"Aku tidak bisa mencintainya, karena sejak awal hatiku tidak memilihnya. Semua berjalan karena paksaan, surat wasiat ayah, janji ayah yang harus aku penuhi."
"Semua yang terjadi bukan atas kemaunku sendiri!"
"Dengarkan aku, Roselyn... hanya kamu yang mampu membuatku merasakan cinta."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qireikharisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Aku Sangat Mencintaimu.
Naeira terus mencoba menghubungi Jayden, namun ponselnya masih saja tidak aktif. Wajahnya tampak gelisah sambil mondar-mandir di dalam ruangan tanpa arah. Sesekali ia mendesah keras, menahan kesal dan marah bercampur jadi satu.
Tak lama kemudian, Davin masuk ke dalam ruangan membawa segelas kopi sambil memandangi Naeira dengan pandangan prihatin sebelum perlahan mendekat ke arahnya.
“Naeira, duduklah sebentar. Kamu dari tadi mondar-mandir terus, capek aku lihatnya,” ucap Davin lembut sambil menyodorkan gelas itu.
Langkah Naeira terhenti, matanya menatap sekilas ke arah Davin lalu akhirnya duduk di sofa dengan lesu sambil menerima gelas itu.
“Aku enggak tenang, Dav. Apa dia masih bersama dengan wanita itu?” Matanya mulai berkaca-kaca dengan hati yang sakit seperti ditusuk belati saat memikirkan Jayden bersama dengan wanita lain.
Davin makin dekat, suaranya pelan dan menenangkan. “Kalau memang begitu, kamu harus siap belajar melepaskan, Nae.”
Naeira terdiam lama, suasana hening, dalam diam itu ia berpikir bahwa perkataan Davin ada benarnya, akan tetapi hatinya tetap saja sulit menerima kenyataan, justru hatinya tetap bersikeras untuk memisahkan Jayden dengan wanita itu.
Davin lalu duduk di hadapannya, menatap Naeira dengan perasaan kasihan. “Nae, sudahlah jangan siksa dirimu seperti ini. Apa kamu tidak lelah terus berjuang untuk Jayden?”
Air matanya menetes di pipi Naeira, ia menunduk sambil menggenggam erat gelas di tangannya. “Aku masih sanggup untuk berjuang demi dia, justru yang paling aku takutkan Jayden benar-benar akan meninggalkan aku.”
-----
“Kamu suka, Sayang?” ucap Jayden lembut sambil mengecup punggung tangan Roselyn.
Roselyn tersipu malu mendengar Jayden menyebutnya dengan panggilan sayang, wajahnya memanas, dan sedikit menundukan kepalanya lalu mengangguk pelan.
“Tempatnya bagus sekali, terima kasih sudah mengajakku, P—maksudku, Jayden,” ujarnya terbata, membuat Jayden menahan tawa melihat kecanggungan Roselyn terhadapnya.
Tempat itu benar-benar indah dengan lampu-lampu taman berkilauan memantul di permukaan danau, di sekelilingnya terdapat berbagai macam bunga yang indah bermekaran menambah suasana romantis. Jayden telah menyiapkan makan malam khusus di tengah taman, dengan meja yang dihiasi lilin dan kelopak bunga mawar yang bertebaran.
Dengan tatapan hangat, Jayden mengeluarkan sebuah kotak beludru merah dibalik saku jasnya lalu perlahan membuka kotak kecil itu, di dalamnya terdapat sebuah cincin berkilau tampak memantulkan cahaya lembut dari lilin di atas meja.
Tanpa berkata apa pun, Jayden langsung meraih tangan Roselyn dengan lembut dan menyematkan cincin itu di jari manisnya, lalu mencium punggung lengannya kembali.
Roselyn terdiam, menatap Jayden dengan tatapan kaget, bercampur dengan perasaan bahagia, bibirnya tersenyum merekah di wajahnya, pipinya merah merona, sikap Jayden menandakan betapa dalam rasa cintanya selama ini kepadanya.
"Kamu suka cincinnya?" Roselyn mengangguk dan tersenyum menatap Jayden.
"Terimakasih, Jayden."
"Saya senang jika kamu menyukainya, pakai selalu jangan di lepas bahkan saat kamu berada di kampus," Nada bicaranya terdengar lembut, namun terselip ketegasan yang membuat Roselyn harus menurutinya.
"Baik," jawabnya singkat, suara Roselyn nyaris bergetar, Jayden tersenyum senang.
Roselyn merasakan ketulusan dalam tatapan Jayden, senyumnya tak pernah hilang dari wajahnya, seolah aura dingin seketika lenyap dari pribadinya.
“Saya sudah memesan tiket pesawat untuk keberangkatan kita besok pagi ke Paris,” ucap Jayden tenang.
Sontak Roselyn terkejut, matanya membesar. “B–besok pagi? Tapi aku belum menyiapkan apapun, Pak! Baju-bajuku, dan semua kebutuhanku juga belum disiapkan.”
Jayden tersenyum, menahan tawanya melihat ekpresi Roselyn panik, nada suaranya tetap lembut namun tegas. “Tenang saja semua yang kamu perlukan akan disiapkan nanti di hotel. Kamu hanya perlu menyebutkan apa yang kamu butuhkan.”
Roselyn menelan ludahnya pelan, mencoba menenangkan debar di dadanya yang tak terkendali. Ia terdiam sebentar sambil menatap Jayden dengan tatapan penuh arti.
Lanjut Part 33》