Spin-off dari Istri Amnesia Tuan G
Dalam beberapa jam, Axello Alessandro, seorang aktor terkenal yang diidamkan jutaan wanita jatuh ke titik terendahnya.
Dalam beberapa jam, Cassandra Angela, hater garis keras Axel meninggal setelah menyatakan akan menggiring aktor itu sampai pengadilan.
Dua kasus berbeda, namun terikat dengan erat. Axel dituduh membunuh dua wanita dalam sehari, hingga rumah tempatnya bernaung tak bisa dipulangi lagi.
Dalam keadaan terpaksa, pria itu pindah ke sebuah rumah sederhana di pinggiran kota. Tapi rumah itu aneh. Karena tepat pukul 21.45, waktu seakan berubah. Dan gadis itu muncul dengan keadaan sehat tanpa berkekurangan.
Awalnya mereka saling berprasangka. Namun setelah mengetahui masa lalu dan masa kini mereka melebur, keduanya mulai berkerjasama.
Cassie di masa lalu, dan Axel di masa kini. Mencoba menggali dan mencegah petaka yang terjadi.
Mampu kah mereka mengubah takdir? Apakah kali ini Cassie akan selamat? Atau Axel akan bebas dari tuduhan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joy Jasmine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 ~ 21.45
"Bodoh! Kalau tidak makan bagaimana mau membuktikan diri?" gumamnya saat menyadari ada yang salah.
Seharusnya meski masalah seberat apa pun, bukan diri sendiri yang harus disiksa. Justru masalah akan menemukan jawabannya sendiri jika kita kuat. Ia perlahan duduk di sofa, membuka bungkusan makanan yang dibeli Hugo. Pria itu bahkan masih buru-buru membelikannya makanan meski panik dengan keadaan sang ibu.
Ia tersenyum miris, sekarang makan pun ia tak leluasa. Apakah setiap hari harus menunggu Hugo untuk membelikannya? Memikirkan itu membuat semangat yang sedikit menyala tadi kembali meredup. Ia makan dengan wajah tertekuk.
Hingga malam tiba, hatinya tetap tidak tenang. Akhirnya ia mengambil ponsel yang sejak tadi ia matikan, menekan tombol dan membiarkannya menyala. Ia tidak bisa terus menghindar, setidaknya ia harus mengetahui perkembangan kasus sialan yang dari awal sama sekali tidak ia ketahui.
Ponsel itu adalah miliknya pribadi. Hanya untuk terhubung dengan orang-orang terdekat. Saat menyala, ratusan panggilan tak terjawab memenuhi notifikasi.
Dari Elodie.
Dari Clara.
Kakak ipar.
Kakak.
Lalu terakhir dari keponakan kecilnya.
Ia tersenyum lembut saat menyadari masih banyak yang perhatian padanya. Ia menyeka air mata yang hampir jatuh. Lalu menghubungi sang kakak yang pasti khawatir.
"Kak ...."
"Masih berani panggil kakak? Kau di mana sekarang? Kau tau betapa khawatirnya kakak? Kakak bergegas ke tempat Hugo. Tapi ternyata kalian udah enggak ada di sana."
Baru saja panggilan terhubung, Axel telah dihujani amarah sekaligus perhatian Alexa. Di tempatnya berbaring, Axel tersenyum. Mendadak ia jadi merindukan cerewetnya wanita itu. Padahal sebelumnya ia benar-benar risih dan merasa terganggu.
"Kakak, aku baik-baik aja," balas Axel dengan suara sedikit serak. Ia sudah berusaha menahan tangisnya, namun tetap saja terdengar jelas oleh Alexa.
Wanita menggigit bibirnya sendiri, ikut merasakan kesedihan mendalam sang adik. "Bodoh! Aku sudah menyuruhmu jangan jadi artis lagi! Kau lihat sekarang... hiks, kau itu satu-satunya yang ditinggalkan ayah dan ibu. Kakak udah gagal jaga kamu."
Akhirnya air mata tak bisa ditahan lagi. Adik kakak itu menangis meski di tempat yang berbeda. Merasakan keterikatan batin yang begitu mendalam.
Saat itu pintu kamar terbuka, Alexa bahkan tidak menyadari kehadiran sang suami. "Al, gawat! Gadis itu, Cassandra Angela meninggal tertabrak mobil. Apa kau yakin Axel bukan pelakunya?" ujar pria itu langsung tanpa tahu sang istri tengah berteleponan dengan Axel sendiri.
Alexa menggenggam ponselnya erat. Axel yang mendengar juga terkejut. Pertama tentang Cassie yang meninggal, kedua tentang kakak iparnya yang ternyata tidak percaya padanya.
"Axel." Alexa memanggil dengan lembut, ia tidak mengacuhkan suaminya yang langsung membelalak. Pria itu mendekat dan menatap penuh tanya.
"Kak, udah malam, sebaiknya Kakak tidur!" ujar Axel setelah berhasil mengatur napasnya. Ia mematikan ponsel tanpa menunggu balasan Alexa.
"Kau sedang teleponan dengan Axel?" tanya Felix, suami Alexa.
Wanita itu bergeming dengan wajah yang masih memerah, tangisnya juga belum berhenti. "Kau enggak percaya pada adikku?" tanya Alexa yang membuat Felix sedikit kelabakan.
"Bukan begitu, Sayang. Hanya saja kejadiannya sekarang terlalu kebetulan. Kalau bukan untuk menghentikan gadis itu berbicara jujur pada publik, lalu untuk apa membunuhnya?"
"Tapi bukan berarti itu adikku. Dengar! Adikku tidak akan melakukan hal keji seperti itu, aku yang akan menjaminnya sendiri."
Setelah berkata seperti itu, Alexa bangkit berdiri. Ia berjalan keluar kamar, sementara Felix langsung menyusulnya.
"Sayang, kau mau ke mana?" Pria itu berusaha menarik sang istri kembali, namun wanita itu mengangkat tangan.
"Aku butuh waktu sendiri, malam ini aku akan tidur dengan Ciara." Alexa berjalan pergi, meninggalkan Felix yang cukup menyesal menyalahkan adik iparnya tadi.
...
Sementara Axel di dalam rumahnya yang sunyi senyap itu, menerawang pada langit-langit yang juga dari papan itu. Tangisnya sudah berhenti, menyisakan sesak di dalam dada.
"Dia juga meninggal?" gumamnya saat mengingat wajah seorang gadis. Wajah yang penuh kepura-puraan saat menyatakan diri sebagai fans berat. Juga wajah kesakitan saat meminta pertolongannya. Di tangannya juga tergenggam sebuah kalung yang sempat ia lempar sembarang tadi.
Pikirannya terus berkelana hingga tanpa sadar matanya memejam. Waktu terus berjalan. Tepat pada 21.45, liontin itu mengeluarkan cahaya. Dalam sekejap ruangan temaram itu kini menjadi terang benderang.
Lalu kamar yang sebelumnya kosong mulai terisi barang-barang yang entah datang dari mana. Dua komputer di meja, lalu beberapa bungkus snack yang sudah tak berisi. Lemari yang sebelumnya Axel isi dengan pakaiannya pun mendadak penuh hingga pintunya berderit terbuka.
Papan tulis yang sebelumnya putih bersih kini tertempel banyak gambar. Dan gambar dominan adalah milik Axel. Lalu sprei hitam yang digunakan pria itu menyatu dengan sprei lain dengan warna merah muda.
Di luar kamar, ruangan yang kosong itu juga mulai terisi. Kebanyakan adalah bungkus makanan, kertas-kertas berserakan. Sungguh berantakan, jika Axel melihatnya, pria itu akan langsung merasa sakit kepala. Lalu ada sebuah sepeda motor gede dengan warna mencolok yang terletak di tengah-tengah ruangan. Tampak mewah menambah kontras dalam rumah itu.
Kembali ke dalam kamar, Axel masih tidur dengan begitu pulas. Mungkin karena terlalu lelah dengan kejadian hari ini, atau mungkin terlalu banyak menangis tadi. Entahlah, pria itu bahkan merasa tengah memeluk sebuah guling empuk yang anehnya terasa hangat dan ... hidup?
Namun ia tidak peduli, jarang-jarang sekali ia bisa tidur senyenyak ini. Bahkan dulu saat masih tinggal di lingkungan elit, tidurnya pun tidak senyaman ini.
Hingga waktu terus berjalan dan berdetak di dalam liontin kecil itu. Terlihat jarum yang menunjuk 22.29, saat seseorang menggeliat merasakan sesak seakan dihimpit bebatuan besar.
Dengan kasar ia mendorong sesuatu yang mengganggu tidurnya. Matanya perlahan-lahan terbuka demi mengintip apa itu. Hingga tiba-tiba kedua matanya membola.
"Akhhh. Apa yang kamu lakukan di kamarku?" Cassie memekik saat kesadaran sepenuhnya ia kuasai.
Saat itu juga Axel terperanjat. Ia mengucek mata saat melihat gadis yang ia ketahui telah tiada itu kini duduk dengan sehat di depannya.
"Kau? Se-se-setannn!"
.
.
.
Like, Comment and Giftnya dong. Biar Author makin semangat.