Hidup tak berkecukupan, memaksakan Alana mengubur impiannya untuk berkuliah. Dia akhirnya ikut bekerja dengan sang ibu, menjadi asisten rumah tangga di sebuah rumah cukup mewah dekat dari rumahnya. Namun masalah bertubi-tubi datang dan mengancam kehidupan dirinya dan sang ibu. Dengan terpaksa dirinya menerima tawaran yang mengubah kehidupannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemas
"Garis dua?" Gumam Jeselyn yang masih tak mengerti dengan alat yang sedang di pegangnya. Alat kecil berbentuk pipih dan panjang itu dia berikan pada ibunya, yang akhirnya memancing amarah wanita itu.
Plakk!
Tamparan keras di hantam kan pada pipi Jeselyn di sertai amarah dan kecewa yang Sari rasakan. Rasanya sakit ketika sang anak harus mengulangi kejadian sama yang pernah menimpanya dulu. Ya, Jeselyn adalah anak dari hasil pergaulan bebas Sari saat remaja. Di usianya yang baru menginjak 15 tahun, Jeselyn harus mengandung janin yang tidak di ketahui siapa penabur benihnya.
"Katakan pada mommy, siapa yang sudah menghamilimu Jeselyn? Siapa yang sudah merenggut keperawananmu anak nakal?" Teriak Sari sambil mengguncang tubuh putrinya, Rudi tak ikut campur dan hanya berdiam diri. Dia takut jika Sari tahu kalau keadaan yang menimpa Jeselyn adalah hasil perbuatannya.
"Aku tidak ingat bu, aku lupa," ucap Jeselyn yang tak berbohong. Karena dirinya tak hanya melakukan itu dengan ayah tirinya. Bahkan gadis itu pernah melakukannya dengan guru yang ada di sekolahnya.
Sari hanya bisa terdiam, dirinya kemudian menangis sambil menutup wajah dengan kedua tangannya dengan posisi berlutut seolah masa depannya atas sang putri telah hancur.
"Sayang, sudahlah. Ini sudah terjadi. Kita harus mencari solusinya," bujuk Rudi yang memberikan perhatian pada sang istri, walau dia tetap takut Jeselyn akan membuka mulutnya.
"Sebenarnya, yang telah menghamili aku Pak Dani guru IPA di sekolah," aku Jeselyn yang masih menyelamatkan Rudi.
"Kenapa kau mau Jeselyn? Apa yang ada di pikiranmu itu?" Bentak Sari yang masih marah dan juga kecewa, sedangkan Rudi merasa aman karena Jeselyn tak menyebut namanya.
"Aku ingin nilai yang tinggi di ujian, juga bocoran kunci jawaban."
Sari yang tak bisa menahan amarah seketika tak sadarkan diri. Rudi segera memboyongnya menuju kasur dan meminta dokter datang ke rumahnya.
Sementara, Jeselyn masih kebingungan, tak tahu apa yang harus dia lakukan dengan kehamilannya. Rudi menghampiri anak tirinya dan memberikan sesuatu padanya.
"Apa ini daddy?" Tanya Jeselyn yang tak tahu dengan obat yang dia pegang.
"Minumlah, nanti kau tak akan menanggung hal itu lagi," jawab Rudi yang semakin membuat Jeselyn bingung.
Gadis itu pun meminumnya setelah makan tanpa tahu efek apa yang akan terjadi padanya. Pagi harinya, sambil memegang perutnya, Jeselyn mengerang kesakitan. Kasurnya bersimbah darah yang sepertinya keluar dari alat vital gadis itu.
Sari yang sudah melupakan kejadian kemarin, kini di kejutkan oleh keadaan Jeselyn yang tak masuk akal. Gadis itu seperti meregang nyawa, tangannya seolah meminta tolong pada sang ibu agar di selamatkan.
Dalam keadaan panik, Sari dan Rudi pun segera membawa Jeselyn ke rumah sakit. Setibanya di sana, Jeselyn segera di tindak di ruang operasi akibat pendarahan ekstrim yang terjadi pada gadis itu.
Beberapa saat kemudian, sang dokter yang menangani Jeselyn keluar dari ruang tindakan.
"Maaf sekali, anak anda mengalami kerusakan pada rahim dan beberapa organ lainnya akibat obat yang begitu keras," ucap sang dokter yang membuat Sari semakin histeris. Dengan terpaksa, dia pun menandatangani perizinan pengangkatan rahim asalkan Jeselyn bisa terselamatkan.
Guru yang telah melecehkan Jeselyn pun akhirnya diringkus polisi dan hanya mendapat hukuman selama 5 tahun penjara. Sementara Rudi, dengan sifat manipulatif dan liciknya masih bisa bebas dan justru membuat Jeselyn terjerat akan hubungan terlarang mereka.
•••
"Sayang, kau tahu jika aku lebih mencintaimu daripada ibumu. Sudah lama kita tak keluar negeri. Bagaimana kalau kita ke Singapura? Tinggalkan saja ibumu yang cacat di sini."
"Tapi, bagaimana dengan pernikahanku dan Aravind. Aku tak mau dia menceraikan aku," jawab Jeselyn yang masih berat hati dengan kehancuran pernikahannya.
"Sayang, aku yakin dia sudah tak peduli padamu. Sudahlah, aku ada di sini denganmu. Kau tahu, aku selalu membantu apapun itu. Mempromosikan brand make up mu, bahkan memberikanmu separuh modal untuk mengembangkan bisnismu," ucap Rudi yang terus meyakinkan Jeselyn, walau sebenarnya ada hal yang masih dia tutupi terkait perusahaannya.
Jeselyn mengangguk dan segera mengemas pakaian miliknya, sementara Rudi memesan tiket secara online dan meminta jadwal penerbangan untuk dini hari.
Revan yang ingin menenangkan diri, kini berada di perjalanan menuju kota di mana keluarga ibunya tinggal. Sambil melihat pemandangan yang menyejukan mata, juga menjauh dari hiruk pikuk kota.
Sampai di kota tujuan, Revan berhenti di masjid untuk beristirahat sambil beribadah. Dia pun mengirimkan pesan pada saudaranya jika telah sampai di masjid milik keluarganya.
"Van, apa kabar?" Sapa pria yang tak asing pada Revan dan mereka pun saling berjabat tangan.
"Baik, kau sendiri bagaimana kabarnya Fahmi. Masjid ini sudah bagus," puji Revan yang membuat Fahmi tersenyum.
Datang di antara mereka seorang gadis yang tengah membawa kantong belanja. Gadis yang memakai jilbab dan masker itu membuat Revan terhenti dan menatapnya, begitupun dengan gadis itu.
"Alana? Kau Alana kan?" Tanya Revan yang merasa yakin jika itu gadis yang sudah dua kali menghilang dari hidupnya.
Fahmi yang tak mengerti hanya bisa memandang keduanya. Gadis yang dia izinkan menginap di masjid ini ternyata kenal dengan sepupunya.
"Jadi kamu kenal dengan gadis itu, Van?"
"Iya, aku yakin kalau dia pasti Alana," jawab Revan yang begitu mengenali gadis yang dia sukai. Sorot matanya yang bahkan tak bisa dia lupakan membuatnya semakin yakin jika itu Alana.
Alana tak bergeming, karena tak bisa mengelak apalagi Fahmi juga sudah mengenal dirinya. Gadis itu pun akhirnya menganggukan kepala dan berpamitan pada keduanya.
"Fahmi, dia tinggal di mesjid? Apa dia tak kekurangan makan atau uang?" Tanya Revan cemas. Sementara Fahmi yang merasa terus di tekan akhirnya meminta Revan diam.
"Sebelumnya dia tinggal di kontrakan kampung sebrang dan bekerja. Aku tak tahu apa yang membuatnya ke sini dan memaksa untuk menginap di sini selama dua malam. Seperti sedang menghindari seseorang," jawab Fahmi yang membuat Revan semakin khawatir.
Revan pun menghampiri Alana ke ruangan yang dia pakai menginap, pria itu melihat gadis yang di sukainya bertubuh kurus dan juga pucat.
"Alana, bagaimana kabarmu?" Tanya Revan pada Alana yang tengah mencacah bawang. Gadis itu menghentikan aktivitasnya lalu menatap pria yang hingga kini masih ada di hatinya.
"Aku baik-baik saja," jawab Alana yang kembali mengurusi masakannya.
Revan menatap gadis itu dengan rasa iba, pelariannya sampai ke luar kota hanya untuk bisa menghindari pria yang telah menjadikannya istri kedua. Mengingat begitu kesepiannya dirinya, dia lebih cemas pada Alana yang sendirian di kota orang lain.
"Huek.. huek.. "
Alana yang tak tahan mencium bau bawang, merasakan mual dan memuntahkan isi perutnya. Kehamilannya yang menginjak usia hampir 4 bulan sudah tak dapat dia tutupi.
Bruk!
Tubuhnya ambruk karena tak sadarkan diri. Revan yang sigap segera membawa gadis itu ke rumah sakit terdekat.
Di tempat lain, Aravind masih kebingungan mencari keberadaan Alana yang tak bisa dia temukan. Rasa kecewa, putus asa dan juga kehilangan membuat pria itu tak bisa mengendalikan dirinya.
"Alana, kamu di mana? Kau tahu, kepergianmu membuatku tersiksa. Aku sangat merindukan wajah dingin dan takutmu itu. Alana sayang," gumamnya sambil menenggak minuman memabukan. Pria itu kini tengah berada di perjalanan kembali untuk pulang ke rumahnya.
Sementara supir dan juga ajudannya melihat dengan raut cemas sang majikan yang masih memikirkan istri keduanya.