"Cinta bukan hanya tentang rindu dan sentuhan. Tapi juga tentang luka yang diwariskan, dan rahasia yang dikuburkan."
Kael Julian Dreyson.
Satu pria, dua identitas.
Ia datang ke dalam hidup Elika Pierce bukan untuk mencintai ... tapi untuk menghancurkan.
Namun siapa sangka, justru ia sendiri yang hancur—oleh gadis yang berhasil membuatnya kehilangan kendali.
Elika hanya punya dua pilihan :
🌹 Menikmati rasa sakit yang manis
atau
🌑 Tersiksa dalam rindu yang tak kunjung padam.
“Kau berhasil membuatku kehilangan kendali, Mr Dreyson.” — Elika Pierce
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheninna Shen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kael Friedrich yang Terkubur
...❤︎...
..."Masa lalu tidak pernah mati … ia hanya menunggu untuk menagih hutangnya."...
...❤︎...
Di Texas, keruntuhan Pierce Corp. menjadi tontonan publik. Layar-layar televisi dipenuhi gambar kerusuhan. Karyawan berteriak menuntut hak, rumah keluarga Pierce dilelang, dan kasus pidana yang menumpuk menyeret nama mereka ke titik terendah.
Sementara ribuan kilometer dari sana, di Berlin, Kael sedang duduk tenang di kursi kulit hitam di ruang kerjanya. Jas hitamnya membalut tubuh dengan rapi. Matanya terpaku pada layar televisi yang menayangkan kekacauan itu secara langsung.
Di sampingnya, Logan sedang berdiri, dan ikut memperhatikan kekacauan yang sudah mereka rencanakan bertahun lamanya.
“Mereka bekerja dengan baik,” gumam Kael, nada suaranya datar tapi sarat akan kepuasan. Dendamnya hampir lunas. Tapi anehnya, rasa lega yang ia bayangkan selama bertahun-tahun itu tak datang seutuhnya. Ada sesuatu yang mengganjal. Sesuatu yang berwujud gadis dengan mata bercahaya yang kini tinggal bersamanya.
“Conner,” ujar Logan tiba-tiba, suaranya rendah dan penuh arti, “aku bisa meminta beberapa napi di sana untuk memberinya pelajaran.”
Kael tidak langsung menjawab. Jari telunjuknya mengetuk perlahan permukaan meja, matanya tetap pada kerusuhan di layar. Ada pertimbangan yang bergelayut di pikirannya. Mungkin karena ia tak ingin Conner hancur terlalu cepat. Atau … mungkin ia takut, kalau langkah itu justru akan melukai orang yang ia cintai.
Akhirnya, Kael berdiri. Gerakannya mantap. “Aku ingin bertemu Conner.”
Logan menatapnya sekilas, lalu mengangguk pelan. Ia segera meraih ponselnya, dan menghubungi supir agar bersiap di lobi.
...❤︎...
Kael melangkah masuk ke ruang kunjungan tahanan Berlin dengan tatapan setajam belati. Aroma logam dan disinfektan bercampur di udara. Di seberang meja besi, Conner duduk dengan kedua tangan terborgol, wajahnya menegang begitu melihat pria yang kini berdiri di hadapannya.
“Kael Julian Dreyson,” Conner menyebut nama itu pelan, seolah mencoba meraba-raba makna di balik kedatangan pria tersebut. “Aku tak mengerti … dari sekian banyak orang, kenapa kau?”
Kael duduk, tubuhnya condong sedikit ke depan. “Tidak mengerti?” Suaranya pelan, tapi ada racun di setiap katanya. “Kau benar-benar ingin jawaban itu, Conner Pierce?”
Conner menatapnya, mencoba membaca sorot mata itu. Mata yang entah kenapa terasa familiar. Tapi ia tak ingat, di mana ia pernah melihat mata itu.
“Apa salahku padamu? Kenapa kau menghancurkan hidupku sedemikian rupa? Pinjaman itu … suap … penggelapan pajak dan … semua ini kau atur. Kenapa?”
Senyum tipis melintas di wajah Kael, tapi senyum itu dingin, tak ada sedikit pun kehangatan. Ia menautkan jari-jarinya di atas meja. Tatapannya tak goyah, seakan setiap detik tatapan itu sedang mencengkram leher Conner.
“Kau ingin tahu? Baiklah.” Kael mencondongkan tubuhnya hingga jarak mereka hanya tinggal beberapa inci, suaranya menjadi bisikan tajam.
“Aku adalah anak dari Paul Friedrich … dan Greta Greyson.”
Pupil Conner melebar. Wajahnya memucat. Napasnya tercekat seperti baru saja dicekik oleh udara sendiri.
“Ya,” lanjut Kael, suaranya semakin dingin. “Pria yang kau bunuh, dan wanita yang kau paksa memilih kematian. Aku anak mereka, Conner.”
“Paul … Friedrich?” Conner mengulang nama itu dengan nafas yang tercekat. Ia menelan paksa salivanya.
“Ya. Kau membuatku tak bisa hidup menggunakan nama Friedrich.”
“Aku tidak membunuhnya,” sangkal Conner tak ingin mengaku. “Paul meninggal karena kecelakaan.”
“Seharusnya kau menyalahkan supirnya—”
Logan yang sejak tadi duduk diam, mendadak berdiri. Otot rahangnya mengeras, matanya menyala marah. “Ayahku tidak bersalah! Kau yang menjadikannya tersangka! Padahal dia juga korban!”
Conner terdiam sesaat. Wajah pucatnya seketika berubah, lalu ia tertawa. Ia duduk bersandar sambil tertawa terbahak-bahak dan terdengar mengerikan. Entah kenapa, menyaksikan dua orang anak muda yang bersatu untuk menjatuhkannya, membuat perutnya terasa geli.
“Harusnya kalian berdua juga kubunuh saat itu,” kekeh Conner penuh kekesalan. “Tapi si tua bangka itu … dia membawa kalian pergi.”
Kael mengepalkan tangannya di bawah meja. Sekilas, bayangan Kakek Dreyson muncul di benaknya. Andai pria tua itu masih ada, mungkin ia akan bangga melihat Kael sekarang.
Usai tertawa dengan sangat mengerikan, Conner mencondongkan tubuhnya ke depan. Ia menatap Kael dan Logan silih berganti. Sama sekali tak ada ketakutan. Sebaliknya, saat tahu bahwa Kael dan Logan adalah anak dari rekan bisnisnya yang terlalu suci, ia jadi semakin kesal.
“Ayah kalian berdua tidak pantas berada di dunia yang kotor ini,” ucap Conner, suaranya rendah namun penuh penekanan. “Aku hanya memulangkan mereka lebih cepat. Menyelamatkan mereka dari luka yang lebih dalam.”
Kael menghela napas pendek, lalu menunduk sedikit sambil tersenyum sinis. “Menyelamatkan?”
Conner kembali berbicara dengan intonasi yang pelan, namun penuh penekanan. “Kalian masih terlalu muda untuk ikut bermain. Menghilanglah sebelum aku dibebaskan.”
“Aku tak yakin, kalian akan hidup tenang saat aku sudah bebas.”
“Kau?” Kael menatap Conner dengan tajam. “Bebas?”
Kael terkekeh pelan. “Dengan cara kotormu itu? Menyuap dan memeras mereka?”
“Mr. Pierce … saat ini, aku yang memegang kendali penuh atas kehidupanmu. Jadi … jangan bermimpi terlalu tinggi.”
Kael meraih ponsel dari saku jas, menyalakan layar, lalu memutar ponsel itu agar Conner bisa melihat. Foto Elika memenuhi layar.
“Elika Pierce,” ucap Kael pelan.
Conner membeku. Lalu tubuhnya menegang, rahangnya mengeras. Ia berdiri setengah, menghantam meja besi dengan borgolnya. “Kau! Bajingan!”
Kael tidak berkedip. “Ternyata kita punya kelemahan yang sama, Conner. Bedanya … aku memegang kendali.”
Ia mendekatkan wajahnya, suaranya perlahan menjadi bisikan maut. “Bagaimana kalau setiap malam aku menelanjangi putrimu? Membuatnya melahirkan darah daging dari anak pria yang kau bunuh? Lalu, saat anak itu dewasa, aku akan bilang padanya … bahwa kakeknya membunuh ayahku.”
Untuk pertama kalinya, Conner benar-benar terdiam. Tatapannya kosong, tapi rahang dan lehernya tegang. Ketidakberdayaan itu terasa, bahkan di balik amarahnya yang membara.
Kael berdiri perlahan, membetulkan jasnya, lalu menatap Conner dari atas. “Tidurlah malam ini. Mungkin itu tidur terakhir yang tenang yang akan kau miliki.”
Ia berbalik meninggalkan ruangan disusuli Logan, meninggalkan Conner yang terdiam dengan tatapan yang tak lagi sama. Bukan lagi tatapan yang berapi-api akan kemarahan yang menyala. Tapi tatapan putus asa tak berdaya, karena anak satu-satunya di tangan pria yang ayahnya pernah ia bunuh dulu.
...❤︎❤︎❤︎...
...To be continued .…...
padahal udh diumumin sm othornya tp lupa 🤦♀️