Nayura, gadis SMA yang belum pernah mengenal cinta, tiba-tiba terikat janji pernikahan di usia yang penuh gejolak. Gavin juga remaja, sosok laki-laki dingin dan cuek di depan semua orang, namun menyimpan rasa yang tumbuh sejak pandangan pertama. Di balik senja yang merona, ada cinta yang tersembunyi sekaligus posesif—janji yang mengikat hati dan rasa yang sulit diungkapkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadin Alina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18 : Bikin Anak
“Sakit, njir!” pelotot Gavian.
“Lo jangan kurang ajar, ya!” Nayura langsung menyentak tangan cowok itu dan menatapnya nyalang.
Gavian kaget bukan main. Tangan yang hendak menyentuh....ya, bagian menonjol itu di senggol keras oleh sang empu.
“Pikiran lo aja yang sempit! Gue cuma mau ngobatin lo, kali!” ucap Gavian membela dirinya meskipun, memang begitu adanya.
"Obatin kepala lo" cibir Nayura, kemudian bangkit berdiri sambil megangin pinggangnya yang nyeri.
“Belum sembuh nyeri kemarin, sekarang udah nambah, aja!” dumel Nayura berjalan pelan menuju ranjangnya.
Sontak Gavian mengikuti Nayura dari belakang. Bagiamana pun juga, Gavian tetap salah. Harusnya ia tidak perlu spontan. Tapi ya..., namanya juga Gavian.
“Forgive me.” Ucap Gavian lembut bahkan nyaris berbisik, sebelum ia berlutut di hadapan Nayura.
Pupil Nayura melebar dengan kepala yang reflek mundur ke belakang, dengan dahi mengeryit bingung.
“Ngapin, sih!” heran Nayura
Gavian menatap Nayura sejenak. Pelan-pelan ia menggenggam tangan Nayura yang berada di atas paha gadis tersebut.
Menggenggam tangan itu seraya berkata. “Maaf, gue malah nambah rasa sakit lo. Gue nggak sengaja, maaf ya…”
Blush!
Pipi Nayura memanas. Cepat-cepat ia mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Sial!
Kini jantungnya kembali berdebar-debar nggak karuan. Kenapa, cowok ini malah romantis kayak dram Korea, sih!
Aish!
“Y-ya udah. Lepas tangan, gue!” seru Nayura gelapan.
Ia berusaha melepaskan tangannya yang di genggam oleh Gavian. Namun sayang, bukannya melepaskan tangan mungil itu, Gavian malah menggenggamnya lebih erat.
Sontak Nayura melotot.
“Maafin dulu, baru gue lepas.”
Nayura berdecak malas, kenapa Gavian kelihatan seperti anak kecil, sih!
“Iya-iya!” kesal Nayura, menarik lebih kuat tangannya dan kali ini ia berhasil.
“Ikhlas nggak?” goda Gavian, menaikkan sebelah alisnya.
“Ikhlas, ikhlas banget malah!” tekan Nayura dengan nada terpaksa.
Gavian hanya tersenyum tipis, lalu ia beranjak berdiri dan mengambil duduk tepat di sebelah Nayura.
Nayura melirik Gavian dari ekor matanya. Tampak Gavian menyandar, dengan kedua tangan di belakang tubuhnya. Menatap lurus ke depan, seolah sedang menerawang sesuatu.
Hening!
Nayura bingung sendiri dan entah mengapa ia merasa canggung. Nayura memandangi ujung kakinya. Padahal, ini kamarnya sendiri, tapi kehadiran Gavian membuatnya canggung setengah mati.
Ini pertama kalinya Nayura berada satu kamar dengan laki-laki selain Rio. Bahkan, selama ini Nayura belum pernah membawa laki-laki ke rumahnya.
Sekalinya bawa laki-laki, langsung suami.
Ya Allah....
Nayura memainkan jari-jemarinya. Apalagi, debaran di dadanya yang tak bisa tenang, sejenak sana.
“Kamar lo bagus.” Akhirnya, kalimat pujian yang terlontar dari bibir Gavian, memecahkan keheningan di antara mereka.
“Makasih.” Jawab Nayura singkat.
Gavian meliriknya. Atensinya teralihkan pada Nayura yang sibuk memainkan jarinya. Ia tersenyum kecil.
Biasanya, dia bukan tipe yang cerewet. Tapi anehnya, bersama Nayura ia ingin terus ngobrol. Bahkan, baru kali ini Gavian ingin mengenal seseorang lebih dalam, tanpa alasan spesifik. Murni karena penasaran dan....mungkin rasa yang telah tumbuh.
“Lo punya adik?” nah, pertanyaan yang melintas di benak Gavian. Ia rasa, ia harus memulai pendekatan dari hal-hal mendasar.
Nayura menggelengkan kepalanya, menatap Gavian sekilas lalu buru-buru memanglingkan wajahnya.
“Lo?” tanya balik Nayura, yang juga penasaran.
Gavian pun menggelengkan kepala “Gue anak tunggal tapi---“ Gavian menjeda ucapannya. Ia menoleh, membuatnya bisa menatap penuh wajah cantik Nayura.
“Tapi apa?” tanya Nayura penasaran, sebelah alis terangkat.
Gavian menyunggingkan sudut bibirnya, menciptakan smirk yang membuat Nayura tersengat melihatnya.
“Astaga, dia ganteng banget!”
“Tapi gue akan bikin anak yang banyak. Biar nggak kayak gue.” Lanjut Gavian dengan alis yang di naik turunkan. Sengaja banget, menggoda Nayura.
Duarr!!
Pupil Nayura melebar bahkan, bola matanya hendak melompat keluar mendengar ucapan Gavian barusan.
Apa katanya, bikin anak yang banyak? Baru juga nikah hitungan jam dan cowok itu, dengan santainya ngomong bikin anak. Astaga!
Aaa….Nayura ingin menangis rasanya.
“Baru juga nikah udah bikin anak, aja.” Gumam Nayura dengan mengalihkan pandangan.
Gavian menggigit bibir bawahnya, mati-matian menahan senyuman lebar yang akan tercipta. Pipi yang di polesi blush on itu, tampak lebih merona dan Gavian...suka melihatnya.
“Sah-sah aja, kali! Kan, udah halal.” Timpal Gavian yang kian gencar menggoda Nayura.
Nayura melongos melihat tampang mesum Gavian yang nyatanya…. masih tetap ganteng.😬
Kedua tangan Nayura meremas pinggiran kasur, menyalurkan perasaan yang tidak nyaman, gelisah dan awkward banget!
Satu menit, dua menit Nayura masih bertahan hingga hitungan ke tiga puluh.
Cling!
Nayura memilih bangkit dan berjalan cepat menuju kamar mandi.
Gavian tersenyum geli, menatapi punggung Nayura.
“Jangan buru-buru. Ntar jatuh, malah nggak bisa bikin anak.” Seru Gavian terkekeh, ia geleng-geleng kepala melihat tatapan tajam yang di lemparkan oleh Nayura. Sebelum gadis itu menghilang di balik pintu berwarna putih.
...****************...
Sementara itu, di ruang tamu.
"Eh, Tessa...Stevi." seru Elda, kaget bukan mainmelihat dua gadis yang tengah berdiri di ambang pintu.
Cepat Elda melangkah mendekat, menghampirinya Tessa dan Stevi yang tiba-tiba datang.
"Tante" sapa Tessa menyalimi tangan Elda kemudian, di ikuti oleh Stevi.
Stevi celingukan, melihat ruang tamu yang tampak berbeda, penuh hiasan dan...banyak orang.
Tak halnya dengan Tessa, rasa penasaran menggerogoti pikirannya.
"Ada acara apa, Tan?" tanya Stevi mewakili rasa penasaran Tessa.
Elda tercekat, bingung sendiri harus menjawab apa.
"Ah, itu si om adain pengajian. Soalnya, mau ke luar negri. Kebetulan, udah lama nggak ngumpul juga."
Alibi Elda. Jemarinya saling meremas, menyalurkan perasaan panik yang nyata menyergap dirinya.
Untungnya, kedua gadis itu mengangguk tanpa curiga. Tampak percaya dengan ucapan Elda barusan.
"Kami boleh jenguk Nayura nggak, Tan?" tanya Stevi, meminta ijin.
Sedari tadi, netranya mencari sosok tersebut. Namun, sejauh mata memandang tak ia temukan.
Duar!
Elda makin panik. Ia tidak tahu harus mengatakan apalagi, saat ini. Tidak mungkin, ia beralasan Nayura tidak di rumah. Sementara ia mengadakan acara dan putrinya juga belum sembuh.
Oh My God!
"Ah, Nayura ya! Bo-boleh, kok!" jawab Elda gugup, ia tersenyum canggung.
"Makasih, Tan."
Tessa dan Stevi tersenyum, senang tentunya.
"Hmm...kalian tunggu di sini, ya! Tante panggilkan."
"Oh ya, duduk dulu..."
Saking paniknya, Elda sampai lupa mempersilahkan dua sahabat Nayura untuk duduk.
"Bi..." panggil Elda, membuat Mpok Iyem langsung menghampirinya.
"Buatkan minuman untuk teman Nayura ya, bi." pintanya, yang langsung diangguki oleh Mpok Iyem.
Elda berjalan, menaiki tangga, menuju kamar Nayura.
Tok!
Tok!
Tok!
Ceklek!
Pintu terbuka, menampilkan Gavian yang masih dengan setelan jasnya.
"Nayura mana?" tanya Elda.
Gavian melirik pintu kamar mandi "Di dalam, Ma."
"Nanti, suruh Nayura turun, ya! Teman-temannya nyariin." beritahu Elda.
Gavian mengangguk pelan, kemudian kembali menutup pintu saat Elda sudah pergi. Bertepatan dengan Nayura yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Siapa?" tanya Nayura pemasangan.
"Mama, suruh lo turun." jawab Gavian.
Dahi Nayura berkerut tipis "Ngapain?"
"Temen lo nyariin."
"What!" pekik Nayura, syok.
Seketika dunia terasa berputar, kenapa keterkejutan hari ini tidak usai-usai, sih!
"Lo jangan, kemana-mana. Tetap disini." ujar Nayura, hendak keluar.
Namun, tangannya di tahan oleh Gavian membuat Nayura menatapnya.
"Kenapa?" tanya Nayura.
Gavian berdecak kemudian, menarik Nayura menuju meja rias.
"Minimal, sisir rambut dulu, lah!" kata Gavian, mengambil sisir dan menyisir rambut panjang Nayura.
Nayura tertegun, saking paniknya ia sampai lupa belum rapiin rambutnya. Nayura diam, membiarkan Gavian menyisir surai panjangnya.
Diam-diam, Nayura memandangi Gavian melalui pantulan cermin.
"Tampan, dingin, tapi... nyebelin." batin Nayura.
"Udah." ucap Gavian sembari menaruh sisir, sejenak ia melihat pantulan wajah Nayura.
"Makasih." ucap Nayura, kemudian berlari pergi.
...****************...
"Nay..."
Sapa Tessa dan Stevi, langsung memeluk Nayura.
"Kok, nggak ngabarin?" tanya Nayura, membuat Tessa dan Stevi berdecih malas.
"Nggak ngabarin pala lo peang! Dari pagi, gue udah chatin lo, kali!" sembur Tessa, membuat Nayura terkikik pelan.
"Santai, dong!"
"Bener ya, bokap lo mau keluar negeri?" tanya Stevi teringat ucapan Elda tadi.
Nayura mengangguk, tidak berbohong. Rio memang akan pergi ke luar negeri untuk pekerjaannya.
"Brarti lo, nginep tempat gue atau Stevi, ya!" celetuk Tessa antusias.
Biasanya setiap kali orang tua Nayura pergi maka, Nayura akan menginap. Ntah di rumah Stevi ataupun dirumah Tessa.
Nayura terdiam sejenak. Tidak mungkin ia menginap di rumah sahabatnya. Mengingat kini, statusnya telah berbeda. Kini, ia telah bersama Gavian dan ia harus ikut kemanapun Gavian pergi.
...----------------...
Ketua geng, katanya anak tunggal itu sepi. Jadi Gavian maunya ramean.
always always bagus!!
hebat!!! Udah cocok itu open comision
kondangan kita! Semur daging ada gak?
Setiap komentar dan dukungan kalian, sangat berharga bagiku. Membakar semangat untuk terus menulis🔥
Happy reading 🤗