Shaqila Ardhani Vriskha, mahasiswi tingkat akhir yang sedang berada di ujung kewarasan.
Enam belas kali skripsinya ditolak oleh satu-satunya makhluk di kampus yang menurutnya tidak punya hati yaitu Reyhan Adiyasa, M.M.
Dosen killer berumur 34 tahun yang selalu tampil dingin, tegas, dan… menyebalkan.
Di saat Shaqila nyaris menyerah dan orang tuanya terus menekan agar ia lulus tahun ini,
pria dingin itu justru mengajukan sebuah ide gila yang tak pernah Shaqila bayangkan sebelumnya.
Kontrak pernikahan selama satu tahun.
Antara skripsi yang tak kunjung selesai, tekanan keluarga, dan ide gila yang bisa mengubah hidupnya…
Mampukah Shaqila menolak? Atau justru terjebak semakin dalam pada sosok dosen yang paling ingin ia hindari?
Semuanya akan dijawab dalam cerita ini.
Jangan lupa like, vote, komen dan bintang limanya ya guys.
Agar author semakin semangat berkarya 🤗🤗💐
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rezqhi Amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pendekatan
Pagi baru saja naik ketika Shaqila melangkah masuk ke taman kota. Embun masih menempel di dedaunan, rumput terasa lembap, dan aroma tanah basah bercampur dengan angin lembut yang berhembus dari arah sungai kecil di sisi taman. Jam di ponselnya menunjukkan pukul 10.15 — lima belas menit lebih awal dari waktu janjian.
Dia menarik napas panjang sambil merapikan rambutnya yang diikat setengah. Hatinya berdebar tanpa alasan logis. Entahlah… mungkin karena ini pertama kalinya ia benar-benar pergi berdua dengan Arga. Bukan kebetulan, bukan urusan kampus.
Shaqila duduk di bangku kayu yang menghadap pohon kamboja. Tangan kirinya sibuk memainkan ujung sweater, sementara tangan kanannya memeriksa ponsel setiap dua menit padahal tidak ada notifikasi apapun.
"Kenapa gue deg-degan begini sih…" gumamnya.
"Udah lama ya?"
Suara itu datang dari samping.
Shaqila menoleh cepat. Arga berdiri di sana, hoodie hitam, jeans biru gelap, rambut sedikit berantakan seperti habis ditiup angin motor. Ia tersenyum tipis, senyum yang terasa santai… tapi justru semakin membuat dada Shaqila sesak.
"Tidak kok," jawab Shaqila.
Gadis itu menelan ludah. Oke, hari ini baru mulai lima menit dan dia sudah hampir pingsan.
Mereka berjalan pelan menyusuri taman. Burung-burung kecil berloncatan di ranting, dan beberapa anak kecil berlari-larian mengejar balon. Suasananya damai, tepat untuk membuka hari.
Arga mencondongkan tubuh sedikit. "Lo udah sarapan?"
"Udah…kok. Sepotong sandwich," jawab Shaqila.
"Mana kenyang kalau cuma segitu," ucap Arga. Laki-laki itu tersenyum. "Date kita hari ini biar gue yang atur. Di jamin lo bakal suka kok."
"Yuk cari makan dulu," ajaknya.
Shaqila menggangguk, mereka pun berjalan beriringan dan sesekali diselingi candaan.
Mereka berhenti di depan jalan kecil menuju parkiran.
"Siap naik motor seharian? di jamin seru kok," tanya Arga.
Shaqila mengangguk, sedikit malu. "Siap."
Arga mengambil helm hitam dan menaruhnya di kepala Shaqila sendiri. Ia merapikan tali helm dengan perlahan, jarinya menyentuh sedikit kulit leher Shaqila ...dan cukup untuk membuat gadis itu menahan napas.
"Pas," ucap Arga lembut, suaranya rendah sekali.
Shaqila hanya bisa mengangguk.
Arga sudah duduk di atas motornya, satu kaki menahan motor supaya nggak miring. Angin pagi menjelang siang berembus kencang, bikin beberapa helai rambut Shaqila nempel di pipinya.
"Naik," perintah Arga sambil nepuk jok belakang.
Shaqila narik napas dulu sebelum naik. Begitu duduk, dia otomatis jaga jarak aman dari punggung Arga. Tangannya dia taruh rapi di paha, berusaha keliatan santai padahal hatinya udah marathon.
"Sha," panggil Arga tanpa nengok.
"Hm?"
"Pegangan. Yang ada nanti lo jatuh kalau posisi lo begitu," ucap Arga. Mo
Shaqila langsung naro dua tangannya di bahu Arga. "Udah, kak,"
Arga ngeliat lewat spion. Terdiam sebentar
habis itu ada sedikit nada nahan ketawa di suaranya.
"Serius lo mikir ini cara pegangan yang bener?"
Shaqila malah makin nyekek bahu Arga, sok percaya diri. "Ya kan lo bilang pegangan. Nih gue pegang."
Arga muter badannya dikit, ngeliat posisi tangan Shaqila yang kayak anak ayam takut kehujanan.
Tanpa permisi Arga udah megang pergelangan tangan Shaqila.
Perlahan dan sangat lembut seolah takut pergelangan tangan itu terluka
Tubuh Shaqila langsung KAKU TOTAL merasakan sentuhan itu.
Pelan-pelan, Arga nurunin tangan Shaqila… ngelewatin sisi tubuhnya… ngelewatin pinggangnya…
Dan akhirnya melingkarin kedua tangan itu di perutnya sendiri.
Shaqila langsung nahan napas.
Arga cuma nahan tangan Shaqila sebentar, ngunci posisinya biar nggak kabur.
"Nah," katanya pelan dan dalam, "gini cara pegangan yang bener. Aman dan nggak bakal jatuh."
Shaqila berusaha mati-matian buat nggak teriak kegirangan.
Bibirnya kegigit. Mukanya panas dan jantungnya sedang berolahraga.
Arga nyalain motor dan seketika terdengar suara mesin yang seolah mengamuk.
"Pegang bahu tuh bahaya," jelas Arga santai, "kalo gue ngerem mendadak, lo bisa terpental ke belakang.
Arga senyum kecil. Senyum yang Shaqila nggak lihat tapi kerasa dari nadanya.
Shaqila langsung pengen jungkir balik.
Gadis itu berusaha keras biar tidak berteriak senang.
Motor mulai jalan keluar dari parkiran taman.
Angin pagi menjelang siang nyapu wajah mereka.
Dan sepanjang perjalanan itu, dengan tangan melingkar di pinggang cowok yang diam-diam dia sukai sejak maba, Shaqila cuma bisa mikir satu hal.
GILA INI BAHAGIANYA KEBANYAKAN. SEJAK LAMA GUE PENGEN SEPERTI INI.
Perjalanan dari taman ke warung makan tidak terlalu jauh, tapi angin pagi menjelang siang dan aroma jalanan membuat Shaqila merasa seperti sedang kabur dari rutinitas hidupnya yang biasa.
Mereka berhenti di warung sederhana bertenda merah, tak jauh dari deretan pohon bambu.
"Kita makan di sini?" tanya Shaqila, memiringkan kepala.
"Lo nggak suka ya makan di pinggir jalan seperti ini, sorry ya atau kita pergi cari resto yuk," jawab Arga yang hendak menghidupkan mesin motornya kembali.
"Nggak kok, gue cuma nggak nyangka aja ternyata seorang Arga suka tempat seperti ini. Padahal lo termasuk golongan anak kelas atas," ucap Shaqila.
Gadis itu merasa penasaran karena Arga adalah anak salah satu donatur terbesar di kampusnya.
Arga terkekeh mendengar itu. "Ya emang kenapa? makan di pinggir jalan lebih nikmat tau. Selain itu kita bisa membantu para pedagang kecil dengan cara membeli dagangan mereka."
Shaqila menoleh ke arah Arga. Tatapannya berbinar dan penuh kagum.
'Nggak salah gue suka sama dia,'
Mereka duduk di bangku kayu. Pemilik warung menyapa ramah. Arga memesan dua porsi ayam goreng, sambal terasi, tahu tempe, dan dua es teh.
"Gue semakin kagum sama lo, jarang banget cewek mau diajak naik motor dan makan dipinggir jalan seperti ini. Dari awal gue ngelihat lo memang sepertinya nggak banyak neko-neko deh," ucap Arga seraya menangkup wajahnya sendiri dan menatap ke arah Shaqila.
Shaqila yang dilihat seperti itu tanpa sadar wajahnya berubah warna. Gadis itu hanya menunduk malu.
Hal itu membuat Arga tertawa ringan.
Shaqila memukul lengan Arga pelan. "Lo tuh… suka bikin orang salah tingkah."
Arga terkekeh kecil. "Bagus."
"Bagus dari mana?" tanya Shaqila.
"Biar makin gampang pendekatannya."
Shaqila mematung beberapa detik.
Tidak lama kemudian pemilik warung membawa pesanan mereka.
Shaqila baru saja menyuapkan sendok ke mulutnya ketika suara itu terdengar.
"Kak Qila?"
Ia mendongak. Alisnya terangkat sedikit sebelum senyum tipis terukir di wajahnya saat mengenali sosok di hadapannya.
"Eh, Ta-"
"Tasya?"
Suara Arga memotong kalimat Shaqila. Sendok di tangannya terhenti di udara. Rahangnya mengeras, bahunya menegang, seolah otaknya butuh beberapa detik untuk menerima kenyataan bahwa gadis yang berdiri di depan meja mereka benar-benar Tasya.
Hai hai hai semuanya.
Author comeback,
Jangan lupa like, komen, vote, suscribe, dan bintang limanya ya guys.
See you🤗🤗🤗