NovelToon NovelToon
IKATAN SUCI YANG TERNODA

IKATAN SUCI YANG TERNODA

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Selingkuh / Mengubah Takdir / Ibu Mertua Kejam / Pihak Ketiga / Romansa pedesaan
Popularitas:181.9k
Nilai: 5
Nama Author: Cublik

Niatnya mulia, ingin membantu perekonomian keluarga, meringankan beban suami dalam mencari nafkah.

Namum, Sriana tak menyangka jika kepergiannya mengais rezeki hingga ke negeri orang, meninggalkan kedua anaknya yang masih kecil – bukan berbuah manis, melainkan dimanfaatkan sedemikian rupa.

Sriana merasa diperlakukan bak Sapi perah. Uang dikuras, fisik tak diperhatikan, keluhnya diabaikan, protesnya dicap sebagai istri pembangkang, diamnya dianggap wanita kekanakan.

Sampai suatu ketika, Sriana mendapati hal menyakitkan layaknya ditikam belati tepat di ulu hati, ternyata ...?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Isyt : 32

Sriana meyakini kalau ini bukan sekadar menjadikan dirinya Sapi perah, pasti ada niat terselubung lainnya.

Wulan meminta panggilan telepon beralih ke video, langsung diterima Sri.

Sebuah kertas direntangkan, bertuliskan kalimat yang membuat sang sahabat menelan kasar air liurnya.

Sriana mengangguk, lalu dia memejamkan matanya sejenak demi menenangkan gemuruh di dada.

“Dek, kamu lagi apa? Kenapa diam saja, sibuk ya?” ia melembutkan suaranya, bak suami perhatian. Disampingnya Triani menatap sengit.

“Maaf Mas, tadi lagi ngaduk bubur. Semalam kan sudah kita bahas, aku ngomong kalau mau nambah kontrak. Kenapa di tanya lagi?” Sri tersenyum penuh arti bersama Wulan.

“Mas cuma mau mastiin saja, biar dari sekarang bisa ancang-ancang semisal ada peluang bisnis baru. Kamu hati-hati selalu disana ya, jaga kesehatan. Jangan sampai sakit, nanti majikanmu malah cari pengganti Triani,” dibalik kalimat perhatian terselip nada titah tak terbantahkan.

“Nggeh Mas. Aku tak lanjut kerja ya, kamu juga hati-hati selalu jika berkendara. Assalamualaikum.” Ditekannya langsung tanda merah.

Agung yang merasa masih memegang kendali, mempercayai kalau istrinya tetap tunduk, cinta mati – tidak menyadari perubahan kecil yang mulai dilakukan Sriana.

Sriana tidak pernah mematikan sambungan telepon terlebih dahulu, pasti Agung yang melakukan itu. Sekarang kebalikannya.

“Biarkan saja mereka merayakan kepulangan Triani, abis itu kita buat kejang-kejang karena gebrakanmu Sri,” kata Wulan.

“Kamu benar. Semoga saja cepat kena azab mereka semua!” ucapnya disertai geraman dalam hati.

“Udah dulu ya Sri, Tian dan Ambar sudah kembali.”

Sambungan telepon pun diakhiri. Sriana kembali membersihkan sisa pekerjaannya yang sempat tertunda, menyikat kloset duduk.

***

“Baguslah kalau dia nambah kontrak, jadi kita bisa ajuin pinjaman lebih tinggi dari yang kemarin direncanakan. Mumpung belum final ‘kan.” Wiyah kembali menyendok Udang dimasak saus tiram.

Sehabis dari bandara, mereka mampir di restoran terbilang mewah. Menyediakan menu seafood.

“Bilang ke orang yang kemarin itu mensurvei sawah dan ladang kita, ndak jadi 100 juta, naikan jadi 150 – nggak bisa KUR, gapapa. Toh, ada Sriana yang bakalan bayar cicilan tiap bulannya.” Toro menyeruput jus Sirsak.

Triani ikut ambil suara. “Kalau 150 juta, berapa cicilan perbulannya? Terus jangka waktu berapa lama?”

Dwita langsung melihat formulir yang dia simpan pada ponselnya. “Kalau segitu, dengan cicilan sebanyak 24 kali, artinya dua tahun – sekitar tujuh jutaan sebulannya.”

Mantan pembantu itupun berhitung cepat. “Gaji Sri sebulannya 13 juta, ditambah dua juta, jadi 15 juta. Itu diluar lembur ya … jadi masih sanggup dia kita peras untuk bayar cicilan hutang baru, terus kiriman rutin setiap bulannya.”

Anggukan adik ipar Sriana meyakinkan semua orang. “Delapan juta untuk bayar cicilan yang masih diproses ini. Dua juta jatah Ibuk dan Bapak, dua juta lagi untuk anak-anaknya, aku satu juta, masih sisa satu juta loh, Mbak?”

“Ya untuk kita senang-senang lah. Setiap dia kirim, bisa buat makan seperti ini … ha ha ha,” Triani tertawa.

“Lah terus cicilan rumah gimana?” Wiyah baru teringat ada tanggungan sebesar satu juta lima ratus ribu rupiah setiap bulannya.

“Ibuk tenang saja, uang segitu bisa diambil dari pendapatan tempat karaoke.” Agung menyuapkan satu potong cumi-cumi sambal ke Triani.

“Manis-manisi saja terus dia Mas. Sampai tiba waktunya tanda tangan kontrak baru. Uang cuti, tiket pesawat yang bakalan didapatkannya lumayan besar, bisa untuk nyewa ruko baru.” Triani tersenyum penuh arti.

"Jadi kita mau beli mobil apa? Ibuk ndak mau kalau kendaraan sejuta umat. Yang mewah dikit lah, biar bisa dipamerkan ke warga desa Danurejo.” Ita mengelap mulutnya menggunakan tisu.

Mendengar kata mobil, Eli pun kegirangan. “Yang warna putih ya, Mi.”

“Xpander saja. Sekalian tipe tertinggi, kata salah satu pelanggan di karaoke harganya 340 juta. Kalau memang kita bisa minjam 150 juta, masih ada sisa itu nanti. Kamu jadikan nambahin seratus juta, Sayang?” Ia memandang penuh gairah wajah sang selingkuhan.

“Jadilah, Mas. Sisanya kamu ya, nanti taruh saja di garasi rumahku. Biar Sri bodoh itu ndak tahu,” ujar Triani.

Agung pun mengiyakan, dibawah meja rendah – tangannya merambat ke paha bagian dalam Triani.

Mereka berencana membeli mobil baru. Dengan cara meminjam uang di bank, sertifikat ladang serta sawah jadi jaminan. Kemudian ditambah uang pribadi Triani, dan juga tabungan Agung.

Apa yang tadi ditulis oleh Wulan adalah tentang kedatangan orang bank yang melakukan pengecekan di investasi tidak bergerak milik Agung. Informasi itu didapatkannya dari sang suami, berkat seorang pekerja Zahid Bagas yang sedang membajak sawah.

"Anak-anaknya Sri ada kamu kasih makan, Dwi?” Disela mengunyah hidangan lezat, Triani bertanya.

“Tenang saja, Mbak. Tadi tak kasih menu enak mereka – satu butir telur Ayam tak goreng terus potong jadi dua. Nanti bisa dicampur kecap. Biasanya nasi putih sama kuah juga sudah rakus mereka makannya.” Dia terkekeh membayangkan mata bulat Ambar tersenyum melihat telur goreng diatas meja.

Triani dan lainnya tertawa pelan. Para manusia licik itu benar-benar telah mati hati nuraninya. Sedikitpun tidak tersentuh melihat dua anak kecil ditinggal ibunya merantau sampai ke luar negeri.

Agung sendiri biasa saja, selagi bukti hukuman itu tidak tampak mata orang awam, dia diam.

Maka dari itu, Dwita bertambah berani. Yang semula hanya membentak, memaki, berjalannya hari – bermain tangan. Mencubit, memukul, menoyor kepala.

***

“Seharian ini kalian kemana saja?” Dwi menginterogasi kedua keponakannya.

“Mandi di Udal (kolam), terus nyari barang rosokan,” Septian yang menjawab sambil melipat pakaian yang dicucinya tadi pagi menggunakan mesin cuci baju.

Ambar menutup kain jendela, hari sudah masuk waktu maghrib.

“Nah gitu. Kalau mau apa-apa itu ya berusaha, jangan taunya mintak, menadahkan tangan. Biar kalian mengerti susahnya cari duit.”

“Iya, Tante.” Ambar duduk di samping kakaknya, membantu melipat celana dalam.

Dwita menambahkan. “Selama libur sekolah, manfaatkan sebaik-baiknya. Cari lebih banyak lagi botol bekas dan apapun yang bisa dijadikan uang. Biar ndak makan tidur terus kerja kalian!”

Septian diam, tangannya sangat terampil melipat rapi. Dia duduk dilantai beralaskan tikar.

Dwita masuk ke dalam kamarnya, dia dan orang tuanya belum lama sampai dirumah. Seharian jalan-jalan, mumpung tadi melewati kota.

***

“Ahhh.” Triani menggeram, pelepasan ini lebih nikmat dari sekadar main tangan, sambil saling melihat bagian sensitif lewat sambungan video.

Agung tumbang, tubuhnya roboh menindih wanitanya. Mereka tidak pulang ke rumah melainkan menginap di hotel. Sedangkan mobil rentalan di kemudikan oleh Toro.

“Mas, rasanya lebih nikmat setelah kamu pasang pelor guli. Badanku sampai mengejang, dahsyat banget efeknya.”

Dicubit gemas pucuk buah dada Triani, lalu dia turun dari atas tubuh, berbaring di bantal yang sama. “Semua itu untuk memuaskanmu.”

Miliknya Agung, dipasang semacam bulatan kecil untuk memberikan kepuasan tertentu. Meskipun secara medis tidak dianjurkan, tetapi si pria tidak mengindahkan. Dia suka berfantasi liar, dan Triani adalah teman ranjang sama gilanya dengannya dalam berimajinasi.

Setelah tiga ronde dengan jeda singkat, sepasang pezina itu tertidur pulas saling memeluk.

***

“Eka, kamu yakin mau tak tumbalkan? Ndak sayang namamu jadi jelek …?”

.

.

Bersambung.

1
novel destiny
wesss.. ter zahid zahid ini mah 🤣🤣🤣
si dwi keponakan nya malah di suruh mulung lebih semangat. ampun dj 😵😵😵
novel destiny
🤮🤮🤮🤮
ampun dah sama 2 keluarga itu.. aihh amit2 ketemu ama yg begituan kelakuan 😮‍💨😮‍💨
Y.S Meliana
sapa nih, hayoooo 😅
Y.S Meliana
🤣🤣🤣 kalimatmu itu lho ka...
FiaNasa
pertama baca kupikir becek karna hujan,,ternyata becek nya lain 😭😭
AFPA
Ambil srii bang zahid..pake z sama d nya..
mayan buat bikin panas pasangan birahi....
Y.S Meliana
bnyk² istighfar emang nih cerita kali ini kak 😅
🎀𝔸ᥣᥙᥒᥲ🎀
aku yakin mas zahid tahu keborokannyaaa agung, makannya dia melakukan pendekatan dulu dengan anak²nya sriana.
🎀𝔸ᥣᥙᥒᥲ🎀
mas zahid lagi🤣🤣🤣
Jetri
Zahid kah yg kirim pesan atau para Sengkuni yang bertambah panas??
☠ᵏᵋᶜᶟ Қiᷠnꙷaͣŋͥ❁︎⃞⃟ʂ⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔
waduh2 sapa itu wkwk
DozkyCrazy
ciee ciie mbak sri
DozkyCrazy
makasih eka dah bikin ketawa
DozkyCrazy
wkwkw
DozkyCrazy
model dadakan😁
DozkyCrazy
aamiin
cici cici
pasti bang jahit🤭😂
DozkyCrazy
suka ngakak Klo mbak eka ngomong
Marliyanilintangpratama
ayo mas zahid zihadin calon janda mas,,, bila perlu kawal smpe ketok ghodam nya Bima mas,,, tak dukung e,,, 💃💃
Al Fatih
Mesti itu mas Zahid kan.....

Mbak Eka...,, mas Zahid utk mbak Sri saja....,, kan dirimu jare punya Paijo 🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!