Salma dan Rafa terjebak dalam sebuah pernikahan yang bermula dari ide gila Rafa. Keduanya sekarang menikah akan tetapi Salma tidak pernah menginginkan Rafa.
"Kenapa harus gue sih, Fa?" kata Salma penuh kesedihan di pelaminan yang nampak dihiasi bunga-bunga.
Di sisi lain Salma memiliki pacar bernama Narendra yang ia cintai. Satu-satunya yang Salma cintai adalah Rendra. Bahkan saking cintanya dengan Rendra, Salma nekat membawa Rendra ke rumah yang ia dan Rafa tinggali.
"Pernikahan kita cuma pura-pura. Sejak awal kita punya perjanjian kita hidup masing-masing. Jadi, aku bebas bawa siapapun ke sini, ke rumah ini," kata Salma ketika Rafa baru saja pulang bekerja.
"Tapi ini rumah aku, Salma!" jawab Rafa.
Keduanya berencana bercerai setelah pernikahannya satu tahun. Tapi, alasan seperti apa yang akan mereka katakan pada orang tuanya ketika keduanya memilih bercerai nanti.
Ikuti petualangan si keras kepala Salma dan si padang savana Rafa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cataleya Chrisantary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kompensasi
34
Salma benar-benar kaget dengan ucapan Rafa barusan. Rasanya ini seperti mimpi ketika ada seseorang yang mau membelikannya tas tanpa mikir panjang. Yang bahkan Rendra saja tidak mau membelikan tas tersebut untuknya.
“Mau apa nggak?” tanya Rafa karena Salma masih terdiam di depan belum bergerak barang satu centi saja dari tempatnya.
“Ini... ini beneran?”
“Beneran. Cepetan kalau mau. Mau beli tas yang kayak tadi atau tas lain juga boleh. cepet sebelum aku berubah pikiran.”
Salma sekarang tidak mengerti konsep hidupnya seperti apa. Salma merasa hidupnya di hancurkan dihempaskan oleh Rafa tapi Rafa secara tidak langung merawatnya dengan baik.
Rafa tidak ragu membelikan berbagai keperluan Salma hingga pembalut. Dan sekarang, dengan terang-terangan Rafa berkata ingin mebelikan Salma tas yang padahal rusaknya bukan oleh Rafa.
“Beneran?” kata Salam bertanya lagi dengan nada yang ada rasa canggung dicampur malu.
“Beneran, cepetan, Salma. Aku pengen istirahat badan aku capek banget.”
Salma lalu berkata dengan bahasa inggris pada Staff untuk diantar menuju tas yang sama persisi seperti yang Salma punya.
Rafa melihat dengan mata kepalanya jika wajah Salma saat itu benar-benar bahagia dan senang ketika melihat tas yang sama persis dengan tasnya.
“Tapi sizenya ini Cuma ada yang large,” kata Salma. Mata Rafa menangkap dan melihat binarnya matanya sedikit redup.
“Terus?”
“Iya gak masalah emang sizenya yang large? Soalnya punya aku medium. Tapi yang medium nggak ada. Tapi aku juga gak mau yang kecil.”
“Yaudah yang ada aja.”
“Beneran?” tanya Salma berkali-kali.
Rafa mendadak lelah menjawab iya. Jadi ia langsung mengeluarkan kartu miliknya saja. Rafa mengeluarkan uang hampir 10.000 CAD untuk membeli tas yang Salma mau itu.
Salma sekarang terus tersenyum dan nampaknya menahan diri untuk tidak loncat-loncat seperti anak kecil karena ia sekarang dibelikan tas oleh Rafa. Bahkan lebih mahal dari tas miliknya sebelumnya.
Salma hanya memeluk paperbag yang sekarang ada di pangkuannya. Salma terus tersenyum tapi ada hal yang ia lupakan.
“Makasih,” katanya dengan nada yang masih sinis.
Rafa menoleh sejenak. “Iya sama-sama. Kamu buang tas lama kamu itu.”
Salma saat ini bingung antara harus ramah atau tetap pada karakternya yang selama ini kesal dan benci Rafa. Ia sekarang bingung, tapi senang dengan tas barunya.
“Lah bodo amatlah, mau gimana juga. Yang penting gue udah dapet tas baru,” kata Salma dalam hatinya. Ia meneruskan memeluk paperbag itu lagi.
Sementara itu Rafa sekarang ikut senang dengan tingkah dan perilaku Salma yang benar-benar seperti anak kecil yang baru mendapatkan permen manis.
Rafa memang mengeluarkan uang cukup banyak hanya untuk satu tas saja. tapi entah mengapa rasanya uangnya lebih bermanfaat membelikan tas dari pada membayar hotel kemarin.
Tas itu memang mahal 10.000 CAD tapi rasanya langsung terbayar lunas ketika melihat wajah berbinar Salma. Wajah senang dan bahagia yang sudah lama tidak lihat.
Ketika sampai apartement, Salma langsung pergi ke kamar dan terdengar jika Salma sekarang nampaknya sedang unboxing tas barunya.
Kali ini bukan tangisan yang terdengar tapi lebih ke jeritan kecil penuh kebahagiaan yang didengar Rafa. Lelaki itu, sekarang ikut bahagia. Atmosphere di apartement mendadak ceria.
Salma kembali keluar lagi dari kamarnya. Perempuan itu nampak menjaga mimik wajahnya. “Makasih tasnya aku suka banget. Terus...” Salam menjeda cukup panjang ucapannya.
“Terus apa?” tanya Rafa lelaki itu menyeruput teh miliknya.
“Baju-baju kamu masukin aja ke lemari. Sorry, kemarin aku emosi banget. Dan lupain apa yang udah terjadi sama kita di malam itu.”
“Impas?” tanya Rafa.
“Nggak yah!” suara Salma meninggi kembali. “Kamu pikir itu bisa ditukar sama tas itu apa.”
Salma mendadak marah-marah lagi. Dan secara tiba-tiba, Salma melemparkan tas yang barus aja Rafa belikan untuknya.
“Nih, aku balikin tasnya. Kamu pikir aku bisa di sogok apa sama tas itu? Nggak, harga diri aku lebih mahal dari pada tas itu. Oh, sekarang aku ngerti kenapa kamu sampai bawa aku kesana. Aku ngerti. Ternyata itu hanya penembusan kamu aja karena rasa bersalah kamu kan.”
Iya, Rafa akui ia salah bicara. Harusnya, ia memang tidak mengatakan hal itu pada Salma. Harusnya, Rafa memilih diam saja. Karena yang tadinya Salma dalam mood yang baik mendadak jelek kembali.
Salma membanting pintu itu sekarang. “Oh sial, aku salah bicara lagi.”
Rafa mengusap wajahnya lalu, ia mengambil tas yang tergeletak di dekat kursi. Rafa harus meluruskan hal ini. Ini bukan bentuk kompensasi atau apapun itu Salma menyebutnya.
Rafa membelikan tas ini karena murni Rafa ingin membahagiakan Salma. Rafa mengetuk pintu kamar sambil membuka kamar, untungnya tidak di kunci.
“Sal,” Rafa memanggil Salma yang tengah berbaring membelakanginya.
“Aku minta maaf jika ucapan aku barusan menyinggnung kamu. Sal, niat aku beliin kamu tas itu bener-bener karena aku gak mau kamu terus terusan sedih. Aku gak mau kamu sedih terus gara-gara tas favorit kamu rusak. Aku beliin kamu tas itu, bawa kamu ke outletnya langsung karena murni pengen hibur kamu, pengen bikin kamu bahagia. Ini gak ada hubungannya apapun dengan malam itu, Sal.”
“Bohong,” katanya berurai air mata.
Salma dari yang tadinya marah-marah sekarang mendadak melow. Salma berkata jika ia sedih akan kejadian malam itu. Salma mendadak membahas masalah itu padahal beberapa hari lalu Salma berkata jangan pernah bahas lagi.
Salma bilang ia ingat beberapa hal tapi saat itu bukan dirinya. Salma juga bilang jika ia sedih karena bukan seperti itu yang Salma mau. Ia ingin bersama Rendra dan harus sama Rendra.
Dan kalimat itulah yang membuat Rafa juga merasa sedih dan sakit. Rafa berpikir apa kurangnya dimata Salma. Apapun yang Salma mau ia belikan. Bahkan tas yang hampir seharga gaji Rafa sebulan.
“Aku juga gak mau nyakitin kamu dengan cara itu,” jawab Rafa. “Tapi harus aku katakan lagi, pada saat itu aku hanya laki-laki biasa. Aku sudah mencoba berhenti tapi kamu yang terus berkata jangan. Aku minta maaf dan tolong, ambil tas ini. Tas ini aku beliin buat kamu bukan karena malam itu.”
Rafa tidak ingin berada lebih lama di kamar itu. Rafa memilih segera keluar setelah menyerahkan kembali tas milik Salma.
Rafa duduk di kursinya. Keadaan apartement yang tadinya ceria sekarang mendadak gelap. Rafa tahu waktunya dengan Salma belum lama, jadi kemungkinan Salma belum sadar dengan perhatian Rafa.
Rafa hanya bisa duduk diam sambil memikirkan apa yang harus ia lakukan hingga Salma sadar jika ia bisa menggantikan posisi Rendra. Bahkan Rafa bisa jauh lebih menyayangi dan mencintai Salma lebih dari Rendra.
Diambilnya ponsel milik Rafa. Perlahan ia mengetik sesuatu di ponselnya. Rafa sempat mengetuk-ngetuk pinggir ponselnya menggunakan jari telunjuknya sebelum ia mengetik sesautu.
Lalu sekarang Rafa mengetik di papan pencarian:
“Cara meluluhkan hari perempuan diam-diam”
Tapi Rafa mengerutkan dahinya, di hapusnya lagi kalimat itu dan ia ganti.
“Cara meluluhkan hati sahabat sendiri?”
“Cara membuat sahabat jatuh cinta.”
“Cara meluluhkan perempuan galak.”
“Cara meluluhkan perempuan keras kepala?”
“Cara meluluhkan istri yang lagi ngmabek”
“Kenapa istri suka tiba-tiba ngambek?”
Berkali-kali Rafa mencari beberapa artikel tapi semua jawabannya tetap sama. Jawaban yang tidak memuaskan Rafa.
“Ya kali harus gue pelet,” kata Rafa dalam hatinya fustasi menghadap sikap Salma.
Rafa frustasi tapi di sisi lain dia juga sayang sama Salma. Dan yakin suatu saat Salma akan sadar jika terus diberikan sabar oleh Rafa.
Bersambung
Hmmm kalian coba cari riwayat pencarian suami kalian deh. Mana tau riwayat pencariannya kek di hp Rafa wkwkwkwk