NovelToon NovelToon
Tubuhku, Takhta Sang Dewa

Tubuhku, Takhta Sang Dewa

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Fantasi Wanita / Balas dendam pengganti / Romansa Fantasi / Fantasi
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Cencenz

Satu tubuh, dua jiwa. Satu manusia biasa… dan satu roh dewa yang terkurung selama ribuan tahun.

Saat Yanzhi hanya menjalankan tugas dari tetua klannya untuk mencari tanaman langka, ia tak sengaja memicu takdir yang tak pernah ia bayangkan.
Sebuah segel kuno yang seharusnya tak pernah disentuh, terbuka di hadapannya. Dalam sekejap, roh seorang dewa yang telah tertidur selama berabad-abad memasuki tubuhnya. Hidupnya pun tak lagi sama.

Suara asing mulai bergema di pikirannya. Kekuatan yang bukan miliknya perlahan bangkit. Dan batas antara dirinya dan sang dewa mulai mengabur.

Di tengah konflik antar sekte, rahasia masa lalu, dan perasaan yang tumbuh antara manusia dan dewa… mampukah Yanzhi mempertahankan jiwanya sendiri?
Atau justru… ia akan menjadi bagian dari sang dewa selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cencenz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30: Bertahan Tanpa Melawan

Aula langsung meledak dalam bisik-bisik cemas.

Yi menjerit, "MENARA PENYEGELAN?! Itu tempat untuk penjahat tingkat tinggi! Kalian gila?!"

Han Ye hampir maju menghajar siapa saja.

"Tidak masuk akal! Itu terlalu berat!"

Mo Ran dan teman-temannya membeku, tidak menyangka hukuman sekejam itu dijatuhkan begitu cepat.

Wei Ren menunduk seolah-olah penuh hormat.

Namun matanya melirik Yanzhi… penuh kemenangan.

Dua tetua mengangkat kedua tangan dan membentuk segel.

Jaring aura penahan yang tadinya hanya untuk membatasi gerak Yanzhi, berubah bentuk menjadi belenggu berlapis segel kuno, bercahaya ungu pucat.

Aura itu mengikat Yanzhi kuat dan bara di tubuh Yanzhi langsung memberontak.

Roh dalam dirinya berbisik tajam,

"Jangan melawan. Segel itu memantulkan aura kita."

"Kalau kau memaksa… mereka akan curiga."

Yanzhi menahan napasnya.

Jika ia menunjukkan kekuatan roh itu… ia bisa mati di tempat.

Ia menunduk pelan, bukan menyerah, tapi menahan diri.

"Bawa dia," perintah Tetua Nian.

Para tetua penjaga menarik belenggu itu.

Yanzhi dituntun keluar dari aula, langkah kakinya bergetar ringan tapi tetap tegap.

Di belakang—

Yi menangis keras, berusaha menerobos namun dihalangi.

Han Ye menjerit marah-marah, memaki keputusan para tetua.

Mo Ran terlihat shock, memandang Yanzhi seolah ia ingin menolong tetapi tidak tahu bagaimana.

Wei Ren berdiri tenang di tengah aula.

Dalam bayangan kaki-kaki para tetua yang menjauh, Pelahap Inti di atas aula perlahan menghilang,

seolah tugasnya sudah selesai.

Saat mereka tiba, langit di atas sekte berubah gelap.

Menara Penyegelan menjulang tinggi seperti tombak hitam menusuk awan.

Dindingnya dipenuhi talisman kuno yang menyala redup, dan energi di sekitarnya seperti menarik napas siapa pun yang mendekat.

Pintu besi besar bergeser perlahan… mengeluarkan suara seram seperti raungan baja.

"Masukkan," kata salah satu tetua.

Belenggu Yanzhi ditarik masuk.

Begitu kakinya melangkah melewati ambang, segel di lantai menara menyala… menyerap sebagian aura tubuhnya.

Roh di dalam tubuh Yanzhi berdesis marah.

"Tempat ini diciptakan untuk mengurung iblis tingkat tinggi."

"Mereka sengaja ingin membuatmu pecah."

Yanzhi menarik napas dalam, dadanya terasa berat oleh tekanan segel.

Di dalam kesadarannya, ia akhirnya menjawab, suara pelan, tapi tegas.

"Kalau begitu… apa yang harus kulakukan?"

Langkahnya berhenti sepersekian detik.

"Aku tidak bisa melawan mereka sekarang."

"Kalau aku diam… aku akan hancur perlahan."

Panas di dadanya bergetar, tertahan paksa oleh segel menara.

"Kau bilang jangan biarkan auramu keluar," lanjut Yanzhi, rahangnya mengeras.

"Tapi kalau terus ditekan seperti ini… tubuhku juga tidak akan bertahan."

Sesaat—

roh itu terdiam.

Lalu suaranya muncul kembali, lebih rendah, lebih terkendali, seperti api yang dipaksa mengecil.

"Bertahan."

"Jangan melawan segel."

"Jangan memeluk auraku."

"Biarkan tubuhmu terlihat lemah…

tapi jaga satu titik di dalam dirimu tetap hidup."

Yanzhi mengepalkan jarinya pelan.

"Satu titik?"

"Kesadaranmu," jawab roh itu.

"Selama kau tidak kehilangan itu… mereka tidak bisa benar-benar memenjarakanmu."

Yanzhi mengangguk kecil, tak terlihat oleh siapa pun.

Pintu menara menutup perlahan, menelan cahaya dari luar.

Gelap di dalam Menara Penyegelan bukan kegelapan biasa.

Ia tidak sekadar menelan cahaya, ia menekan keberadaan.

Begitu pintu besi tertutup sepenuhnya, segel di lantai bergerak perlahan, membentuk lingkaran-lingkaran tipis yang saling mengunci. Cahaya talisman di dinding meredup, lalu menyala kembali dengan ritme lambat… seperti denyut jantung yang asing.

Yanzhi merasakan lututnya melemah.

Bukan karena luka.

Bukan karena ketakutan.

Tapi karena tubuhnya ditolak.

Setiap napas terasa lebih berat dari sebelumnya. Udara yang ia hirup seakan melewati lapisan tipis tekanan, seperti berenang di bawah air dingin.

Panas di dadanya meredup paksa.

Bukan padam, tapi ditekan, dipadatkan, dilipat ke dalam.

Yanzhi menekan telapak tangannya ke lantai batu. Urat-urat di punggung tangannya menegang.

"Jadi beginilah rasanya…"

Segel itu tidak menyerang.

Tidak menyiksa secara langsung.

Ia hanya menguras perlahan.

Setiap detik, kekuatan fisik Yanzhi terkikis sedikit demi sedikit. Bahunya terasa lebih berat, punggungnya seperti dipasangi beban tak terlihat.

Roh di dalam dirinya bergerak, lebih tenang sekarang, tapi suaranya tetap rendah.

"Menara ini tidak mematahkan."

"Ia menunggu sampai penghuninya sendiri yang runtuh."

Yanzhi menghela napas pendek.

"Kalau begitu… mereka tidak berniat menginterogasiku."

"Tidak," jawab roh itu.

"Mereka ingin kau melemah. Lupa siapa dirimu. Lalu mengaku, entah kau bersalah atau tidak."

Kesadaran Yanzhi sedikit bergetar.

Pikirannya mulai melayang, ingatan kecil muncul tanpa diminta.

Suara latihan pagi.

Wajah murid lain.

Langkah Han Ye yang selalu terlalu dekat.

Yanzhi langsung mengeraskan fokusnya.

"Ini efek mental juga," gumamnya.

"Benar," sahut roh itu.

"Menara ini menggerogoti kesadaran lewat kelelahan."

Yanzhi bersandar ke dinding, duduk perlahan.

Ia tidak melawan, tidak memeluk auranya.

Ia bertahan, seperti yang diminta.

......................

Waktu di dalam menara tidak jelas.

Entah berapa lama berlalu saat suara pertama terdengar.

Bukan suara keras.

Bukan teriakan.

Hanya… bisikan.

"Manusia…"

Yanzhi membuka mata perlahan.

Dinding di sekelilingnya tampak sama, tapi bayangan di sudut-sudut menara bergerak tidak wajar.

"Sudah berapa lama kau di sini?"

"Yang baru lagi?"

Suara-suara itu tidak datang dari satu arah.

Mereka datang dari lapisan-lapisan segel.

Yanzhi menelan ludah.

"Mereka yang disegel di sini…" bisiknya dalam hati.

Roh di dalam dirinya tidak menjawab langsung.

"Jangan menjawab," katanya akhirnya.

"Tidak semuanya bisa mendengar… tapi semuanya bisa merasakan."

Namun bisikan itu terus datang.

"Kau masih utuh…"

"Berapa lama sampai kau pecah?"

Salah satu suara terdengar lebih dekat, lebih tua, lebih berat.

"Menara ini tidak diciptakan untuk membunuh."

"Ia diciptakan untuk membuat semua makhluk sama… lemah."

Yanzhi memejamkan mata sesaat, lalu membukanya lagi.

"Kalian sudah berapa lama di sini?" tanyanya pelan.

Hening.

Lalu tawa pendek, parau.

"Waktu tidak bergerak di sini, bocah."

"Hanya kehendak."

Roh di dalam dirinya berdesis pelan.

"Cukup."

"Kau tidak perlu mendengar lebih jauh."

Tapi Yanzhi sudah menangkap satu hal.

Menara ini bukan hanya penjara.

Ia adalah alat penyaring.

Yang kehilangan diri, hancur.

Yang bertahan, berubah.

......................

Di luar Menara Penyegelan, malam turun sepenuhnya.

Wei Ren berdiri di teras batu, menatap menara yang kini sunyi. Talisman di dinding luarnya menyala stabi, tanda segel bekerja sempurna.

Ia menghela napas lega.

“Masuk juga akhirnya,” gumamnya.

Tetua Lin berdiri di sampingnya, wajah masih tegang.

“Apakah kau yakin ini cukup?” tanyanya. “Jika dia benar-benar hanya korban—”

Wei Ren menunduk hormat.

“Kalau dia korban, Menara akan membuktikannya Tetua,” jawabnya lembut.

“Kalau tidak… kita menyelamatkan sekte.”

Tetua Lin terdiam.

Wei Ren melangkah menjauh beberapa langkah. Saat tak ada yang melihat, senyum tipis muncul di sudut bibirnya.

> Bertahanlah kalau bisa, pikirnya.

Menara itu bahkan mematahkan iblis tingkat langit.

Ia tidak tahu atau mungkin tidak peduli, apa yang sebenarnya ada di dalam tubuh Yanzhi.

Baginya, satu hal cukup:

Yanzhi disingkirkan dari papan.

......................

Kembali ke dalam kegelapan.

Yanzhi duduk bersila sekarang, punggung bersandar ke dinding batu. Napasnya sudah lebih teratur, meski tubuhnya terasa lebih berat.

Ia menutup mata.

Bukan untuk menyerah, tapi untuk mendengar.

Ia merasakan aliran segel di lantai. Polanya tidak acak. Ada ritme. Ada pusat.

"Segel ini…" bisiknya dalam hati.

"Ia tidak hanya menekan. Ia mengalir."

Roh di dalam dirinya terdiam lama.

Lalu akhirnya berbicara, suaranya lebih pelan dari sebelumnya.

"Kau cepat menangkapnya."

"Menara ini bukan sekadar penjara."

"Ia adalah wadah."

Yanzhi membuka mata perlahan.

"Wadah untuk apa?"

"Untuk menahan… dan menguji," jawab roh itu.

"Mereka yang bertahan di sini, tidak lagi sama saat keluar."

Yanzhi mengepalkan jarinya perlahan.

"Kalau begitu… aku tidak perlu melawan segel."

"Tidak," sahut roh itu.

"Kau hanya perlu… selaras dengannya."

Hening menyelimuti menara.

Untuk pertama kalinya sejak masuk, Yanzhi tidak merasa sepenuhnya ditekan.

Di tengah tekanan, di tengah bisikan, di tengah kegelapan, kesadarannya tetap utuh.

Dan di dalam Menara Penyegelan,

sebuah perubahan kecil… mulai terjadi.

...****************...

1
dewi roisah
lanjut lagi seru serunya..
Zhenzhen: Siap! Makasih banyak, senang banget kamu menikmati ceritanya /Heart//Heart/
total 1 replies
Nanik S
Lembah Angin
Nanik S
Kepala baru memang sangat bodoh
Nanik S
Pasti Yanzhi adalah sasaran Lu Ming
Nanik S
mereka seperti teman tapi yang sat keras kepala yg satu Usil 🤣🤣🤣
Nanik S
💪💪💪👍👍👍
Nanik S
Lanjutkan Tor
Zhenzhen: Lanjut terus dong! Makasih sudah ngikutin ceritanya/Joyful//Determined/
total 1 replies
Nanik S
Benar sekali untuk apa ramah pada merdeka yang merendahkan kita
Nanik S
Keras kepala bener Yanzhi
Zhenzhen: Hehe iya, Yanzhi memang keras kepala banget, tapi itu yang bakal bikin perkembangan karakternya menarik/Scream/
total 1 replies
Nanik S
Yanzhi... lemah tapi keras kepala
Zhenzhen: Betul sekali! Dia masih lemah di awal, tapi tekadnya yang keras bakal jadi pondasi pertumbuhannya nanti./Determined/
total 1 replies
Nanik S
Cerita awal yang menarik
Zhenzhen: Senang banget kalau awal ceritanya terasa menarik! Semoga bab-bab selanjutnya juga bikin penasaran ya. Terima kasih sudah membaca/Pray/
total 1 replies
Nanik S
Hadir
Zhenzhen: Terima kasih sudah hadir dan mulai baca dari Bab 1! Semoga ceritanya bisa menemani harimu. /Determined//Determined/
total 1 replies
k
Ternyata seru banget!/Angry/ceritanya ringan tapi tetap bikin penasaran. Cocok buat kalian yang suka fantasi tapi tetep mudah diikuti. Rekomen banget!/Kiss//Kiss/
Zhenzhen: Terima kasih banyak untuk ulasannya!/Heart/
Senang banget tahu kalian enjoy sama ceritanya.
Aku bakal terus usaha biar makin seru ke depannya /Determined//Determined/
total 1 replies
Aji Pangestu
waw sangat bagus
Zhenzhen: Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca dan meninggalkan ulasan seindah ini /Kiss/
Aku benar-benar senang ceritanya bisa sampai ke hati pembaca /Heart//Heart/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!