Setelah sepuluh tahun menjanda setelah pernikahan kedua, Ratna dihadapkan oleh perilaku tak terduga dari anak tiri yang ia rawat. Setelah menikah dengan Dirli, Amora mengusir Ratna dari rumah peninggalan ayahnya (suami Ratna).
Suatu hari, ia bertemu dengan seorang pria tua memakai jaket ojek online. Pria bernama Robin itu melihat ketulusan Ratna yang menolong orang yang tak dikenal. Dengan lantang ia mengajak Ratna menikah.
Dalam pernikahan ketiga ini, ia baru sadar, banyak hal yang dirahasiakan oleh suami barunya, yang mengaku sebagai tukang ojek ini.
Rahasia apakah yang disembunyikan Robin? Apakah dalam Pernikahan yang Ketiga dalam usia lanjut ini, rumah tangga mereka akan bahagia tanpa ada konflik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CovieVy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Kehadiran Nancy dan Putranya
Dirli seakan berperang dengan batinnya, beberapa kali menghembuskan nafas, perlahan kakinya melangkah memasuki warung kopi.
"Permisi, Mama Ratna ..." ucapnya menatap ibu tiri Amora yang terlihat sedang menelepon seseorang, di meja kasir.
Warung itu tampak sepi, tak ada pengunjung selain dia yang memasuki warung itu.
Ratna menutup panggilannya menyambutnya dengan senyum ramah seperti biasa. "Dirli, kamu mau nengok istrimu lagi ya? Tenang aja, Mama tak pernah nyiksa istrimu, kok," ucapnya setengah bercanda melirik Amora yang duduk di pojokan warung. "Bener kan, Amora?"
Dirli sedikit kikuk membuatnya tersenyum kaku. "Bukan, Ma. Aku hanya pengen minum kopi aja. Amora cerita, dia sudah bisa meracik kopi rasa baru yang enak." Dirli melirik ke Amora dengan tatapan datar.
"Oh, ya? Kenapa kamu nggak cerita ke Mama?" tanya Ratna memasang wajah terkejutnya, meski tentu dengan pura-pura.
Amora dengan tenang bangkit dari posisinya tadi. Ia tau bahwa kali ini saatnya untuk bekerja. Suaminya Dirli berkata akan diberi uang yang banyak oleh wanita tua yang akhir-akhir ini bergantung padanya. Katanya sih, sahabat ibunya.
'Jika sukses, kami akan mendapat uang yang banyak. Aku akan membayar jam yang kemarin dengan uang itu. Setelahnya, aku akan menendang dia. Tak perlu menunggu lima bulan kan? Aku bisa mendapatkan tempat ini lebih cepat,' batinnya, menatap sang ibu tiri dengan senyum liciknya.
"Waaah, Mas ... Datang dengan Tante Nancy juga?" sambut Amora melihat kehadiran wanita yang baru dikenalnya beberapa hari ini.
"Iya, katanya kemarin es kopi susu di sini, enak banget."
Ternyata, tak hanya Nancy, di belakang wanita itu ada seorang pria muda yang mungkin belum cukup dua puluh tahun.
"Waaah, siapa si tampan ini?" sambut Amora lagi.
Ratna seketika melirik seseorang yang dimaksud. Wajahnya tenang dan karena tak diajak bicara, ia hanya diam memperhatikan, dan menunggu apa lagi yang akan mereka lakukan.
"Hai, Kakak," ucapnya menyapa Amora.
"Aduh, dipanggil kakak sama yang muda gini, rasanya aku beneran masih muda," ucapnya sembari melirik Ratna di sudut mata.
"Mau dine-in apa take-away?" tanya Ratna bertopang pada pipinya.
"Mama? Kok gitu aja, nyambut tamu? Mereka ini pelanggan kita lho?" ucap Amora dengan nada selembut kapas.
Tentu saja Ratna sedikit tergelak melihat perbedaan yang begitu jauh dengan perlakuan Amora terhadap dirinya selama ini. "Ya udah, kamu persilakan mereka duduk dan mau pesan apa."
Sedikit berbincang, ketiga orang yang baru datang itu memilih meja yang mungkin dikira posisi paling nyaman. Dan, kebetulan sekali tempat yang mereka pilih adalah posisi paling dekat dengan CCTV yang tengah dipantau oleh Robin, di kantornya.
Sementara itu, Robin tak henti memperhatikan pemuda asing yang muncul di warung istrinya itu. "Wirya, bagaimana menurutmu? Apakah dia mirip denganku?"
Wirya menyipitkan mata menatap pemuda di dalam layar laptop bergantian dengan Robin. Dengan begitu saja kedua pundaknya mengedik. "Mungkin saya lihat lewat sedotan kopi, mungkin akan sedikit mirip."
Kembali di warung Ratna berjalan mendekati tamu yang begitu antusias disambut oleh Amora ini. Ia menyerahkan daftar menu kepada Nancy, sejenak raut wajah Ratna tampak mengernyit melihat wanita itu. Namun, dengan segera ia mengubah tatapan dengan senyuman palsu.
"Mau pesan apa, Bu?" ucapnya dengan ramah.
Nancy menatap Ratna dengan panjang. Sejenak, di bibirnya terulas senyum sinis. Ratna merasa yakin Nancy sedang meremehkan penampilannya saat ini.
Tentu saja penampilan mereka sangat lah berbeda. Nancy tampak elegan dengan memakai pakaian ala wanita sosialita. Tak lupa style rambutnya yang tak bisa digoyahkan oleh badai sekalipun. Tentu saja berbanding terbalik dengan dirinya yang tak pernah melepaskan celemek dan rambutnya pun tampak lepek dan beberapa helainya lengket di pipi Ratna.
"Hmmm, saya americano saja," ucapnya. "Bagaimana denganmu, Honey?" Nancy merangkul pemuda yang ada di sampingnya.
"Up to you, Mom," ucapnya tampak duduk dengan santai.
"Weeeh, pinter bener bahasa Inggris-nya," puji Ratna.
"Apa Mama tak tahu, mereka selama ini memang hidup di luar negeri," terang Dirli.
"Oh yah? Hebat ya, Bu? Bagaimana rasanya tinggal di luar negeri, Bu? Wah, kalau saya, jangan kan tinggal di luar negeri, ngebayanginya saja saya nggak berani," ucap Ratna dengan wajah polosnya.
"Kenapa tidak minta kepada suami kamu untuk jalan-jalan keluar negeri? Saya rasa, baginya akan sangat mudah membawamu ke sana ke mari," ucap Nancy.
Robin yang mendengar percakapan ini seketika terbatuk panik. "Eh, ini maksud mereka apa?" Ia menatap Wirya, dan hanya dijawab dengan kedikan di bahunya.
Sementara itu, wajah Ratna mengernyit. "Wah, apa ibu tahu siapa suami saya? Ibu mengenal suami saya? Ibu pernah boncengan dengan dia? Bukannya bilang biasa tinggal di luar negeri?"
Robin yang berada di kantor menarik lengan Wirya. "Gawat! Sepertinya mereka akan memainkan semuanya." Robin bangkit melepaskan jas yang tadinya masih melekat. Dengan asal ia melemparkannya ke Wirya.
Ia segera menuju ruang pribadi mencari jaket ojek kesayangannya dan pergi begitu saja. Wirya yang menyadari ada yang janggal, segera mengejar Robin, tetapi Robin telah menghilang ke dalam lift. Robin masih memakai kemeja, celana bahan premium, lengkap dengan dasi dan sepatu pantofel yang terlupa ia lepaskan.
Wirya segera menghubungi telepon genggam milik Robin, tetapi nada dering ponsel tersebut terdengar begitu dekat. Wirya memeriksa jas yang dilemparkan kepadanya tadi. Ternyata ponsel Robin tertinggal di dalam kantong jas kerjanya.
"Gawat!"
Di warung kopi, masih berlanjut obrolan tadi. Mendengar pertanyaan dari Ratna barusan, kembali terulas senyuman selicin belut di bibir Nancy.
"Bukan kah dia itu—"
tapi ini di awali dgn peria dan wanita yg sdh berumur tentunya menarik lanjut Thorrrrrrr.