gak jelas dan setiap harinya selalu uring-uringan, yang kadang membuat aku risih terlebih ketika aku menghubungi dia hp-nya kadang selalu tidak aktif entahlah mungkin karena nggak ada sinyal atau memang dia cuma main-main sama aku, tapi pikiranku tetap selalu positif bagaimanapun juga Jen adalah pacar resmi aku, dan aku harus mengurangi komunikasi terhadap laki-laki lain.
