Seorang wanita muda bernama Lydia dipaksa menikah dengan mafia kejam dan misterius, Luis Figo, setelah kakaknya menolak perjodohan itu. Semua orang mengira Lydia hanyalah gadis lemah lembut, penurut, dan polos, sehingga cocok dijadikan tumbal. Namun di balik wajah manis dan tutur katanya yang halus, Lydia menyimpan sisi gelap: ia adalah seorang ahli bela diri, peretas jenius, dan terbiasa memainkan senjata.
Di hari pernikahan, Luis Figo hanya menuntaskan akad lalu meninggalkan istrinya di sebuah rumah mewah, penuh pengawal dan pelayan. Tidak ada kasih sayang, hanya dinginnya status. Salah satu pelayan cantik yang terobsesi dengan Luis mulai menindas Lydia, menganggap sang nyonya hanyalah penghalang.
Namun, dunia tidak tahu siapa sebenarnya Lydia. Ia bisa menjadi wanita penurut di siang hari, tapi di malam hari menjelma sosok yang menakutkan. Saat rahasia itu perlahan terbongkar, hubungan antara Lydia dan luis yang bertopeng pun mulai berubah. Siapa sebenarnya pria di balik topeng
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 32
Sorakan tepuk tangan bergemuruh di aula megah itu, namun bagi Lydia suara itu terdengar samar. Jantungnya masih berdebar keras, napasnya tersengal. Satu kenyataan baru saja terungkap di hadapan dunia: dirinya bukan lagi “anak buangan” yang dicampakkan keluarga Wijaya, melainkan Lydia Maroti Figo, putri sah keluarga bisnis paling berpengaruh di Eropa, sekaligus istri seorang pria yang disegani sekaligus ditakuti, Luis Figo.
Sinar lampu kristal memantul di gaunnya, membuat sosoknya terlihat semakin anggun. Isabella menggenggam tangannya erat, sementara Allesandro dan Matteo berdiri gagah di panggung. Sorot mata bangga dari keluarga Maroti itu membuat Lydia akhirnya merasa: ia benar-benar memiliki rumah.
Namun di sisi aula, keluarga Wijaya merasakan sebaliknya. Wajah pucat, keringat dingin, dan bisikan tamu yang menusuk telinga membuat mereka seperti ditelanjangi di depan publik. Amara terduduk di lantai dengan make up berantakan, gaun emasnya tak lagi mampu menyelamatkan kehormatannya.
“Papa…” bisiknya dengan suara serak, tapi Mr. Wijaya tak menjawab. Wajahnya merah padam, antara marah dan malu. Ia menatap Lydia seolah ingin menelan hidup-hidup anak yang pernah ia buang itu.
----
Setelah pengumuman resmi, pesta berlanjut dengan orkestra dan tarian. Para tamu penting berdatangan menghampiri keluarga Maroti untuk memberi ucapan selamat.
“Selamat, Tuan Allesandro. Putri Anda sungguh memesona. Kini Maroti Corporation semakin kuat,” kata seorang bangsawan Prancis sambil menjabat tangan Allesandro.
“Terima kasih,” jawab Allesandro dengan senyum diplomatis, sementara pandangannya sekali-kali mengawasi Lydia.
Luis berdiri di sisi Lydia, menolak tawaran berdansa dari beberapa wanita muda kaya yang ingin mendekat. Tatapannya tajam, cukup membuat siapa pun mundur. Aura kepemilikan terpancar jelas: Lydia hanya miliknya.
Namun di sisi lain ruangan, Amara tidak tinggal diam. Wajahnya sembab, tapi matanya memerah penuh kebencian. Ia meraih tangan ibunya dengan kasar. “Mama, kita tidak bisa membiarkan ini! Lydia… dia akan menghancurkan kita!”
Nyonya Wijaya masih syok, tapi matanya menatap Lydia dengan kilat kebencian. “Anak itu seharusnya tetap terkubur dalam aibnya. Kita akan buat dia menyesal dilahirkan kembali sebagai Maroti.”
Mereka berdua menyingkir pelan, merencanakan sesuatu di balik keramaian pesta.
----
Lydia tersenyum saat beberapa pengusaha wanita mendekat, menyanjungnya dengan kata-kata manis. Namun di balik senyum itu, hatinya masih bergolak. Kata-kata Amara sebelumnya berputar di kepalanya: “Kau hanya perempuan murahan yang sudah dibuang.”
Tangannya sedikit menggenggam. Ia menoleh ke arah balkon, mencoba mencari udara segar.
Luis yang peka langsung menangkap kegugupannya. Ia mendekat, berbisik pelan, “Mau keluar sebentar?”
Lydia hanya mengangguk. Mereka berdua keluar menuju balkon yang dihiasi lampu gantung kecil dan pot bunga mawar putih. Udara malam menyapu wajah mereka.
Lydia menghela napas panjang. “Aku kira aku sudah kuat menghadapi mereka, tapi ternyata… kata-kata itu masih menusuk.”
Luis berdiri di sampingnya, menatap langit malam. “Biarkan mereka berbicara. Suara mereka tidak akan pernah lebih keras dari kenyataan. Dan kenyataannya adalah… kau putri keluarga Maroti, sekaligus istriku. Tidak ada satu pun yang bisa mengubah itu.”
Lydia menoleh, menatap wajah Luis yang kini tanpa luka. Wajah itu begitu tegas, dingin, tapi ada sesuatu yang lembut hanya untuknya. Hatinya sedikit tenang.
“Terima kasih, Luis…” ucapnya lirih.
Pria itu hanya tersenyum tipis, lalu menyampirkan jasnya ke bahu Lydia.
---
Di ruang VIP gedung, Allesandro dan Matteo sedang berdiskusi serius bersama beberapa penasihat. Isabella masuk sambil membawa sebotol anggur.
“Bagaimana reaksi pasar?” tanya Isabella.
Seorang penasihat menjawab, “Luar biasa, Madam. Pengumuman ini meningkatkan reputasi Maroti Corporation. Semua orang kini tahu Anda memiliki putri penerus, yang bahkan sudah menikah dengan pria sekuat Tuan Figo. Investor semakin percaya pada stabilitas keluarga ini.”
Matteo menyilangkan tangan, tersenyum kecil. “Bagus. Itu artinya, langkah kita memindahkan markas besar ke negara ini bukan hanya soal bisnis, tapi juga simbol kekuatan keluarga.”
Allesandro mengangguk setuju. “Mulai besok, semua cabang di kota ini akan diintegrasikan langsung di bawah pengawasan Lydia. Dia harus belajar memimpin.”
Isabella menatap suaminya khawatir. “Tapi apakah itu tidak terlalu cepat? Lydia masih butuh waktu.”
Namun Matteo menimpali dengan nada penuh keyakinan. “Mama, justru karena itu. Kita harus melatihnya sekarang. Lydia itu luar biasa, aku sudah kewalahan. Dia punya hati, integritas, dan juga… dukungan Luis. Bersama, mereka bisa menjadi kekuatan baru.”
Isabella terdiam sejenak, lalu tersenyum lembut. “Baiklah. Kalau begitu, mulai besok Lydia bukan hanya putri Maroti, tapi juga pemimpin yang harus berdiri di garis depan.”
----
Sementara pesta semakin meriah, Amara dan ibunya bersembunyi di salah satu lorong samping gedung. Tangannya bergetar, matanya merah menahan amarah.
“Mama, aku tidak akan diam. Aku tidak bisa membiarkan Lydia menginjak-injakku di depan semua orang!”
Nyonya Wijaya menggenggam tangan putrinya erat. “Tenang, sayang. Kita memang kalah malam ini. Tapi perang belum berakhir. Kita masih punya pengaruh, masih punya koneksi. Kita akan jatuhkan dia… di saat dia paling percaya diri.”
Amara mengangguk penuh kebencian. “Aku bersumpah, aku akan merebut semua yang dia punya. Nama, kekayaan… bahkan pria itu.”
Matanya menatap tajam ke arah balkon, di mana Lydia dan Luis sedang berdiri berdua. Perasaan iri, marah, dan nafsu bercampur menjadi satu.
---+
Menjelang tengah malam, pesta perlahan mulai mereda. Para tamu satu per satu berpamitan, tapi kabar tentang Lydia sudah menyebar ke luar gedung. Media menuliskan berita dengan tajuk besar:
“Putri Keluarga Maroti Resmi Diperkenalkan. Lydia Maroti Figo Jadi Pewaris Sah kedua setelah Matteo Marroti”
Di koran lain:
“Skandal Keluarga Wijaya Terbongkar. Pertunangan Amara dan Adrian Batal di Depan Publik.”
Keluarga Wijaya nyaris tidak bisa keluar gedung tanpa dihujani blitz kamera. Malu yang mereka rasakan malam itu akan menjadi aib yang sulit dihapus.
Sementara itu, keluarga Maroti berkumpul di ruang utama setelah semua tamu pergi. Isabella duduk di sofa, menggenggam tangan Lydia erat. “Sayang, malam ini kau telah resmi menjadi putri kami. Mulai sekarang, kita akan selalu bersama.”
Matteo menepuk bahu adiknya. “Selamat datang di medan sebenarnya, adikku. Dunia bisnis tidak kalah kejam dengan keluarga Wijaya. Tapi kau tidak perlu takut, kita di belakangmu.”
Allesandro menambahkan dengan wibawa. “Dan ingat, Lydia. Kau tidak hanya membawa nama Maroti, tapi juga masa depan keluarga ini.”
Lydia menunduk, merasa berat sekaligus bangga. “Aku akan berusaha, Papa. Aku tidak ingin mengecewakan kalian.”
Luis yang berdiri di belakang hanya menatapnya dengan mata penuh keyakinan. Dalam hati ia tahu, Lydia memang dilahirkan untuk berdiri di tempat ini.
----
Ketika semua selesai, Lydia dan Luis kembali ke kamar hotel mewah yang disiapkan keluarga Maroti. Lydia melepaskan gaunnya perlahan, menatap cermin. Malam ini mengubah segalanya.
Luis menghampirinya, meletakkan tangannya di pundaknya. “Kau terlihat lelah.”
“Aku baik-baik saja,” jawab Lydia pelan. “Hanya… aku masih sulit percaya semua ini nyata.”
Luis menatapnya lama, lalu berkata dengan suara rendah, “Percayalah. Karena mulai sekarang, kau tidak sendirian lagi. Kau punya keluargamu… dan aku.”
Lydia menoleh, menatap matanya. Senyum kecil muncul di wajahnya. “Terima kasih, Luis. Untuk selalu ada di sisiku.”
Mereka berdiri lama dalam keheningan, hanya suara detik jam yang terdengar.
Di luar sana, dunia mungkin sedang berguncang dengan berita besar ini. Tapi di dalam kamar itu, hanya ada dua hati yang saling menemukan ketenangan.
Dan malam itu, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Lydia tidur dengan damai—dikelilingi cinta yang akhirnya ia miliki.
----
Pesta pembukaan markas baru Maroti Corporation bukan hanya menjadi langkah besar dalam dunia bisnis internasional, tetapi juga menjadi panggung di mana kebenaran akhirnya terungkap. Lydia, gadis yang dulu dibuang, kini berdiri sebagai pewaris sah dengan dukungan penuh keluarga angkatnya dan cinta sejati dari suaminya, Luis.
Namun di balik sorak tepuk tangan dan kilau lampu kristal, bayangan gelap mulai bergerak. Amara dan keluarga Wijaya menyimpan dendam yang belum padam. Dan Lydia, meski kini memiliki segalanya, akan segera menyadari bahwa menjadi pewaris keluarga besar juga berarti membuka pintu untuk lebih banyak musuh.
Bersambung…
🤣🤣🤣🤣
ttp smngt dn d tnggu crta yg lainnya....
smngtttt....😘😘😘
jd ingt dlu pas luis msh kaku,glirn istrinya hmil mlah dia jd lebay....skrng pun mkin posesif aja sm ank2nya....
kira2 thn dpn ultah mreka temanya apa y????kn luis bkln ikutan jg pke kstum ky mreka....🤣🤣🤣
Slmt buat smuanya.....lega krn twins udh hdir d dnia....ga sbr nunggu mreka bkln mrip spa,misterius ky ortnya kah????
thor
Smngtt kk...