Impian setiap wanita adalah menikah dengan pria yang mencintai dan dicintainya. Namun takdir berkata lain untuk Azura, gadis cantik yang terpaksa menikah dengan pria pengidap gangguan jiwa demi kepentingan keluarga tirinya.
Meski sang ayah masih hidup, hidup Azura sepenuhnya digenggam oleh ibu tiri yang licik dan kejam. Akankah Azura mampu bertahan dalam pernikahan yang tak diinginkannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep. 33 - Apa Ini Namanya Cinta?
Lanjut...
Azura menatap pantulan dirinya di cermin dengan cukup lama. Ia tersenyum kecil sambil menyentuh pipinya yang merona tanpa bedak, lalu menurunkan tangannya menyentuh bibir… dan akhirnya…
“Apa ini Azura? Apa kamu sudah jatuh cinta pada suamimu?,” gumamnya sambil tersipu, lalu tertawa kecil.
Tangannya kini menyentuh bagian leher. Sentuhan itu membuat ia terdiam sejenak ketika melihat ada jejak merah di sana… terlihat samar namun jelas hasil karya Rangga malam kemarin.
Dan malam ini, mungkinkah mereka akan melakukannya lagi?
Merasa mimpi, ia pun menggeleng dengan pelan, namun senyum itu tidak hilang dari wajahnya.
“Ya Tuhan… Aku ini kenapa?,” bisiknya, lalu berjalan ke arah tempat tidur.
Kasur besar itu sudah tertata rapi, namun kosong karena Rangga tidak ada disana. Lalu dimana Rangga?
Entahlah...
Semenjak sore tadi, Azura tidak lagi melihat suaminya itu ketika terakhir kali melihatnya di ruang lukis.
Kemudian, Azura memutar langkahnya dan keluar kamar. “Rangga… kamu di mana?,” panggilnya pelan sambil menuruni tangga.
Tangga marmer berkilau yang membawanya turun ke lantai utama hingga tibalah di ruang tamu yang tampak sepi dan tidak ada tanda-tanda keberadaan suaminya.
Ketika melihat Bu Sari yang baru saja keluar dari dapur, Azura pun langsung menghampirinya.
“Bu Sari, apa Rangga sudah kembali?,” tanyanya.
“Belum, Nona… Tadi salah satu penjaga bilang kalau Tuan Rangga minta diantar ke suatu tempat. Tapi sampai sekarang belum ada kabar.”
Azura pun mengernyit.
“Tempat apa? Kenapa tidak ada yang memberitahuku?.”
“Maaf, Nona. Biasanya juga Tuan Rangga tidak pernah minta pergi jauh. Tapi tadi, katanya hanya sebentar. Mungkin ada yang memancing ingatannya.”
Azura lalu menatap jam dinding, dimana jarum pendeknya sudah hampir menyentuh angka sembilan.
“Baiklah. Kalau begitu… aku makan malam nanti saja bareng Rangga,” kata Azura sambil mencoba tersenyum meski hatinya tidak tenang.
Mendengar perkataan Azura, Bu Sari pun terlihat ragu.
“Tapi Nona… Ini sudah hampir jam sembilan. Nona belum makan apa pun sejak sore.”
“Tenang, Bu Sari. Aku belum terlalu lapar kok," balas Azura sambil menepuk perutnya ringan.
“Tapi—”
“Kalau aku lapar, aku tinggal ambil roti ke dapur kan?,” jawab Azura sambil tersenyum, guna menenangkan hati asisten rumah tangganya itu.
Namun, tiba-tiba pikirannya memutar kembali pada kejadian semalam. Pelukan Rangga… ciumannya… tatapan matanya sebelum mereka tertidur.
Apakah itu hanya naluri tubuh Rangga?
Atau… apakah Rangga juga merasakan apa yang Azura rasakan?
Cinta?
**
Setengah jam kemudian...
Langit malam sudah sangat gelap, namun vila itu tetap terang benderang dengan cahaya lampu taman yang hangat dan tenang.
Di antara suara serangga malam dan gemerisik dedaunan, langkah pelan Azura terdengar saat ia berjalan menuju taman belakang, tempat favoritnya untuk mencari ketenangan.
Deretan bunga mawar, melati, dan anggrek yang tertata rapi seolah menyambutnya. Udara malam yang sejuk menyentuh kulitnya, bahkan membelai pelan rambut panjangnya yang dibiarkan terurai.
Azura berdiri di tengah taman. Ia menatap langit yang gelap gulita dan kosong tanpa bintang. Lalu matanya perlahan memejam karena hatinya mendadak sesak.
“Ayah… apa Ayah baik-baik saja di sana?” gumamnya dalam hati.
Tiba-tiba…
Azura merasakan kehadiran seseorang di belakangnya yang seketika membuat bahunya menegang. Dan sebelum sempat ia membuka mata, sesuatu yang dingin dan lembut menyentuh pipinya.
Azura langsung membuka mata dan tersentak kecil saat melihat satu tangkai mawar putih di hadapannya.
Ujung tangkainya hampir mengenai kulit wajahnya sehingga spontan Azura mundur sedikit karena takut tertusuk duri. Ia lalu menoleh ke arah samping dan detak jantungnya pun seketika melambung.
“Rangga?”
Di sana, Rangga sudah berdiri dengan senyum manis di wajahnya. Senyuman polos seperti anak kecil yang baru saja menyelesaikan sesuatu yang penting.
Azura mengerjapkan matanya. “Kamu sudah kembali?," tanyanya.
Rangga hanya mengangguk, dengan mawar putih yang masih di tangannya.
Azura lalu mengulurkan tangan dan mengambil bunga itu pelan-pelan. Dan tanpa pikir panjang lagi ia segera bangkit dan memeluk Rangga dengan erat.
Beberapa penjaga dan asisten yang berjaga di kejauhan pun langsung menunduk, dan sebagian yang berada di dekat mereka otomatis membalikkan badan untuk memberi privasi pada pasangan muda itu.
“Aku senang kamu sudah kembali,” bisik Azura sambil menempelkan wajahnya ke dada Rangga.
Rangga memiringkan kepalanya lalu berkata pelan, “Azura cantik… seperti bunga mawar.”
Azura pun tertawa kecil mendengar perkataan Rangga. Hatinya seketika meleleh. Suara Rangga yang kadang seperti anak-anak, kini terdengar begitu tulus dan lembut di telinganya.
“Makasih, Rangga… Aku suka bunga ini.”
Ia kemudian memeluk Rangga lagi, bahkan lebih erat.
“Tapi kamu dari mana saja? Aku khawatir."
“Aku pergi cari bunga… buat Azura.”
“Kamu sengaja cari ini… hanya untuk aku?.”
Rangga pun mengangguk dengan posisi yang nyaman dalam pelukan Azura.
“Ya Tuhan… dia benar-benar mencoba untuk mengerti aku,” batinnya.
Kemudian, mereka duduk di kursi taman dengan Rangga yang menyender ke bahu Azura, sementara gadis itu hanya diam menatap bunga mawar putih di tangannya.
“Rangga…”
“Hm?”
“Kalau suatu hari kamu benar-benar sembuh... kamu masih mau sama aku?”
Rangga tidak langsung menjawab dan hanya memandang bunga mawar tadi.
“Azura baik. Azura sayang aku. Aku juga sayang Azura.”
Azura pun tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca. Dalam hatinya, ia sudah tidak ragu lagi ia benar-benar mencintai suaminya.
Namun tiba-tiba...
Krokok...
Sebuah suara aneh terdengar dari perut Azura sehingga ia langsung menunduk malu dengan wajah yang memerah.
“Itu… itu perutku…” gumamnya pelan.
Rangga lalu menatap Azura dengan dahi yang berkerut. Lalu dengan polosnya ia bertanya, “Perut Azura lapar?”
Azura pun tertawa kecil sambil mengangguk. “Iya, sepertinya aku memang sudah lapar.”
“Makan Yuk,” ajak Rangga sambil menarik tangan Azura seperti anak kecil yang ingin segera menuju tempat makan.
"😄😄😄😄😄😄😄😄"
Azura pun tertawa lagi dan membiarkan dirinya dituntun Rangga masuk ke dalam rumah.
**
Tibalah di ruang makan sudah yang tertata rapi.
Azura menarik kursi untuk Rangga terlebih dahulu, lalu membiarkan pria itu duduk sehingga merasa nyaman.
Rangga menatap hidangan di depannya seperti bingung. “Ini… banyak sekali.
“Iya. Tapi kamu nggak harus makan semuanya kok. Kita makan pelan-pelan saja.”
Azura lalu mengambil sendok, menyendokkan nasi hangat, sedikit sayur, dan daging panggang, lalu menyodorkannya ke mulut Rangga.
“Aaaa… buka mulutnya…”
Rangga sempat melirik ke arah sendok, lalu ke Azura, lalu kembali ke sendok lagi.
“Kayak bayi?”
"😄😄😄😄." Azura tertawa. “Iya. Tapi kamu bayinya aku. Jadi nggak apa-apa.”
Rangga tampak berpikir dengan tatapan yang polos, lalu perlahan membuka mulutnya. “Aaaa…”
Satu sendok suapan pun masuk dan Rangga pun langsung mengunyahnya. “Enak!” katanya sambil menepuk-nepuk meja kecil seperti anak-anak yang kegirangan.
Azura kembali menyendokkan makanan dan bersiap untuk menyuapi Rangga kembali. “Pelan-pelan, nanti tersedak.”
Namun tiba-tiba…
“Enggak mau itu. Mau yang itu!” Rangga menunjuk ke semangkuk sup bening dengan potongan wortel dan ayam.
Dan Azura pun menuruti. “Oke, kita coba supnya ya.”
Rangga kembali membuka mulutnya lalu menyuap dan langsung mengangguk penuh suka cita.
Tapi tak lama setelah itu.
“Tapi nggak suka sayurnya. Mau ayamnya aja.”
“Rangga, sayur itu sehat.”
“Sayurnya ijo. Rasanya aneh.”
Azura pun tertawa kecil, lalu menunduk dan menyuapkan ayam saja.
“Baiklah, tapi besok kita coba lagi sayurnya, ya?.”
“Tergantung…”
“Tergantung apa?”
“Tergantung kamu suapin atau nggak.”
Azura pun menggeleng sambil tersenyum lebar.
“Iya, iya. Pokoknya kalau aku yang nyuapin, kamu harus coba, ya?”
Rangga mengangguk lalu terus mengulangi kata, “Azura cantik… Azura baik… Azura sayang aku. Azura cantik… Azura baik… Azura sayang aku. Azura cantik… Azura baik… Azura sayang aku."
Azura berhenti menyendokkan makanan lalu menatap wajah Rangga.
“Iya, aku sayang kamu.”
BERSAMBUNG...
yang laju kak up nya.........
yang kenceng, jangan sampai kendor...... ok.
aku suka ceritanya.
dan tetap semangat untuk berkarya
maaf🙏🏻 sudah dui tunggu
tambah lagi doooooooong