ini memang cerita poligami namun bukan cerita istri yang tertindas karena menjadi yang ketiga. Melainkan kisah gadis tomboy yang cerdas, pintar dan membuat dia survive dalam kehidupannya.
Naura Kiana tak pernah menduga kalau kehidupan akan membawanya pada sesuatu yang tak ia sukai. Setelah kakeknya bangkrut dan sakit-sakitan, Naura diminta untuk menikah dengan seorang pria yang sama sekali tak dikenalnya. Bukan hanya itu saja, Naura bahkan menjadi istri ketiga dari pria itu. Naura sudah membayangkan bahwa pria itu adalah seorang tua bangka mesum yang tidak pernah puas dengan dua istrinya.
Naura ingin melarikan diri, apalagi saat tahu kalau ia akan tinggal di desa setelah menikah. Bagaimana Naura menjalani pernikahannya? Apalagi dengan kedua istri suaminya yang ingin selalu menyingkirkannya? Bagaimana perasaan Naura ketika pria yang sejak dulu disukainya akhirnya menyatakan cinta padanya justru disaat ia sudah menikah?
Ini kisah poligami yang lucu dan jauh dari kesan istri tertindas yang lemah. Yuk nyimak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pergi Berdua (Part 2)
Entah sudah berapa banyak foto yang diambil Wisnu untuk Naura. Wisnu sendiri baru tahu, walaupun tomboy namun Naura ternyata suka berfoto. Dasar bocah! Gumamnya dalam hati.
"Juragan, airnya menggoda untuk mandi. Tapi aku nggak membawa baju ganti." Ujar Naura sambil duduk di tepi kolam dan mencelupkan tangannya ke dalam air.
"Mandi saja nggak pakai baju."
Naura menatap Wisnu dengan tatapan tajam. "Mandi tanpa mengenakan baju? Memangnya ini di pantai luar negeri? Ini kan di alam terbuka desa."
"Nggak ada yang bakal datang. Tempat ini jauh dari perkampungan dan akses jalannya sulit. Lagi pula ini hari minggu. Penduduk desa biasanya memilih untuk istirahat di rumah karena besok akan kembali bekerja di kebun atau ladang. Para ibu-ibu biasanya menggunakan kesempatan di hari ini untuk mencuci pakaian dan memasak."
"Dari mana juragan tahu?"
"Aku sudah ada di desa ini sejak kecil. Aku sudah tahu kebiasaan penduduk desa."
"Tapi, kalau aku mandi di air mancur ini tanpa baju, terus ada yang lihat gimana?"
"Sudah ku katakan, nggak bakalan ada yang datang. Paling juga yang lihat hanya aku saja."
"Justru itu...."
"Justru itu apanya? Aku sudah melihat semua yang ada di tubuhmu, Naura. Kau punya tahi lalat diantara payudaramu, ada juga di pinggang sebelah kiri mu. Di bagian punggung sebelah kanan mu ada tanda lahir berwarna putih. Oh ya, ada juga dua tahi lalat di lengan kananmu."
Naura terkejut. Sampai segitu detailnya Wisnu menghafal sesuatu di tubuhnya yang bahkan Naura sendiri tak menyadarinya? Bukankah setiap kali mereka bercinta, fokusnya hanya di situ saja? Apakah juragan masih sempat menghitungnya?
Wisnu tersenyum manis. Ia mendekat lalu membelai wajah Naura. "Jangan tanya bagaimana aku bisa tahu, manis. Karena setiap kali kita selesai bercinta, kau akan tertidur seperti bayi dan aku punya banyak kesempatan melihat tubuh polos mu."
Wajah Naura langsung menjadi merah. Ia secara cepat menepis tangan tangan Wisnu dan menjauh.
"Juragan! Kamu benar-benar mesum!"
Wisnu terkekeh. "Mungkin. Namun hanya kepadamu aku bisa begini, Ra."
"Kita pulang saja, yuk....!" ajak Naura sambil melangkah namun Wisnu menahan tangannya lalu memeluk perempuan itu dari belakang.
"Kita kan sekarang sedang kencan. Kenapa juga mau pulang?" bisik Wisnu pelan tepat di telinga Naura.
"Kencan?" Naura dengan cepat membalikan tubuhnya dan menatap Wisnu tajam. "Siapa bilang ini di sebut kencan? Masa kencan di tengah hutan. Kencan itu kalau kita ke bioskop, makan di restoran atau jalan-jalan di taman. Lebih asyik lagi kalau ke diskotik."
"Jadi kau ingin kita melakukan itu semua?" tanya Wisnu sambil melingkarkan tangannya di pinggang Naura dan menatap istrinya itu sangat lekat.
"Memang nya juragan bisa melakukan itu? Juragan kan seleranya berbeda denganku. Mungkin selera juragan agak kuno."
Wisnu mengangguk setuju. Lalu dengan cepat ia menunduk dan langsung mencium bibir manis istrinya itu. Wisnu suka sekali saat berciuman dengan Naura karena bibir istrinya itu selalu polos tanpa lipstick.
Tangan Naura berusaha mendorong Wisnu. Namun ada rasa tertantang dalam hatinya berciuman di alam terbuka seperti ini. Akhirnya Naura membalas ciuman Wisnu. Dan lihatlah, satu persatu kain yang menutupi tubuh mereka jatuh ke tanah. Apalagi sejak tadi keduanya sudah tak menggunakan sepatu mereka karena Naura yang ingin berpose di dekat air, berdiri di atas bebatuan yang mengharuskan mereka membuka sepatu.
"Ju....juragan, kita ma...u apa?" tanya Naura dengan napa yang mulai tak teratur karena mereka begitu lama berciuman.
"Kita akan mandi!" bisik Wisnu sambil membuka ikat pinggangnya.
"Mandi....?" Naura seakan baru menyadari kalau sebagian kain penutup tubuhnya sudah melayang entah kemana. "Ta...tapi ini...., bagaimana ka...kalau ada yang datang dan melihat?"
"Kita akan mandi secara cepat. Tidakkah kau ingin merasakan sesuatu yang menantang?" tanya Wisnu lalu menurunkan celana jeans yang kenakannya.
Jantung Naura langsung berdebar-debar. Ia takut namun tertantang untuk mencobanya.
"Airnya enak....nggak terlalu dingin...." ujar Wisnu yang ternyata sudah masuk ke dalam kolam.
Naura menelan ludah nya. Sungguh menyenangkan melihat Wisnu yang berenang. Akhirnya, ia pun membuka celana jeans-nya karena tinggal itu satu-satunya yang masih menempel di tubuhnya.
Saat Naura masuk ke dalam air, ia merasakan sensasi hangat dari air itu. Mungkin karena hari sudah mulai siang.
"Naura, ayo kita ke dekat air terjunnya." Ajak Wisnu. Naura pun menurut. Saat guyuran air terjun itu menyirami tubuhnya dari kepala sampai kaki, Naura tertawa senang. Ia jadi ingat masa kecilnya yang suka sekali mandi di saat hujan deras.
Air yang tadinya hangat, perlahan mulai menusuk dingin di kulit Naura karena angin yang berhembus.
"Juragan, aku mau keluar dari air. Rasanya mulai dingin." Kata Naura lalu melangkah menjauh dari terpaan air terjun. Namun Wisnu dengan cepat memeluknya dai belakang.
"Aku akan menghangatkan mu." bisiknya membuat Naura merinding saat merasakan kalau suaminya itu sudah bergairah.
**********
Pengalaman yang gila menurut Naura. Adrenalin nya di pacu sangat cepat saat menuruti kegilaan Wisnu bercinta di bawah air terjun. Ada rasa takut dipergoki orang namun disaat yang sama ada rasa ingin menuntaskan hasrat yang sudah menguasai diri nya.
Wisnu yang sudah selesai mengenakan kembali baju dan sepatunya berjalan mendekati motor. Ia membuka bagasi motor dan mengeluarkan sebuah kantong plastik. Ternyata itu berisi dua kotak makanan, lengkap dengan buah nanas yang sudah di potong-potong, juga botol minuman.
"Apa itu?" tanya Naura sambil menatap kantong plastik yang di bawa Wisnu.
"Makanan."
"Aku memang sudah sangat lapar."
"Makanlah. Ini memang sudah jam setengah 3 sore."
Naura terkejut mendengar perkataan Wisnu. Jadi, berapa lama mereka ada di dalam air?
Keduanya pun duduk di atas rumput dan menikmati makan siang tanpa banyak bicara. Wisnu sesekali tersenyum melihat Naura yang makan begitu lahap nya.
"Kau suka menu makanan ini?" tanya Wisnu penasaran melihat Naura menghabiskan semua makanan yang ada.
"Nggak terlalu suka. Namun karena lapar ya, makan saja." jawab Naura lalu menghabiskan juga air minumnya.
"Jika kau suka memakan hasil masakan mu sendiri, kenapa tak memasak setiap hari? Aku juga suka dengan masakan mu."
Naura tersenyum kecut. "Bukankah kami, para istrimu punya jadwal juga untuk masak? Makanya aku lebih suka di villa karena bisa melakukan apapun yang aku suka di sana."
"Kalau begitu, aku akan meminta bi Saima untuk mengisi kulkas yang ada di villa dengan banyak bahan makanan supaya kau bisa masak dan aku akan sering ke villa." Kata Wisnu.
"Juragan, jangan sering ke villa. Nanti istri-istrimu yang lain akan merasa iri padaku."
"Kenapa mereka harus iri? Mereka juga akan mendapat giliran yang sama dengan mu."
"Tapi aku merasa kalau waktu juragan lebih banyak denganku."
"Memang nya kau tak akan cemburu jika aku lebih memperhatikan Regina atau Indira?" tanya Wisnu sambil menatap Naura dengan lekat.
"Cemburu?" Naura tertawa. "Itu pasti tidak ada dalam kamus ku, juragan!"
"Bahkan di saat kita sudah seintim ini kau tak merasakan sesuatu?" tanya Wisnu penasaran.
Naura berdiri lalu mengibaskan kotoran yang ada di celana nya. "Seperti yang juragan bilang, kalau aku ini sangat memuaskan mu di ranjang, mungkin hanya sebatas itu hubungan kita. Sebatas kepuasaan raga." Kata Naura pelan namun sangat menusuk hati Wisnu. Entah mengapa, Wisnu menjadi marah mendengar pengakuan istrinya itu.
"Naura....! Kamu....!"
"Apa?" tantang Naura sambil menatap Wisnu dengan tajam membuat pria itu kehilangan semua kata-kata yang ingin diucapkannya. Ia segera berdiri, melangkah meninggalkan Naura dan langsung naik ke atas motor.
"Ayo kita pulang!"
"Aku bereskan kotak makanan ini dulu. Tak baik meninggalkan sampah di alam yang indah ini." Kata Naura sambil memasukan semua yang mereka pakai untuk makan tadi ke dalam kantong plastik.
Saat Naura naik, tangannya memegang kantong plastik itu membuat Wisnu terpaksa meminta dia untuk turun, menyimpan kembali kantong itu di bagasi motor dan keduanya pun meninggalkan lokasi air terjun.
Sepanjang jalan tak ada percakapan yang tercipta. Naura dapat merasakan kalau Wisnu menahan marah padanya dan melampiaskannya dengan membawa motor itu dengan kecepatan yang tinggi sehingga Naura harus memeluk pinggang Wisnu dengan kuat.
Mereka pun tiba di villa. Naura turun dan Wisnu langsung pergi tanpa berkata apa-apa. Dengan santainya gadis itu melangkah masuk ke dalam villa. Ia merasa tak ada yang salah dengan perkataannya. Ia tak mau membuka cela hatinya sedikit pun karena memang bukan pernikahan seperti ini yang Naura inginkan. Naura punya impian menjadi wanita satu-satunya dalam hidup suaminya kelak. Menjadi istri ketiga, tak boleh ada perasan cinta menurut Naura karena itu akan menyakiti hatinya sendiri. Naura berjanji, tak akan pernah bermain perasaan saat bersama Wisnu. Keintiman mereka hanya sebatas kewajibannya sebagai istri dan mungkin kepuasaan raga semata. Karena Naura tak ingin hidup dalam kecemburuan seperti yang sering ia lihat ada di mata Regina dan Indira saat Wisnu dekat dengannya.
*********
Saat makan malam, Naura tak datang ke rumah utama. Ia sudah menelepon bi Aisa dan mengatakan kalau ia masih kenyang dan ingin tidur karena kelelahan. Wisnu juga tak memaksa salah satu pelayan untuk memanggil Naura saat mendengar penjelasan dari BI Aisa.
Wisnu tahu, dialah penyebab kelelahan istri ketiganya itu. Karena jangan ditanya, berapa kali mereka mencapai titik kepuasan di air terjun itu. Wisnu sendiri bahkan sudah lupa untuk menghitungnya.
Entah karena apa juga, Wisnu kurang berselera makan malam ini. Ia langsung ke ruang kerjanya dan mencoba tenggelam dengan pekerjaan nya untuk mengusir rasa galau di hatinya.
Kata-kata Naura terbayang lagi. Bahwa keintiman yang terjalin diantara mereka hanyalah sebatas kepuasaan raga. Bukankah itu juga yang aku rasa selama ini? Aku terikat pada perempuan itu hanya sebatas kepuasan di atas ranjang saja? Namun mengapa di saat Naura mengatakan itu hatiku sangat sakit dan aku menjadi marah?
Wisnu menutup laptopnya dengan kasar. Ia memang tak bisa konsentrasi kerja makan ini. Perlahan ia menaiki tangga. Namun langkah nya terhenti mendengar suara Indira yang memanggilnya.
"Mas....!"
Wisnu menoleh. "Ada apa?"
"Aku perhatikan kalau mas sepertinya capek. Mau aku pijat?" tanya Indira dengan suara manjanya.
Wisnu tahu kalau Indira memang sangat pintar memijat. Sebenarnya Wisnu ingin menolak. Ia hanya butuh tidur saat ini. Namun saat mengingat lagi perkataan Naura, Wisnu menjadi pusing. "Ayo kita ke kamarmu." Kata Wisnu lalu memutar langkahnya menuruni tangga membuat Indira tersenyum senang.
********
Duh enak nya beristri 3. Yang satu buat pusing, ada satu yang bisa mengobati.
Pendukung Naura ngamuk nggak ya saat Wisnu ke kamar Indira???
Bagaimana juga reaksi Regina saat tahu kalau Wisnu ada di kamar Indira di jadwal kosong Wisnu?
Mana komentar nya?.....
baru lapak emak n bapaknya