Aku seorang gelandangan dan sebatang kara, yang hidupnya terlunta-lunta di jalanan, setelah ibuku meninggal, hidup yang penuh dengan kehinaan ini aku nikmati setiap hari, terkadang aku mengkhayalkan diriku yang tiba-tiba menjadi orang kaya, namun kenyataan selalu menyadarkanku, bahwa memang aku hanya bisa bermimpi untuk hidup yang layak.
Namun di suatu siang bolong, saat aku hendak menata bantal kusam ku, untuk bermimpi indah tiba-tiba, ada segerombolan pria berpakaian rapi, mereka menyeretku paksa, tentu saja hal seperti ini sudah biasa, aku kira aku kena razia lagi.
Dan ternyata aku salah, aku dibawa ke rumah yang megah dan di dudukan di sofa mewah berlapis emas, karena terlalu fokus pada kemewahan rumah itu.
Tiba-tiba saja aku adalah anaknya, dan besok aku harus menikah dengan duda beranak satu yang tak bisa bicara, untuk menggantikan kakakku yang kabur.
Ayo baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vie Alfredo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Mengejutkan
" Divon kau kenapa?" Mutia sangat terkejut.
Terkejut karena Divon tiba-tiba pulang, terkejut karena dia menggendong Vania ,dan terkejut karena dahi Divon terluka.
Treeple kejutan.
Divon tidak menanggapi pernyataan Ibunya, dia langsung masuk ke dalam kamar Vania dan menguncinya dari dalam.
" Cepat ganti bajumu!" tegas Divon sambil mengamati Vania dengan tajam.
" Ta-ta-pi kan, kau masih di sini Divon." ujar Vania terbata-bata.
" Memangnya apa yang belum aku lihat, semuanya sudah aku lihat!" tegas Divon.
" I-i-itu curang, kau tukang intip." ujar Vania yang semakin malu.
Wajah Vania langsung merah.
" Kau saja telanjang di alam terbuka percaya diri, kau bahkan tidak memikirkan bagaimana jika ada ular jantan, ikan jantan, semut jantan, burung jantan dan hantu jantan melihatmu, sedangkan aku suami mu, dimana salahnya seorang suami menikmati tubuh istrinya!" ujar Divon sambil menatap tajam ke arah Vania seakan ingin memakan mangsa di depannya.
" Tapi aku kan hanya istri di atas kertas, suatu saat kau akan menceraikan aku kan?" Vania jadi terpancing emosi.
" Memangnya kenapa sih kalau ada semut, hewan hantu, melihat lagian mereka bukan manusia!" tegas Vania kesal.
" Mereka makhluk hidup punya mata, kau harus tahu itu Vania!" Divon semakin tidak bisa mengontrol emosinya.
" Dan kau harus ingat, entah kau istri dalam hal apapun, aku tidak pernah berniat menceraikan mu!" tegas Divon.
" Mana ada seperti itu, kau jangan egois, aku tahu Lenard yang akan tetap mewarisi keluarga Sandreas kan, aku hanya harus tetap menjadi ibu yang baik untuk Lenard sampai dia mendapatkan posisi itu, nanti kalau dia sudah sedikit dewasa dia akan mengerti tentang perceraian kita." Vania sangat kesal pada Divon.
Baru datang sudah marah - marah.
" Apa?, kenapa kau terus menyebut perceraian?, apa kau akan menjalin hubungan dengan Luis ?, hahahah jadi begitu ya?" Divon tidak tahu juga kenapa dia sangat marah saat Vania menyebut perceraian.
" Apa lagi?, kenapa kau membawa-bawa Luis, aku dan Luis tidak ada hubungan spesial, kita hanya melakukan bakti sosial bersama, kau ini suka sekali melimpahkan kesalahan pada orang!" Vania berdiri.
Namun tiba-tiba mantel yang di rangkapkan itu jatuh ke lantai.
" Aaggh... tutup matamu!" teriak Vania sangat malu.
Vania langsung mengambil selimut dan menyelimuti tubuhnya.
" Kenapa kau tidak keluar!" teriak Vania.
" Kenapa kita belum selesai bicara!" ujar Divon yang menahan tawa melihat wajah Vania kacau antara malu dan juga marah yang ternyata sangat lucu, seperti anak kucing yang menunjukkan taringnya.
" Divon kau menyebalkan, sudah pergi tanpa pamit, tanpa kabar, lalu tanpa ada angin dan hujan kau pulang, lalu marah - marah tidak jelas, aku tahu aku bukan seseorang yang penting bagimu, tapi bukankah kita sudah berbagi nasib, kau tidak memikirkan anakmu, dia menangis karena merindukan ayahnya, apa kau memang tidak punya hati, kau seorang ayah, dan juga suami, meski hubungan kita tidak mendalam, apa berpamitan dan memberi kabar itu akan menjatuhkan harga dirimu?" ujar Vania yang tiba-tiba menangis.
Divon terdiam dan terkejut, sepertinya Divon sudah menyakiti hati Vania dan membuat sedih Lenard.
" Kau jangan menangis, maaf karena aku juga memiliki masalah hati dan pikiran ku sendiri sehingga aku tidak memikirkan kalian." Divon duduk di samping Vania, entah apa yang harus dilakukannya agar Vania berhenti menangis, apalagi cara menangis Vania berbeda dengan Laura dulu.
Mendengar kata penghiburan dari Divon, membuat hati Vania meledak, Vania semakin menjadi-jadi dan berguling ke sana kemari menyebalkan seperti anak kecil.
" Oh Tuhan, apakah ini karma yang harus aku tanggung seumur hidup." Divon menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Divon menangkap tubuh Vania yang terbalut selimut dan berbentuk seperti kepompong itu.
Vania meronta-ronta yang membuat Divon kuwalahan.
" Maaf ... " Divon memeluk erat kepompong yang sedang meronta-ronta itu.
Kemudian Divon mengusap kepalanya dengan lembut, sehingga dengan perlahan kepompong itu mulai tenang.
Harun, adikmu lebih menyusahkan ketimbang anakmu.
Dalam hati Divon mengeluh.
" Lain kali aku akan memperlakukanmu lebih baik lagi, sekarang ayo pakai bajumu, aku akan ambilkan." ujar Divon segera berdiri mengambilkan pakaian untuk istrinya.
" Aku akan keluar, kau bisa menyusul kalau sudah jadi kupu-kupu." ujar Divon segera keluar.
Vania sangat terkejut mendengar Divon bertutur lembut dan memperlakukannya dengan sangat hangat, jantung Vania berdegup kencang seakan lompat dari tempatnya.
" Hayah, aku mungkin terlalu sering tantrum sampai jantungku berdegup kencang " Ujar Vania segera berganti pakaiannya.
Tapi Vania senang karena Divon sudah kembali, meskipun pertemuan pertama mereka dipenuhi dengan pertengkaran tapi tidak masalah Divon sendiri mengatakan akan memperlakukan Vania dengan baik.
Di ruang keluarga.
Mutia sangat senang mendengar suara anaknya lagi, Mutia menangis bahagia dan bersyukur atas hal itu.
" Kau sudah sembuh anakku, Ibu sangat bersyukur." ujar Mutia bahagia.
" Ya ibu, apa Lenard belum kembali?" tanya Divon.
" Belum, Bella sedang menjemputnya." ujar Mutia.
" Oh ya ..." Bagaimana pun Bella adalah bibinya, Divon tidak menaruh curiga sama sekali, karena Divon belum tahu siapa yang menjadi dalang di belakang semuanya.
Yang Divon tahu Bella juga sedang mengorek tentang kecelakaan itu, seperti sedang mengumpulkan bukti sendiri.
Pikir Divon Bella bisa membantu untuk mengungkap masalah kecelakaan itu, di sisi lain memang dia agak menyebalkan.
" Ayah kenapa kau tidak memberi kami kabar?" Lenard berlari ke arahnya.
Divon pun mengangkat anak itu dan memeluknya, yah bagaimana pun Lenard dan Vania tidak bersalah.
" Anakku, maaf ayah ya." ujar Divon meminta maaf.
" Oh Tuan, suara anda." ujar Bella terkejut.
" Ayah suaramu?" Lenard lupa dia kan juga harus berakting terkejut.
" Ya ayah sudah sembuh, sekarang Lenard tidak kesulitan lagi berbicara dengan ayah kan." ujar Divon.
" Ayah, Lenard sangat bahagia." Lenard memeluk Divon dengan erat.
" Ayah, saat ayah dimana ibu?, apa ibu tahu kalau ayah sudah kembali?" tanya Lenard.
" Ibu tahu Divon, ibu yang tahu pertama tuh." ujar Vania pamer.
" Ayah Curang ...." Lenard sedikit kesal karena dia yang ketiga.
" Hahahah, kalian meributkan hal yang tidak perlu, sekarang ayahmu sudah kembali yang terpenting." ujar Mutia tersenyum.
Bella juga tampak senang dengan kesembuhan Divon.
" Apakah aku harus memasak sesuatu?" ujar Vania tiba-tiba.
" Oh tidak, tidak perlu hehehe kita punya koki yang handal kok." ujar Mutia langsung merangkul menantunya itu agar tidak bertindak gegabah masalah makanan.
" Ya kan Vania sudah belajar lagi selama 6 bulan ini Bu, kata Ibu lumayan loh." ujar Vania percaya diri.
" Ayah Ibu hampir membunuh kami lagi dengan masakannya." ujar Lenard berbisik di telinga Divon.
" Pfffftttttt, Bella apa kau masih kurang ajar pada nyonyamu?" Tegas Divon.
" Soal itu saya minta maaf, tapi Nyonya belajar sendiri dari YouTube." ujar Bella.
" Ya aku belajar sendiri, apa kau tidak mau mencobanya Divon aku akan berusaha lagi." Ujar Vania bersemangat.
" Tidak Vania, nyawaku hanya satu masak harus kau buat mainan." ujar Divon segera pergi.
" Ibu, lihat itu Ibu ... Divon mengejekku." Vania merengek pada mertuanya.
" Ya, kau jangan masukkan kehati, itu karena dia tidak mau kau kelelahan memasak." ujar Mutia menghibur menantunya.
Divon menggendong Lenard dan mengajaknya berjalan-jalan mengelilingi kediaman Sandreas.
Lenard mengeluhkan sifat ibunya yang sangat kekanak-kanakan, Divon terus tertawa mendengar cerita putranya yang sangat lucu menceritakan kelakuan istrinya.
" Jadi sepertinya Lenard yang menjaga ibu selama ini ya?" ujar Divon.
" Iya Ayah, Ibu tidak ada ayah sangat rewel." Ujar Lenard.
" Tapi tadi kata ibu Lenard menangis terus." ujar Divon.
" Iya Sesekali karena Lenard merindukan ayah." Lenard memeluk erat Divon seakan tidak ingin kehilangan Divon.