Carlista Daniella Hilson, gadis cantik dan barbar yang tak takut dengan peraturan. Selalu berbuat ulah hingga mendapat julukan Queen of Badgirl.
Hidup Carlista berubah 180 derajat, ketika Antariksa High School kedatangan murid baru bernama Marvel James Ferioz---keturunan Mafia terkenal asal Amerika Serikat.
Marvel yang berusaha masuk ke dalam hidup Carlista sekaligus mengklaim dirinya sebagai miliknya. Tak peduli dengan penolakan yang Carlista lakukan, ia terus dengan gencar menaklukan hati dari gadis kesayangannya itu.
Siapa Marvel sebenarnya?
Dan, untuk apa Marvel mengklaim Carlista sebagai miliknya?
.
.
"Gue akan berusaha untuk terus membuat masalah supaya lo bosen dan pergi ninggalin gue." ujar Carlista dengan mengancam serius.
"Silahkan saja, jika kamu ingin selalu mendapat hukuman dari aku, Baby." bisik Marvel tepat di telinga Carlista.
Cup
Carlista membolakan kedua matanya. Pasalnya, Marvel baru saja mencuri satu kecup
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Olafelsah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35 / First Day without You
"Sibuk banget lo, Car. Semua tugas OSIS lo yang handle,"
Carisa menoleh sekilas pada gadis berambut hitam panjang itu, sementara kedua tangannya tengah sibuk berada di keypad laptop putih berlogo apel itu. "Ya---gitu deh. Marvel sama ketiga temannya kan, lagi izin gak masuk. Jadi... gue yang ambil alih tugasnya," jelasnya.
Aleana mengangguk-anggukkan kepalanya. "Mereka pergi?" beonya. "Pergi kemana emangnya? Pantesan aja, gue gak liat dia sama ceweknya," cecarnya dengan gumaman diakhir.
Carisa melirik sekilas. "Katanya sih, ke Belanda. Ada urusan penting kayaknya,"
"Dan---lelaki bule yang selalu sama si Carl, siapa? Kok, kesannya kek aspri gitu sih?!"
Carisa menghela nafasnya perlahan. Memberhentikan kegiatannya sejenak dan bersandar pada kursi belakang. "Itu asisten pribadi Marvel. Gue gak sengaja denger tadi pagi, sebelum gue pergi sekolah bareng sama Daddy," ujarnya seperti gumaman kecil.
"Orang itu, yang bakal ngawal sekaligus jagain Carlista selama Marvel gak ada." sambung Carisa. "Kenapa?" tanyanya menatap Aleana.
Aleana sedikit tersentak. "Hah? Hm, e-enggak. Gue cuma ingin tahu aja. Abisnya, kesannya kek lebay gitu. Iya gak sih?! Kek takut pacar kesayangannya kenapa-kenapa, aja," ujarnya seperti menggerutu.
Carisa tersenyum tipis, sangat tipis. "Jelas. Carlista emang cantik. Primadona sekolah juga. Siapa sih yang bakalan rela kalo pacarnya kenapa-kenapa," ujarnya secara tidak sadar mengundang atensi beberapa siswa siswi dalam ruangan OSIS itu.
"Tapi gak sepinter lo, Carisa. Dia kan biang masalah," seru Aleana dengan nada tidak suka.
"Tapi banyak yang sayang sama dia," gumam Carisa yang hanya bisa didengar olehnya saja.
●●●
Pelajaran fisika adalah pelajaran yang paling membosankan dalam kamus kehidupan seorang Carlista. Menghafal rumus, menghitung kecepatan dan gaya, belajar menghitung rumus yang ribetnya kek hidup di jaman sekarang, dan masih banyak hal-hal yang tak ia sukai.
Mungkin, bagi Carlista, belajar fisika tidaklah menyenangkan. Buah apel saja jatuh dari pohonnya, dihitung berapa kecepatan gaya jatuhnya. Belum lagi menghitung kecepatan menggunakan hukum-hukum dalam fisika.
Kepalanya pusing tujuh keliling. Di laci mejanya saja, sudah tersedia beberapa lembar koyo untuknya dan ketiga temannya. Berjaga-jaga saja, takut jika ada yang tiba-tiba terkena migrain dadakan. Atau mungkin, alergi pelajaran fisika, maybe.
Jadilah ia hanya terdiam sambil menangkup wajah dengan kedua tangannya menahan kantuk. Karena ini adalah jam pelajaran terakhir. Sungguh hal yang amat membagongkan bukan, pelajaran terakhir malah matpel fisika. Bisa mabuk Carlista setelah ini.
Menghela nafas perlahan, Carlista merasa jika dirinya benar-benar kantuk. Sungguh, kedua matanya saja sudah mulai mengerlip tanda kantuk itu tak bisa ditunda, walau hanya beberapa menit saja. Jadilah ia yang berpura-pura ingin izin pergi ke toilet.
Izin ke toilet bukan untuk untuk melakukan aktifitas seperti biasa yang dilakukan orang kebanyakan. Dirinya justru melipir entah kemana. Berjalan-jalan santai sambil mendengarkan musik lewat earphone di kedua telinganya. Mengabaikan seorang laki-laki yang selalu mengintili kemanapun ia pergi.
Hingga tubuh kecilnya itu tak sengaja menubruk seorang siswa tampan yang tengah berdiri di hadapannya dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana hitam itu. "Aawwsstt... "
Carlista mendongak dan tak sengaja menabrak dada bidang milik lelaki tampan itu. Mencopot earphone dari kedua telinganya."Lo---ngapain di sini?" tanyanya lalu mengedarkan pandangan ke sekitar.
"Enggak ngapa-ngapain. Kebetulan, lagi pengen keluar kelas aja,"
Carlista mengeryit samar ketika melihat lelaki tampan yang ada di hadapannya saat ini. "El, lo kenapa?"
Gabriel sedikit tersentak dan berdehem pelan. "Gak papa," lalu pandangannya beralih pada lelaki berjas hitam itu yang jaraknya cukup dekat. "Siapa?"
Carlista mengikuti arah pandang Gabriel. "Asprinya Marvel. Dia yang ngintilin gue dari tadi pagi," ujarnya dengan malas. "Pergerakkan gue kan, terbatas jadinya,"
Gabriel tersenyum tipis, sebelah tangannya terangkat untuk mengusap pelan puncak kepala gadisnya Marvel itu. "Sabar, 3 hari doang." ujarnya datar.
"Kok lo tau, kalo Marvel sama temen-temennya pergi selama 3 hari?" sela Carlista. Padahal, yang mengetahui seberapa lama mereka pergi hanya kepala yayasan, ia, dan teman terdekat Carlista saja. Anggota OSIS sekalipun, belum ada yang mengetahui pasti.
"Denger-denger aja sih, gak sengaja pas lewat depan ruang guru," balas Gabriel seadanya.
Carlista hanya mengangguk-anggukkan kepalanya singkat.
"Maaf, Nona Carlista, sebaiknya Nona masuk ke dalam kelas. Dikarenakan sebentar lagi jam
pelajaran terakhir akan berakhir," intruksi Sam yang entah sejak kapan berada tepat di samping Carlista.
"Ck, ntar aja. Saya masih mau di sini," ujar Carlista berdecak sinis.
"Maaf Nona, tidak bisa. Saya hanya menjalankan perintah Tuan Muda saja untuk terus menjaga dan mengingatkan anda. Nanti Tuan Muda bisa marah dengan Nona---"
"Iya! Nanti Marvel marah sama gue!" sela Carlista dengan cepat, menghentakkan kedua kakinya dan pergi meninggalkan koridor dengan kedua tangan mengepal.
Tinggal lah Sam dan Gabriel yang saling pandang selama beberapa detik, namun setelahnya sorot mata Sam memutus pandangan dan melangkah lebar untuk mengejar Carlista.
"Nona Carlista, maafkan saya Nona! Saya hanya menjalankan tugas dari Tuan Marvel!" ujar Sam dengan tegas, dan suara itu menggema di sepanjang lorong.
Sementara Carlista terus berjalan cepat berusaha meninggalkan Sam sejauh mungkin. Tetapi, yang namanya juga langkah perempuan, tak selebar langkah laki-laki. Jadilah mereka berdua hanya berjarak sekitar 1 meter. Sesuai permintaan Marvel saat ia belum pergi ke Belanda.
"Tapi Marvel gak ada! Apa salahnya gue cuma ngobrol sama temen gue?! Udah lama gue gak ngobrol sama dia! Pelit amat cuma beberapa menit doang!" gerutu Carlista sambil berjalan cepat.
"Tetapi, Nona, Tuan Marvel tidak suka jika anda berhubungan dengan lelaki manapun. Termasuk orang tadi yang kau bilang teman." ujar Sam datar, namun sarat akan keseriusan.
Carlista seketika memberhentikan langkahnya dan itu membuat Sam terkaget, meski jarak mereka masih tidak terlalu dekat. Tetapi, mereka harus berjarak 1 meter. Ingat, minimal 1 meter dari gadisnya Marvel.
"Tidak ada pertemanan yang murni antara laki-laki dan perempuan, Nona Carlista. Tuan Marvel juga yang mengatakan itu kepada saya. Itulah mengapa, Tuan Muda justru jatuh cinta dengan Nona Carlista sejak pertemuan kedua." ujar Sam tetap berwajah lempeng. "Maaf Nona, jika saya lancang." sambungnya sambil menunduk.
Carlista hanya terdiam mendengarkan. Namun, tak lama ia kembali berjalan menyusuri lorong untuk sampai ke kelas tujuannya.
Memang benar bukan, jika laki-laki dan perempuan tak ada yang murni seratus persen hanya berteman? Mungkin saja, salah satu di antaranya jatuh cinta dalam diam.
Percaya deh, berani taruhan?
●●●
Sam membukakan pintu mobil belakang untuk Carlista, supaya memudahkan dirinya untuk masuk ke dalam mobil. Namun, Carlista lebih memilih membuka pintu mobil sebrang sana dan masuk dengan gerakkan kasar, menutup pintu mobil dengan kencang.
BRAKK!
Sam, si aspri Marvel yang super duper lempeng melebihi sang Tuan Muda, hanya terdiam dan tak berkata apa-apa. Menutup pintu yang sempat ia bukakan untuk Carlista, dan beralih pada pintu depan dan duduk di belakang kemudi. Ekspresinya yang selalu datar itu, mengingatkan dirinya akan Marvel.
Ya, baru sehari tanpa Marvel saja, Carlista merasa ada yang berbeda. Entahlah, dirinya kan terbiasa diganggu dan dimesumi oleh sang kekasih. Mungkin, itu yang Carlista rindukan dari Marvel.
Pandangan Carlista hanya kosong menatap keluar jendela. Entah apa yang ada di hati dan di pikirannya saat ini. Entah perasaan apa yang ia rasa. Tetapi, ia tidak tahu caranya untuk menjabarkan perasaan itu. Yang seakan, ada yang---hilang.
"Maaf Nona, Tuan Muda baru saja mengirim pesan kepada saya. Memberitahukan jika Nona tidak boleh keluar selama di mansion. Dan jika ingin keluar bersama teman-teman Nona, harus izin terlebih dahulu dengan Tuan Marvel." ujar Sam yang belum juga mengemudikan mobil SUV itu.
Carlista hanya terdiam dan tak bergeming. Entah ia mendengarnya atau tidak.
Hingga mesin mobil itu dinyalakan saja, kedua sorot mata Carlista masih memandang kosong ke luar jendela.
.
Ting!
My Marvel :
Lagi apa?
Kangen banget sama kamu
Jangan nakal yah, selama gak ada aku
Harus nurut sama perintah Sam
Aku udah bikin list kegiatan dan tempat apa aja yang gak boleh kamu langgar. Salah satunya gedung olahraga
Jangan centil, jangan genit, apalagi tepe-tepe ke semua cowok
Kamu itu cantik. Bahkan lebih cantik di Antariksa. Banyak buaya rawa yang menanti pesona kamu
Jangan lupa bales
Ita sayang...
Bales dong
Please, Baby
I miss you so bad
Ya, lagi-lagi Carlista meneror pesan demi pesan singkat itu ke handphonenya. Rentetan pesan-pesan singkat yang terkesan lebay untuknya.
Gila, Marvel bucin parah!
●●●
Sunyi dan sepi. Dua kata yang menggambarkan kamar Carlista saat ini. Bukan kamar, lebih tepatnya suasana mansion dan juga suasana hatinya. Bahkan, hingga malam datang pun, kesepian itu masih setia menemaninya. Sama seperti hari-hari biasanya.
Tetapi, terkadang Marvel datang dan menemuinya di mansion. Hanya sekedar menemani malam Carlista yang terkadang kesepian. Seperti sekarang ini. Tak ada kegiatan apa-apa selain rebahan di sofa dengan setoples cemilan. Layar televisi yang menyala, menampilkan drama Thailand.
Membuang nafasnya kasar, Carlista merubah posisi menjadi duduk bersila sambil mengunyah cemilan di mulutnya. Kedua mata itu tak putus menatap layar LED itu. Hanya rebahan sambil nonton drama aja, cukup membosankan untuknya.
"Oh my bestie! Metta, tarik tangan gue, Met!"
"Sabar dong. Gue ribet nih bantuin si Melon. Kakinya nyangkut,"
"Ck, Metta. Jangan tarik-tarik kaki gue. Ntar kalo putus gimana?!"
"Tinggal balikan."
"Ck, emang lo kira hubungan! Dasar Mettal!"
"Gue lepas ya, kaki lo,"
"Jangan gila. Tar gue koit,"
"Cepetan masuk! Ntar kalo ada yang liat gimana?"
Nah, itu suara ribut-ribut berasal dari balkon kamar Carlista. Siapalagi manusia-manusia gabut yang akan bertamu lewat jalur balkon jika bukan ketiga temannya. Ada pintu utama mansion, mereka memilih lewat balkon. Definisi orang yang mempersulit hidup itu---ya seperti mereka.
"Carlista! Yuhuuu! Bestie-bestie mu datang nih!" Jenna masuk lebih dulu ke dalam kamar Carlista dengan membawa paper bag coklat. Mungkin, berisikan makanan untuk mereka. Lalu setelah Melody, dan terakhir Metta.
Carlista menghela nafasnya perlahan. Masih dengan mulut yang mengunyah cemilan gurih itu, ia hanya menatap polos pada ketiga temannya yang baru saja datang. Belum lagi Melody, yang sudah rebahan lebih dulu di kasur kingsize itu.
"Kan bisa lewat pintu. Ngapain juga lewat balkon,"
"Di depan pintu banyak bodyguard lo. Kita males kalo dateng ke sini dan lewat sesi wawancara dulu," seru Jenna sambil sibuk membuka keripik kentang bungkusan.
Carlista hanya mengangguk singkat. Lanjut dengan kegiatannya menonton sambil mengunyah cemilan.
"Gue nginep sini ya. Bosen gue, Bokap sama Nyokap lagi pergi," ujar Metta sambil mencomot cemilan Jenna, lalu menghampiri Carlista.
"Pergi?" beo Carlista. "Kemana?"
"Belanda." singkat Metta, sambil mendudukkan diri di sofa.
"Belanda?" gumam Carlista. "Kok, bisa pas gitu ya, timing-nya," sambungnya.
"Kalo Metta nginep, kita juga ikut nginep di sini," seru Melody.
Carlista berdecak. "Sempit. Kamar gue gak muat nampung kalian semua,"
"Yah, Carl, padahal kita dulu sering tidur bareng di kamar ini. Muat-muat aja tuh,"
"Ya karena dulu kita kan masih SD. Badan kita masih kecil. Belum gede kayak sekarang, Melon," timpal Jenna dengan helaan nafas kasarnya.
"Iya juga yah. Apalagi Jenna, body-nya terlalu sexy," ujar Melody asal sebut.
Jenna mendengus. "Ya bagus dong. Daripada datar kek triplek,"
Sementara Carlista dan Metta hanya bisa memutar bola matanya malas. Malas ikut berdebat dengan kedua temannya yang terkadang absurd dan suka ngelantur dalam pembahasan apapun itu.
"Lo gak ngerasa kesepian, Carl, ditinggal sama Marvel?"
Seketika Carlista terdiam dan memelankan kunyahannya. "Biasa aja," balasnya cuek.
"Masa sih, perasaan... lo kayak bete gitu sepanjang tadi di kelas," timpal Melody.
"Siapa yang bete? Gak tuh," balas Carlista cuek.
"Tapi kira-kira, Marvel ngapain ya ke Belanda? Terus Galang, Juna, sama Atha juga ikut ke sana," ujar Jenna mengundang atensi ketiga temannya.