Lima abad setelah hilangnya Pendekar Kaisar, dunia persilatan terbelah. Pengguna tombak diburu dan dianggap hina, sementara sekte-sekte pedang berkuasa dengan tangan besi.
Zilong, pewaris terakhir Tombak Naga Langit, turun gunung untuk menyatukan kembali persaudaraan yang hancur. Ditemani Xiao Bai, gadis siluman rubah, dan Jian Chen, si jenius pedang, Zilong mengembara membawa Panji Pengembara yang kini didukung oleh dua sekte pedang terbesar.
Di tengah kebangkitan Kaisar Iblis dan intrik berdarah, mampukah satu tombak menantang dunia demi kedamaian, ataukah sejarah akan kembali tertulis dalam genangan darah?
"Satu Tombak menantang dunia, satu Pedang menjaga jiwa, dan satu Panji menyatukan semua."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agen one, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35: Naga yang Salah Urat
Di dalam kedai yang remang-remang, Zilong masih mendekap kaki meja yang ia anggap sebagai tombaknya. Matanya sayu, kepalanya miring ke kanan, dan ia mulai memberikan ceramah kepada kaki meja tersebut dengan nada bicara yang sangat serius.
"Dengarlah, prajurit kecil..." gumam Zilong sambil mengelus permukaan kayu kaki meja itu. "Kenapa kau tidak punya mata tombak? Apakah kau sedang menyamar agar tidak ditangkap oleh Pria Topeng Emas?"
Para pengunjung kedai yang awalnya tertawa kini mulai saling pandang dengan bingung. Pria paruh baya yang tadi menantangnya minum mencoba mengambil kaki meja itu. "Anak muda, itu kayu penyangga meja, bukan senjata. Kembalikan, atau meja ini akan roboh!"
Zilong tiba-tiba berdiri tegak. Ia menatap pria itu dengan pandangan tajam yang bergetar. "Beraninya kau menghina prajuritku! Dia sedang bermeditasi!"
Tiba-tiba, Zilong melompat ke atas meja kayu besar di tengah ruangan. Bukannya menyerang, ia justru mulai melakukan gerakan bela diri yang sangat aneh. Ia bergerak meliuk-liuk seperti cacing tanah, namun dengan kecepatan yang tidak masuk akal.
"Lihat ini! Teknik... Naga... Mencari... Kutu!" teriak Zilong.
Ia berputar di atas satu kaki, lalu tiba-tiba melakukan pose yoga yang sangat sulit di atas tumpukan mangkuk arak tanpa memecahkan satu pun mangkuk tersebut. Insting fisiknya masih luar biasa, namun otaknya sudah sepenuhnya 'terbakar' oleh arak.
"Paman! Musik! Di mana musiknya?" seru Zilong sambil menunjuk-nunjuk pelayan kedai.
Tanpa menunggu musik, Zilong mulai bernyanyi dengan suara yang sangat keras namun tidak bernada. "Tombakku tinggi... benderaku putih... tapi kenapa Xiao Bai sukanya melempar gayung? Kenapaaaa?"
Zilong kemudian melihat bayangannya sendiri di dinding karena pantulan cahaya lampion. Ia terkejut dan segera memasang kuda-kuda tempur (dengan kaki meja yang masih di genggamannya).
"Siapa kau?! Kenapa kau mengikuti gerakanku?!" tantang Zilong pada bayangannya sendiri. "Kau pasti mata-mata Kaisar Iblis yang dikirim untuk mencuri resep arak ini, kan?"
Zilong mulai berduel dengan bayangannya. Ia melompat ke sana kemari, menabrak pilar, berguling di bawah meja, dan sesekali mencoba "menusuk" bayangan itu dengan kaki meja.
"Hah! Kau cepat juga, Bayangan Hitam! Tapi kau tidak akan bisa mengalahkan... Teknik Naga... Tersandung Batu!"
Gubrak!
Zilong benar-benar tersandung kakinya sendiri dan terjatuh dengan posisi wajah menghantam lantai terlebih dahulu. Namun, sedetik kemudian ia bangkit lagi dengan wajah penuh debu tapi tetap tersenyum lebar. "Aku sengaja melakukannya! Itu adalah teknik mengecoh musuh agar mereka merasa kasihan padaku!"
Pemilik kedai hanya bisa memegang kepalanya melihat kekacauan ini. "Seseorang, tolong panggilkan teman-temannya. Aku takut orang ini akan meruntuhkan kedai jika dia mulai mencoba teknik 'Naga Terbang' di dalam ruangan."
Zilong kini sedang mencoba "mengajari" seekor kucing pasar yang lewat untuk memegang tombak. "Dengar, Meong. Kau punya cakar, aku punya tombak. Kalau kita bergabung, kita akan menjadi... Naga Kucing yang tak terkalahkan!"
Kucing itu menatap Zilong dengan pandangan menghina sebelum melompat pergi, meninggalkan Zilong yang mulai menangis tersedu-sedu karena merasa "ditolak" oleh sekutu barunya.
"Bahkan kucing pun... tidak mengerti cinta..." ratap Zilong sambil memeluk tiang kedai dan mulai tertidur dalam posisi berdiri. Tapi dia terus bergerak-gerak aneh dan tidak jelas.