Menyukai seseorang tanpa tahu balasannya?
tapi dapatku nikmati rasanya. Hanya meraba, lalu aku langsung menyimpulkan nya.
sepert itukah cara rasa bekerja?
ini tentang rasa yang aku sembunyikan namun tanpa sadar aku tampakkan.
ini tentang rasa yang kadang ingin aku tampakkan karena tidak tahan tapi selalu tercegat oleh ketidakmampuan mengungkapkan nya
ini tentang rasaku yang belum tentu rasanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asrar Atma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pantesan
Daniza
Lani mondar mandir didepan pintu menunggu kedatangan Gato selaku ketua kelas, sebagai Seketaris dia merasa bertanggung jawab untuk masalah satu ini- mencari pengganti untuk perlombaan silat. sebab Rina sudah tiga hari ini tidak turun sekolah dan keterangan nya sakit.
"Udahlah Lan, duduk dulu pusing aku lihat kamu kaya setrikaan " lani berhenti dan kembali duduk dikursi nya, menghela napas terlihat lelah sekali.
"Udah tahu kan Rina ngga sekolah? Kenapa baru sekarang panik nya? Padahal tiga hari bisa digunakan buat persiapan, cari pengganti. Lain kalo aku, baru tahu juga sekarang, pantesan ngga nempel sama Han"
"Lah kan mereka belum baikan, habis Han yang bela Daniza sama Lani waktu itu" aku juga baru sadar untuk hal yang itu, apakah Rina sakit karena lagi berantem sama Haneul? Boleh kah senang karena keduanya tidak lagi dekat? Tidakkah itu terlalu kejam?
"Benar juga, kalo begitu bakal banyak yang dekat in Han "Aca mencondongkan badan nya ke depan meja Winda, begitupun Winda melakukan hal yang sama, sementara aku membuka telingaku lebar-lebar.
Aku siap mendengarkan dan mereka Siap berbisik untuk pertukaran cerita yang mungkin akan terjadi, hanya saja Lani menyela dengan teriakan tertahan
"Aduh pikirkan dong gimana caranya? Kalo aku tahu sampai selama ini udah aku persiapkan jauh-jauh hari, ku kira cuma sebentar doang dia ngga sekolah nya, tahu nya sampai acara perlombaan "
"Makanya jangan terlalu santai"
"Itu Dimas, kamu tanyakan saja sana " kami pun sama-sama melihat ke arah pintu masuk, orang yang disebutkan namanya itu menengok sambil menyentuh dada nya- nampak terkejut.
"Dimas, Gato mana? Aku mau nanya soal lomba silat, dari kelas kita ngga ada perwakilan nya" Dimas mendekati meja Lani, matanya berkilat marah saat beradu pandang dengan ku membuatku dengan cepat berpaling menghadap jendela.
"Yang jago jurus cuma tiga orang, Rina ngga mungkin dia lagi berbaring diranjang, Han kakinya masih pakai guling, kalo begitu tinggal Gato sisanya, jadi...cari Gato" Haneul juga bisa bela diri, dan itu jadi salah satu hal baru, yang aku ketahui tentang Haneul.
"Buat lomba puisi, gimana? Kamu aja yang maju Dimas! Cara kamu bawa acara bagus"
"kenapa ngga suruh Dan-Dan saja, kalo dia yang baca langsung dari hati. Pendengar jadi bertanya-tanya, apa yang ingin disampaikan " aku lantas menoleh mendengar, ucapan Dimas itu. Siapa yang disebut Dan-Dan? Sementara itu, Winda dan Aca tertawa pelan.
Winda mengusap punggungku, menyuruh ku sabar akan ejekan Dimas yang dimaksudkan karena aku jarang bicara. Sedangkan lelaki itu baru saja keluar lagi, setelah menghampiri mejanya dan disusul Lani yang mencari Gato.
Kami bertiga pun berganti topik cerita, membahas Dimas yang mulutnya memang selalu bikin naik darah, membahas Lani yang tidak bisa menikmati acara perlombaan karena kateteran dengan tugas nya yang seketaris kelas. Harus mengabsen, mengurus lomba ini itu bagi murid kelas ini, sampai maksa-maksa bagi murid yang tidak mau ikut lomba.
Sampai hari menjelang siang, kelas semakin sepi dan hanya tinggal aku seorang yang tersisa dikelas, yang lain entah kemana dan aku sedang malas keluar. Aku hendak menguap merasa kantuk menguasai, namun mulutku urung terbuka lebar karena mataku menangkap Haneul yang baru masuk. Aku pun segera menunduk diatas meja sebelum sempat dia menoleh, menjadikan tanganku sandaran pipi.
Derap langkah nya terdengar berirama dengan detak jantung ku, lalu ketika tubuh tinggi nya telah duduk di kursi, aku pastikan mata ku tidak berpaling lagi dari Haneul yang sekarang tengah membuka bekal sekolahnya.
Menatapnya tiap suapan, dan menguyah makanan tanpa suara, menganggumi nya dari jarak ku saat ini hingga perlahan mataku semakin berat, Haneul semakin kabur dan perlahan hilang.
"Daniza...bangun" Entah berapa lama waktu yang ku gunakan untuk ketiduran, karena aku baru terbangun setelah mendapatkan goncangan dibahu ku.
Aku mengerjap menyesuaikan cahaya yang masuk, dan barulah aku bisa melihat Lani yang merengut.
"Akhirnya...bangun juga, susah banget kamu dibangunin Dan, sampai-" dia menggeleng, dan aku menegakan punggungku lalu menguap dengan tangan menutup mulutku.
"Kenapa Lan?" Mataku berair karena menguap, Lani menunjuk mataku.
"Tai mata" aku membersihkan nya sambil terkekeh melihat ekspresi Lani. "Ngantuk banget Dan, sampai-" Lani diam, tidak melanjutkan lagi.
"Iya Lan, soalnya aku begadang hari ini gara-gara dengar tetangga ku gosip" Lani mengangguk dan diam lagi, membuatku mengeryit.
"Kenapa Lani? Diam aja" dia menggeleng, aku pun menguap lagi dan tanpa sengaja mataku melirik ke jendela.
Mataku langsung semangat saat melihat Haneul tengah berlomba main catur dengan anak dari kelas lain, aku memutar posisi duduk ku untuk memperhatikan nya lebih jelas, hanya saja aku merasa sedikit kesal saat baru sadar sekelilingnya banyak perempuan yang juga menonton. Haneul bahkan hampir tidak terlihat karena kerumunan itu semakin bertambah, membuatku menghela napas dan akan menyerah untuk melihatnya. Namun tepat saat itu juga, matanya mengarah ke jendela. Apa dia melihatku? Yang membuatku terbelalak adalah saat dia menggigit bibir bawahnya sekilas, dia menggoda perempuan yang mana? Tapi didetik yang lain, aku juga menyetuh bibir ku, teringat mimpiku barusan.
"Daniza!" aku terlonjak merasakan tepukan dibahu dan panggilan Lani yang tiba-tiba.
"Kaget aku Lan, kenapa sih?" Ujarku berbalik menghadap nya yang tertawa, senang sekali melihat keterkejutan ku.
"Aku daftarkan namamu dipeserta lomba buka kotak, Dan "
"Apa?" Lani memasang wajah berdosa sementara mataku terbelalak
"Kok, Lani...aku ngga mau"
"Udah aku daftarkan gimana dong, lagian ngga kamu sediri, aku juga ikut" aku menggeleng, tapi Lani tetap ngotot memaksa sampai menarik-narik tangan ku dengan mohon-mohon juga.
"Ayo Dan, ngga ada yang mau lagi dari kelas kita selain kita berdua yang berkorban. Lagian cuma kita berdua yang belum ikut lomba, hadiahnya jalan-jalan ke pantai ini janji Bu Fatwa " dengan terpaksa aku pun bangkit, mengikuti Lani yang menyeret ku- ke lapangan belakang.
Padahal langkah ku berat sekali karena malas, tapi apa boleh buat kalo begini? Aku haya bisa pasrah sambil menghela napas, pikirku pantas saja sikapnya aneh tadi. Ternyata diam-diam menyimpan rahasia dan akan membawaku pada lomba.
inimah gaya author/Curse/