Jihan Hadid, seorang EO profesional, menjadi korban kesalahan identitas di rumah sakit yang membuatnya disuntik spermatozoa dari tiga pria berbeda—Adrian, David, dan Yusuf—CEO berkuasa sekaligus mafia. Tiga bulan kemudian, Jihan pingsan saat bekerja dan diketahui tengah mengandung kembar dari tiga ayah berbeda. David dan Yusuf siap bertanggung jawab, namun Adrian menolak mentah-mentah dan memaksa Jihan untuk menggugurkan kandungannya. Di tengah intrik, tekanan, dan ancaman, Jihan harus memperjuangkan hidupnya dan ketiga anak yang ia kandung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Tiga bulan kemudian langit Istanbul siang itu cerah, tapi atmosfer di dalam ballroom kerajaan terasa jauh lebih gemerlap dari apa pun yang ada di luar sana.
Lampu kristal menggantung dari langit-langit setinggi enam meter, bunga-bunga langka dari empat benua menghiasi setiap sudut ruangan, dan permadani persia membentang sejauh mata memandang.
Ratusan orang sibuk berlalu-lalang, mengenakan headset, membawa clipboard dan menyusun detail terakhir dari acara yang telah dirancang selama berbulan-bulan.
Di tengah semua itu, Jihan berdiri dengan pakaian hitam elegan khas EO dengan rambut disanggul rapi, wajahnya serius tapi tetap menawan.
"Ayo cepat! Sebentar lagi pengantin datang!" teriak Jihan melalui mic kecil di lehernya.
“Dekor VIP sudah siap!” ucap Mia
“Lighting panggung pernikahan?” tanya Jihan.
“Sudah dicek!” sahut Rio dari balik sound console.
Jihan mengangguk cepat, lalu memeriksa jam tangannya.
Detik demi detik terasa seperti ancaman, karena semuanya harus sempurna.
Tidak boleh ada kesalahan dalam pernikahan Sultan yang diadakan lewat EO nya
Tiba-tiba terdengar suara mobil-mobil mewah mulai terdengar dari halaman istana.
“Pengantin dan keluarga kerajaan sudah sampai!” teriak salah satu panitia.
Jihan berdiri di tengah ruangan, matanya tajam menilai setiap detail terakhir.
Lalu ia menyentuh earpiece-nya dan meminta semua tim di posisi masing-masing.
Pintu utama dibuka perlahan dengan iringan musik orkestra, semua mata tertuju ke arah sepasang pengantin yang melangkah masuk ke dalam.
Acara pun dimulai dan para tamu sudah banyak yang hadir.
Terik matahari menyinari halaman belakang rumah megah itu.
Suara musik lembut dari live orchestra berpadu dengan tawa dan obrolan para tamu yang datang mengenakan pakaian terbaik mereka.
Pelayan berlalu-lalang, menyajikan hidangan mewah dan minuman segar.
Di antara keramaian itu, Jihan berdiri sambil menggenggam perutnya.
Wajahnya pucat, keringat dingin mulai membasahi pelipis.
Senyumnya menipis saat ia merasa mual semakin menjadi-jadi.
"Mia..." panggilnya pelan.
Mia yang sedang memberi instruksi kepada pelayan menoleh cepat.
"Ya, kenapa?"
"Kamu yang sambut para tamu ya, aku-" Jihan tak sanggup menyelesaikan kalimatnya.
Ia menutup mulutnya dengan tangan dan segera berjalan cepat menuju dalam rumah.
David, Adrian, dan Yusuf yang sedang berbincang di dekat kolam renang melihatnya.
"Dia kenapa?" tanya Yusuf dengan alis berkerut.
"Dia kelihatan pucat," ucap David.
Adrian hanya memperhatikannya tanpa bicara Apap.
Jihan membuka pintu kamar mandi dan langsung menunduk ke wastafel, muntah hebat.
Tubuhnya lemas, matanya memerah dan nafasnya tersengal.
Ia mencoba menenangkan dirinya, namun rasa mual tak kunjung hilang.
"Kenapa lagi perutku ini," gumam Jihan sambil merogoh ke dalam tas kecilnya dan mengeluarkan botol kecil minyak kayu putih.
Ia membuka tutupnya dengan tangan gemetar, lalu menghirup dalam-dalam aromanya.
Aroma hangat itu sedikit menenangkan kepalanya yang pusing.
Ia menatap ke arah cermin dan wajahnya tampak sangat lelah.
"Aku baik-baik saja dan aku harus menyelesaikan sampai selesai," ucap Jihan pada dirinya sendiri.
Ia membenahi rambutnya dan melangkah keluar dari kamar mandi.
Jihan melihat Adrian, David, dan Yusuf kini duduk santai di dekat kamar mandi dan masing-masing menikmati cerutu mewah sambil bersandar.
Obrolan ringan masih terus bergulir, tetapi sesekali mata Adrian melirik ke arah Jihan yang baru saja keluar dari kamar mandi
Jihan berjalan tanpa menyapa mereka bertiga yang sedang mengobrol.
Baru saja beberapa langkah ia merasakan tubuh yang melayang dan Jihan langsung jatuh pingsan.
“JIHAN!!” teriak David saat melihat tubuh Jihan ambruk ke lantai.
Cerutu Adrian terjatuh dari tangannya, Yusuf berdiri spontan dan mereka semua bergegas menghampiri.
Adrian langsung membopong tubuh Jihan, yang kini pingsan dengan wajah pucat dan nafas sangat lemah.
“Mobil! Sekarang!” perintah Adrian.
David lari lebih dulu ke mobil dan menyalakan mesin.
Yusuf mengeluarkan ponselnya dan menelepon rumah sakit.
"Pasien wanita atas nama Jihan. Usia dua puluh lima. Tak sadarkan diri, kemungkinan tekanan darah drop. Siapkan ruang UGD segera!"
Adrian membawa Jihan ke dalam mobil, duduk di kursi belakang.
Ia memangku tubuhnya, menepuk pipinya pelan, berharap ia membuka mata.
"Bertahanlah Jihan." ucap Adrian
David memacu mobil dengan kecepatan tinggi. Di dashboard mobil, jam menunjukkan pukul 14:27.
Klakson dibunyikan berkali-kali, menerobos kemacetan.
Dua puluh menit kemudian mereka telah sampai di rumah sakit.
Suasana di Unit Gawat Darurat begitu tegang. Suara sepatu para perawat berderap cepat di lorong, membawa alat-alat medis.
Di tengah ruangan, Jihan terbaring tak sadarkan diri, wajahnya pucat, tubuhnya lemas seperti tak bernyawa.
Dokter Aylin datang dengan raut wajahnya penuh kekhawatiran.
Aylin melihat kondisi Jihan yang masih belum sadarkan diri.
Ia segera mengenakan sarung tangan dan memeriksa tekanan darah serta denyut nadi Jihan.
“Kram lagi?” gumamnya sambil memeriksa bagian bawah perut pasiennya.
Namun, sesuatu membuatnya berhenti sejenak dan ia mendekatkan stetoskop ke perut Jihan.
"Tunggu, Ini..." gumam Aylin sambil mengernyitkan keningnya.
Ia mendengar suara tiga detak jantung di rahim Jihan.
"Tiga detak jantung janin?" desis Aylin, nyaris tak percaya.
Aylin memanggil perawat agar mengambil buku kesehatan milik Jihan.
“Ambilkan buku kesehatan pasien ini, cepat. Laci ketiga di ruang rekam medis.”
Perawat itu mengangguk dan pergi dengan cepat.
Sementara itu, Aylin menatap wajah Jihan dengan kebingungan, panik dan cemas. Ia mencoba merangkai kepingan logika yang belum sepenuhnya tersusun.
Tak butuh waktu lama, perawat kembali dan menyerahkan buku kesehatan milik Jihan.
Aylin membuka buku itu dan membalik halaman demi halaman, hingga...
Mata Aylin membelalak. Napasnya tercekat.
"Tidak mungkin..." gumamnya.
Di halaman akhir, tertulis dengan tinta tebal tentang suntikan spermatozoa diberikan oleh dr. Seymus Program fertilisasi.
“Seymus, seharusnya spermatozoa ini untuk Maria, bukan Jihan." gumam Aylin.
Aylin menutup buku itu dengan tangan gemetar sambil bersandar sejenak di tepi meja pemeriksaan, pikirannya kacau.
“Jadi sekarang Jihan bukan mengalami kram biasa. Dia hamil dan bukan hanya itu, Jihan hamil anak kembar tiga dengan ayah yang berbeda."
Matanya kembali mengarah pada Jihan yang masih tak sadarkan diri.
"Yang paling gila ini bukan kehamilan biasa. Ini akibat kesalahan prosedur medis.”
Wajah Aylin menegang, antara marah dan bingung.
“Seymus, apa yang sudah kamu lakukan?" gumam Aylin sambil menatap wajah Jihan yang masih belum sadarkan diri.
Tak berselang lama Jihan membuka matanya dan melihat dokter Aylin ada di sampingnya.
"Dokter, aku sakit apa?" tanya Jihan dengan suara lirih.
Dokter Aylin menghela nafas panjang dan ia memanggil mereka bertiga agar masuk ke ruang UGD.
"Kenapa dokter memanggil mereka?" tanya Jihan yang kebingungan.
Mereka bertiga juga kebingungan ketika dokter Aylin yang meminta mereka masuk.
"Jihan, aku minta maaf. Ada kesalahan yang dilakukan oleh dokter seymus."
"Maksud dokter apa?" tanya Jihan.
"Dokter seymus telah salah dengan memberikan spermatozoa ke dalam rahim mu dan sekarang kamu hamil," jawab Dokter Aylin dengan suara yang gemetar.