NovelToon NovelToon
Numpang Jadi Pacar Kamu Dong, Bang!

Numpang Jadi Pacar Kamu Dong, Bang!

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Trauma masa lalu / Cintamanis / Cinta Murni / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Realrf

Hai hai ... hadir nih spin offl dari "mendadak papa" kali ini aku jadiin Kevin sebagai tokoh utama. Selamat membaca

Gara-gara nggak mau dijodohin sama cowok sok ganteng bernama Sion, Aruntala nekat narik tangan seorang pelayan café dan ngumumin ke seluruh dunia—

“Ini pacar gue! Kami udah mau tunangan!”

Masalahnya... cowok itu cuma menatap datar.

Diam.

Nggak nyaut sepatah kata pun.

Dan Aruntala baru sadar, pria itu tuna wicara. 😭

Malu? Jelas.

Tapi sialnya, malah keterusan.

Aruntala balik lagi ke café itu, memohon ke si barista pendiam buat pura-pura jadi pacarnya biar Mama tirinya nggak bisa menjodohkannya lagi.

Cowok itu akhirnya setuju — karena nggak tahan sama ocehan Aruntala yang nggak ada titik koma.

Yang Aruntala nggak tahu, pria random itu bukan sekadar barista biasa...

Dia adalah Kevin Prasetyo, pemilik café sekaligus pemegang saham besar di perusahaan ayahnya sendiri!

Berawal dari kebohongan kecil, hubungan mereka pelan-pelan tumbuh jadi sesuatu yang lebih nyata

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kedatangan Evelyn

Kertas itu terlepas dari genggamannya yang lemas, melayang turun seperti sehelai daun kering yang menyerah pada musim gugur. Tiga kalimat itu. Aku mencintainya. Aku harus memberitahunya. Tapi suaraku akan menghancurkan keheningan kita yang indah, berputar-putar di kepalanya, bukan lagi sebagai kata-kata, melainkan sebagai gema dari sebuah kebenaran yang menghancurkan. Kebenaran bahwa ia tidak pernah benar-benar dikhianati. Ia hanya terlalu buta untuk melihat sebuah pengorbanan.

“Ru?” Suara Danu terdengar jauh, seolah datang dari seberang samudra.

“Lo kenapa?”

Aruntala tidak menjawab. Ia hanya menatap kosong pada secarik kertas di atas karpet, bukti tertulis dari kebodohan dan kekejamannya sendiri. Suara yang ditakuti Kevin akan menghancurkan keheningan indah mereka? Ironis. Justru teriakan Aru di tengah hujan itulah yang telah menghancurkan segalanya.

Ia menuduh Kevin bersembunyi di balik topeng, padahal pria itu hanya sedang berusaha melindungi satu-satunya hal berharga yang mereka miliki bersama: sebuah harmoni sunyi yang rapuh.

“Gue…,” Aru memulai, suaranya serak dan pecah, “...gue monster, Nu.”

Danu berlutut di sampingnya, memungut kertas itu dan membacanya sekilas. Ia tidak berkata apa-apa, hanya menghela napas panjang dan kembali meletakkannya.

“Lo bukan monster, Ru. Lo cuma lagi terluka, Lo cuma kecewa.”

“Bukan!” isak Aru, memukul dadanya sendiri dengan kepalan tangan yang lemah.

“Dia yang terluka! Dia ngelindungin sesuatu yang indah buat kita, dan gue… gue malah nginjek-nginjek itu pake sepatu bot berlumpur! Gue bilang dia nonton penderitaan gue, padahal dia cuma takut suaranya bakal jadi kebisingan baru yang nyakitin gue!”

Penyesalan itu bukan lagi gelombang, melainkan tsunami. Tsunami yang menenggelamkannya dalam lautan rasa bersalah yang dingin dan gelap. Semua kata-kata kasarnya malam itu kembali terngiang, setiap suku katanya terasa seperti asam yang membakar nuraninya. Topeng orang cacatmu itu. Ya Tuhan, bagaimana bisa ia mengucapkan kalimat sejahat itu?

Tepat saat ia merasa akan tenggelam sepenuhnya, bel pintu apartemen berbunyi. Deringnya yang tajam terasa seperti sentakan listrik, menariknya kembali ke permukaan.

“Biar gue yang buka,” kata Danu, bangkit berdiri.

“Palingan bokap lo.”

Aruntala hanya mengangguk pasrah, memeluk lututnya erat-erat. Ia tidak peduli lagi siapa yang datang. Tidak ada yang bisa lebih buruk dari badai yang sedang berkecamuk di dalam dirinya. Ia mendengar suara Danu yang terdengar ragu di depan pintu, diikuti oleh suara wanita yang tenang dan berwibawa. Suara yang familier, namun terasa tidak pada tempatnya.

Beberapa saat kemudian, Danu kembali ke kamar, wajahnya tampak bingung. Di belakangnya, berdiri seorang wanita yang Aru kenali dari pertemuan singkat di rumah Kevin. Elegan, tenang, dengan mata yang menyimpan kebijaksanaan dan kesedihan di saat yang bersamaan.

Evelyn Rahadja.

“Boleh aku masuk?” tanya Evelyn lembut, tatapannya tertuju lurus pada Aru.

Aruntala hanya bisa menatapnya, terkejut. Untuk apa kakak Kevin datang menemuinya? Untuk memakinya? Menuntutnya karena telah menghancurkan adiknya? Aru tidak akan menyalahkannya. Ia pantas mendapatkannya.

Ia mengangguk pelan. Danu, mengerti isyarat itu, memberikan ruang bagi mereka berdua.

“Gue di luar kalau lo butuh apa-apa,” bisiknya pada Aru sebelum menutup pintu kamar.

Keheningan yang canggung menyelimuti ruangan. Evelyn tidak langsung bicara. Ia berjalan perlahan, matanya mengamati tumpukan notes Kevin yang berserakan di lantai seperti medan perang yang ditinggalkan. Akhirnya, ia duduk di kursi belajar Aru, menghadap gadis itu dengan postur yang lurus namun tidak mengintimidasi.

“Aku tidak akan lama,” ujar Evelyn, suaranya selembut beludru.

“Aku di sini bukan untuk membela Kevin atau menyalahkanmu, Aruntala. Aku hanya ingin memberikanmu beberapa kepingan teka-teki yang sepertinya hilang.”

Aru menunduk, tidak sanggup menatap mata wanita itu.

“Nggak perlu, Kak. Aku udah tahu. Semuanya salahku.”

“Kesalahan tidak pernah hanya ada di satu sisi,” balas Evelyn bijak.

“Tapi reaksi kita terhadap sebuah kebenaran sering kali dipengaruhi oleh seberapa utuh kita melihat kebenaran itu. Dan gambaranmu tentang adikku… belum utuh.”

Aru mengangkat wajahnya, air mata kembali menggenang di pelupuk matanya.

“Dia punya trauma. Dia bilang begitu, aku tahu....”

“Dia menyederhanakannya untukmu,” kata Evelyn dengan seulas senyum tipis.

“Apa yang terjadi padanya lebih dari sekadar trauma. Itu adalah sebuah amputasi emosional. Kamu tahu, saat Kevin berumur sepuluh tahun, dia anak yang sangat ceria. Berisik, malah. Sangat mirip denganmu.”

Sebuah senyum tipis yang menyakitkan tersungging di bibir Evelyn.

“Lalu terjadi kecelakaan mobil. Ayah kami meninggal di tempat. Kevin ada di mobil itu. Dia tidak terluka fisik, tapi dia terjebak di dalam rongsokan mobil selama hampir satu jam di samping jasad Ayah, sementara di luar… hanya ada suara. Sirene, teriakan orang, suara logam yang dipotong paksa. Kebisingan itu seperti neraka yang memeluk raga kecil Kevin.”

Napas Aru tercekat. Ia membayangkan seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun, terjebak dalam horor seperti itu.

“Sejak hari itu,” lanjut Evelyn, tatapannya menerawang, “Kevin berhenti bicara. Dokter bilang itu selective mutism akibat trauma.

Baginya, suara adalah monster yang telah merenggut ayahnya. Jadi, dia membunuh semua suara di dalam dirinya agar monster itu tidak bisa menemukannya lagi. Diam bukan lagi pilihan, Aru. Diam adalah satu-satunya ruang aman yang dia miliki. Satu-satunya ruang ICU tempat jiwanya bisa bernapas.”

Air mata Aru mulai menetes tanpa bisa ia tahan. Setiap kata yang diucapkan Evelyn adalah paku yang menancap semakin dalam ke peti mati rasa bersalahnya.

“Dia membangun seluruh hidupnya di dalam keheningan itu. Dia belajar mengamati, menganalisis, jauh lebih tajam dari orang kebanyakan. Dia membangun bisnisnya dari nol, karena di dunia bisnis yang sunyi di atas kertas, tidak ada yang berteriak. Kafe itu… ‘Sunyi Bicara’… itu bukan sekadar bisnis. Itu adalah upayanya menciptakan surga kecil, tempat di mana keheningan dihargai, bukan dianggap sebagai kekurangan.”

Evelyn menatap Aru lekat-lekat, matanya berkaca-kaca.

“Lalu kamu datang. Kamu adalah antitesis dari semua yang dia bangun. Kamu berisik, kacau, impulsif. Kamu adalah badai yang menerobos masuk ke dalam ruang ICU-nya. Awalnya, dia membencinya. Tapi perlahan… dia sadar. Kebisinganmu berbeda. Kebisinganmu bukan teriakan horor, tapi teriakan minta tolong. Sama sepertinya.”

Isak tangis Aru kini tak tertahankan. Ia membenamkan wajahnya di telapak tangan.

“Aku… aku bilang dia pakai topeng orang cacat… Ya Tuhan, aku jahat banget…”

“Kamu tidak tahu,” bisik Evelyn, kali ini suaranya penuh simpati.

“Bagaimana kamu bisa tahu? Dia yang memilih untuk tidak memberitahumu. Dia takut, Aru. Dia begitu terbiasa dengan keheningannya, hingga dia lupa bagaimana caranya hidup dengan suara. Dan yang lebih dia takuti lagi… dia takut jika dia bicara, kamu akan melihatnya sebagai orang lain. Bukan lagi Kevin-mu yang pendiam, tapi seorang CEO yang telah menipumu. Dia takut suaranya akan menghancurkan keheningan yang kalian miliki.”

Evelyn mengucapkan kalimat yang sama persis dengan yang tertulis di kertas itu. Kalimat yang membuktikan bahwa ketakutan terbesar Kevin telah menjadi kenyataan karena ulah Aru.

Setelah tangis Aru sedikit mereda, Evelyn bangkit dari kursinya. Ia merogoh sesuatu dari dalam tas tangannya. Sebuah kertas yang tampak tua, terlipat lusuh, dan sedikit menguning di bagian tepinya.

“Aku rasa, kamu perlu melihat ini,” kata Evelyn, mengulurkan kertas itu pada Aru.

“Ini bukan untukmu. Ini catatan yang dia tulis untuk dirinya sendiri, bertahun-tahun yang lalu, saat sedang berjuang di titik terendahnya. Jauh sebelum dia bertemu denganmu.”

Dengan tangan gemetar, Aru menerima kertas itu. Rasanya berat, seolah menyimpan beban sejarah penderitaan seorang pria.

“Dia tidak pernah berniat menipumu, Aru,” ucap Evelyn pelan sebelum berjalan menuju pintu.

“Dia hanya belum selesai menyembuhkan dirinya sendiri saat takdir mempertemukannya denganmu.”

Pintu kamar tertutup pelan, meninggalkan Aru sendirian dengan relikui terakhir dari jiwa Kevin yang terluka. Jarinya yang gemetar perlahan membuka lipatan kertas yang rapuh itu. Tulisan tangan Kevin di sana tampak lebih tegas, seolah dipahat di atas kertas dengan tekad yang kuat.

Matanya terpaku pada baris pertama, pada sebuah janji yang ditulis Kevin kepada dunianya yang sunyi, sebuah janji yang kini terasa seperti belati yang menusuk langsung ke jantung penyesalannya.

1
Vtree Bona
seru ka lanjut yah kak thor
Vtree Bona
lanjut kaka,,,,,, semangat 💪
Vtree Bona
songgong amat tuh manusia,,,,,di bikin dari apa sech
Vtree Bona
lanjut kaka
Realrf: Oke 😍
total 1 replies
Vtree Bona
lanjut kak,,,,,kek nya bakal seru banget nih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!