Fenomena pernikahan tidak selalu berjalan sesuai harapan. Pengkhianatan pasangan menjadi salah satu penyebab utama keretakan rumah tangga. Dalam banyak kasus, perempuan sering menjadi pihak yang dirugikan. Namun, di tengah luka dan kekecewaan, tak sedikit perempuan yang mampu bangkit dan membuka hati terhadap masa depan, termasuk menerima pinangan dari seorang pria.
Pertemuan yang tak terduga namun justru membawa kebahagiaan dan penyembuhan emosional.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cumi kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 35 KABAR DARI ILHAM.
Hari ini, hujan turun dengan tenang, seakan bumi tahu ada keputusan besar yang akhirnya diambil. Di sebuah rumah mewah sederhana. Luna duduk di ruang tamu dengan perut yang mulai membesar. Ia mengelus lembut perutnya, senyumnya tak pernah lepas sejak pagi tadi. Hari ini, Ilham lelaki yang selama ini ia perjuangkan, yang sempat membuatnya menunggu dalam ketidakpastian akhirnya memutuskan untuk menikahinya.
Luna tahu sejak awal hubungan mereka salah. Ia adalah selingkuhan. Tapi perasaan, seperti hujan hari ini, tak selalu bisa ditahan. Cinta membuatnya buta akan luka yang mungkin ia ciptakan untuk orang lain. Dan kini, ia mengandung anak dari lelaki itu.
Beberapa hari lalu, Ilham sempat lari dari tanggung jawab. Setelah bercerai dari Sofia, perempuan lembut yang dulu ia nikahi dengan janji setia, hidup Ilham terasa kosong meski Luna selalu ada. Ibunya, yang sangat membenci Sofia, sempat menolak keras hubungan Ilham dan Luna. “Perempuan itu perusak, sudah janda bawa anak lagi " ujar sang ibu dengan nada dingin.
Namun, semuanya berubah ketika hasil USG menunjukkan jenis kelamin bayi mereka. laki-laki. Wajah Ilham melembut, dan untuk pertama kalinya ia memandang Luna dengan tanggung jawab di matanya. namun walaupun begitu ilham akan tetap tes DNA jika anak itu sudah lahir nanti, karena ilham tidak ingin menyayangi anak yang bukan anak kandung nya sendiri.
“Aku akan menikahimu, Luna,” kata Ilham pagi itu, ketika mereka duduk berdua di balkon rumah. “Bukan karena desakan, setelah lahiran nanti aku minta tes DNA dan anak kamu dengan pernikahan sebelum nya lebih baik kamu titip di rumah orang tua kamu. "
" Aku tidak mau mengurus anak yang bukan anak kandungku sendiri "
Luna tersenyum tipis. “Terima kasih, Ilham… aku tahu ini tidak mudah. Tapi aku akan berusaha jadi istri yang baik untukmu.” Ucap Luna " Dan soal anakku, kamu tenang saja. aku sudah diskusikan dengan orang tuaku " lanjut Luna.
" Bagus kalo begitu "
Keesokan harinya, kabar itu tersebar. Keluarga besar Ilham terpecah. beberapa mendukung karena melihat kondisi Luna yang tengah mengandung, sementara ibunya memilih diam dan mengurung diri di kamar.
Di sisi lain, Sofia mendengar kabar itu lewat bang dafi. Ia hanya tersenyum kecil saat diberitahu.
"Sudah seharusnya," katanya pelan sambil menata mug kopi di rak. "Setidaknya sekarang dia belajar untuk bertanggung jawab. Semoga bahagia... meskipun bukan denganku."
Meski hatinya sempat terluka, Sofia sudah mulai menata hidup baru. Ada sosok Ammar, lelaki yang perlahan-lahan mengisi ruang kosong di hatinya. Lelaki yang tak datang membawa janji, tapi datang membawa ketulusan.
Sementara itu, pernikahan Ilham dan Luna berlangsung sederhana. Tak semeriah pesta pernikahan Ilham dahulu bersama Sofia, tapi bagi Luna, hari itu adalah puncak dari perjuangan cintanya.
Dalam balutan gaun putih sederhana, Luna tersenyum puas. Di sisinya, Ilham berdiri dengan wajah datar, bukan karena tidak bahagia, tapi karena ia sadar… cinta yang dulu membuat hatinya bergetar, sudah lama ia sia-siakan.
Dan kini, hidup baru dimulai. Tak ada jaminan kebahagiaan, tapi ada harapan untuk memperbaiki.
Karena setiap pilihan… datang dengan konsekuensi.
Luna tetap tersenyum bahagia di hari itu, walau gaun pengantinnya bukan gaun baru, melainkan sewaan dari toko baju pengantin sederhana di ujung gang. Di matanya, hari itu adalah hari kemenangan: akhirnya, Ilham memilihnya. Meski tak sedikit yang mencibir, Luna menegakkan kepala, yakin bahwa semua pengorbanan yang ia jalani tidak sia-sia.
Setelah akad selesai dan doa-doa dipanjatkan, semua kembali ke kesibukan masing-masing. Hidangan sederhana berupa nasi, ayam ungkep, dan tumis sayur habis diserbu para tamu. Uang gaji Ilham bulan itu habis tak bersisa, hanya untuk menggelar syukuran kecil. Bahkan sebagian besar dibantu pinjaman dari ibu dan pamannya.
Sore harinya, Ilham dan Luna duduk berdua di kamar kecil di belakang rumah ibu Ilham kamar yang dulunya adalah ruang menyimpan barang bekas. Mereka mulai hidup sebagai suami-istri, bukan di rumah kontrakan seperti yang Luna bayangkan dulu, tapi di rumah ibunya sendiri, yang sebenarnya menahan keberatan.
Ibu Ilham duduk di ruang tengah sambil menghela napas panjang. Wajahnya datar, matanya menerawang keluar jendela.
“Bu, maaf ya,” kata Ilham, perlahan mendekat. “Untuk sementara tinggal di sini dulu. Aku belum bisa sewa rumah…”
Ibu Ilham menoleh sekilas. “Ibu tahu kamu belum mampu, makanya ibu diam. Bukan karena rela. Tapi ibu nggak mau jadi omongan tetangga. Masa anak sendiri baru nikah, malah diusir dari rumah.” ujar ibu " Seharusnya kamu mencari istri itu yang lebih dari si Sofia, bukan malah lebih kurang. lihat sekarang kamu hanya bisa numpang "
" Bu.. jangan bahas Sofia lagi. sekarang aku sudah menikah dengan Luna "
" Terserah.. ibu tidak akan pernah memberikan restu kepadamu sebelum ibu mengetahui Jika anak yang di kandung wanita itu, benar-benar anak kamu "
" Iya bu. jika anak itu tidak terbukti anakku, aku juga akan langsung menceriakan nya ko "
" Ibu capek mau istirahat "
Nada suaranya dingin, tak menyembunyikan rasa kecewa. Bukan hanya pada Ilham, tapi juga pada Luna perempuan yang menurutnya menjadi sebab runtuhnya rumah tangga Ilham dan Sofia dulu.
Luna yang mendengar dari balik pintu hanya bisa menggerutu kesal dalam hati, mendengar pembicaraan ilham dan juga ibu mertuanya. Ia tahu dirinya belum bisa sepenuhnya diterima. Tapi ia juga sadar, ini bagian dari harga yang harus dibayar.
Malam itu, rumah terasa sepi. Tidak ada canda tawa pengantin baru. Hanya keheningan yang mengambang di antara dinding tipis dan harapan-harapan kecil yang dipaksakan tetap hidup.
Ilham memejamkan mata, lelah. Ia tahu, jalan yang ia pilih tak mudah. Tapi kini ia tak punya pilihan lain selain menjalaninya. Dengan atau tanpa restu penuh dari ibunya, dengan segala keterbatasan, ia harus mulai membangun hidup kembali dari nol.
Dan Luna, meski bahagia telah sah menjadi istri, diam-diam mulai merasakan getirnya kenyataan. Karena ternyata, menjadi “pemenang” tak selalu berarti bahagia.
" Ilham "
" Ada apa? "
" Sampai kapan kita akan tinggal di sini? "
" Sampai anak itu lahir dan sampai aku yakin jika anak yang kamu kandung adalah anakku " Jawab ilham
Luna meremas seperai. namun walaupun begitu, Luna tidak ingin melewati malam pertama nya. " Apa kita tidak akan melakukan malam pertama? " Bisik luna, di telinga ilham.
Ilham yang di goda tidak bisa menahan hasratnya, ilham laki-laki normal yang menginginkan mangga gantung.
" Kamu yang mulai, jadi kamu juga yang akhiri " Bisik ilham yang ingin di manja oleh luna.
Mendengar itu luna tersenyum dan....
up yg banyak donk, ceritanya bagus bgt nih,,,🙏🙏🙏🥰
lanjutkan Thor 🙏🙏🙏