Tes Tes Tes
Air mata Airin tertahankan lagi ketika mendapatkan tudingan yang begitu menyakitkan dari sang ayah.
Bahkan pipinya memerah, di tampar pria yang begitu dia harapkan menjadi tempat berlindung, hanya karena dia mengatakan ibunya telah dicekik oleh wanita yang sedang menangis sambil merangkulnya itu.
Dugh
"Maafkan aku nona, aku tidak sengaja"
Airin mengangguk paham dan memberikan sedikit senyum pada pria yang meminta maaf padanya barusan. Airin menghela nafas dan kembali menoleh ke arah jendela. Dia akan pulang, kembali ke ayah yang telah mengusirnya tiga tahun yang lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Vivi Semakin Frustasi
Billy terlihat kebingungan, saat ini sama saja dia maju kena, mundur kena. Bicara, tuannya akan marah. Tidak bicara tuan besarnya akan marah.
"Billy! masih tidak mau bicara?" tanya Antonio yang selanjutnya menepuk bahu Billy.
Rasanya Billy ingin bertemu dengan Angling Darma saat ini. Dan minta di ajari jurus menghilang, jurus halimun yang akan membuatnya menghilang dari tempat ini secepatnya, dan tidak perlu berhadapan dengan ayah dari tuannya itu.
Semakin lama, bahu Billy terasa semakin berat. Padahal Antonio sama sekali tidak memberi tekanan pada bahu Billy. Hanya saja perasaan merasa terbebani ketika dia kebingungan untuk menjawab dengan jujur atau tidak itu yang membuatnya merasa tidak nyaman.
"Tu... tuan besar!"
'Suara ponsel berdering
Mata Billy melotot, dia memang telah membedakan di setelan ponselnya. Untuk nada dering panggilan dari Samuel dan orang lain. Agar kalau panggilan itu dari samuel, Billy bisa cepat menerimanya.
Tangan Kinan yang cekatan pun segera meraih ponsel Billy yang ada di atas meja kerjanya.
"Samuel" ujarnya setelah melihat nama pemanggil yang ada di layar ponsel Billy.
Kinan membawa ponsel itu ke dekat Billy. Dia dan suaminya saling pandang. Antonio mengangkat tangannya dari bahu Billy dan berkata.
"Cukup katakan 'halo' paham!"
Billy yang gugup langsung mengangguk.
Kinan segera menerima panggilan telepon itu. Dan menyalakan speaker ponsel Billy.
"Halo..."
Kinan segera menarik ponsel Billy menjauh dari pemiliknya, setelah Billy mengatakan kata yang di perintahkan oleh Kinan.
[Aku tidak akan pulang hari ini. Mungkin besok, atau mungkin tidak pulang]
Kinan mendengus kesal. Tapi Antonio menahan lengan istrinya itu supaya tidak terbawa emosi. Di ponselnya, Antonio sudah menulis kata 'Kenapa?' dan di perlihatkan pada Billy.
Ponsel Billy yang tadinya ada di tangan Kinan. Antonio mengambilnya, takut istrinya tidak bisa menahan emosi dan bicara.
"Ke... kenapa?" tanya Billy dengan suara tergagap.
[Kenapa lagi? istriku... aku membuatnya tak bisa bangun dari tempat tidur. Apa kamu percaya itu Billy? aku tidak utuh dokter lagi, Airin adalah obatku]
Kinan membelalakkan matanya. Putranya sudah sembuh. Dia merasa hatinya campur aduk. Ada rasa bahagia, tapi ada juga rasa cemas. Pernikahannya tinggal 2 hari lagi.
Antonio pun menghela nafas panjang. Sepertinya apa yang dia khawatirkan benar-benar terjadi.
Antonio mendekatkan ponsel Billy ke arahnya.
"Samuel, pria itu yang di pegang ucapannya. Jika memang tidak mau menikahi Vivi, pulang dan katakan langsung pada tuan Felix dan keluarganya!"
Setelah mengatakan itu, Antonio memutuskan panggilan itu dan membanting ponsel Billy ke sofa.
Mata Billy terus menatap ke arah ponselnya. Bukan masalah harganya, tapi banyaknya hal penting disana, menyangkut perusahaan.
'Ponselku!' lirihnya dalam hati yang segera meraih ponselnya yang berada di atas sofa itu.
Sementara Kinan yang memang sangat terkejut. Terduduk di sofa, wajahnya menjadi sangat pucat.
Setelah merasa ponselnya aman, Billy ingin beranjak dari sana. Tapi tatapan tajam dari Antonio membuatnya kembali terduduk tak berdaya di sofa.
"Tuan besar..."
"Ceritakan semuanya!" kata Antonio.
Billy merasa sudah tidak mungkin menutupi apapun lagi dari Antonio. Maka Billy pun menceritakan, bagaimana awal mula mereka bertemu dengan Airin di Jerman.
"Nyonya Airin, tidak pernah mendapatkan uang bulanan dari ayahnya. Uang yang di kirim perusahaan, itu adalah yang kuliah. Dan Nyonya Airin memang mendapatkan kuota itu, masing-masing anak petinggi perusahaan akan mendapatkan beasiswa. Uang itu perusahaan yang mengatur. Sedangkan uang bulanan, Nyonya Susan tidak pernah mengirimkannya pada nyonya Airin...."
"Kamu jangan berbohong untuk membela si Airin itu. Jelas-jelas Susan memberikan uang bulanan untuknya" sela Kinan.
Billy tahu, bicara tanpa bukti sama saja omong kosong. Maka Billy beranjak dari sofa, lalu memberikan buktinya. Uang yang dikirimkan ke rekening Susan oleh Felix. Tak pernah berpindah ke rekening Airin.
"Semua bukti ini baru saya dapatkan kemarin. Rencananya tuan akan pulang dan memperlihatkan semua bukti ini pada tuan besar dan nyonya. Nyonya Airin bekerja paruh waktu, tapi dia menjaga kehormatannya. Lebih baik baginya dicambuk dan di pukul daripada menyerahkan harga dirinya. Banyak luka di tubuh nyonya Airin"
Kinan masih terdiam. Sementara Antonio memeriksa satu persatu kertas yang diberikan oleh Billy.
"Sekarang bagaimana?" Kinan tampak bingung.
Di kamarnya, Samuel masih terus duduk dan memikirkan bagaimana caranya menyelesaikan masalah ini tanpa melibatkan Airin.
"Kita pulang saja!" ucap Airin pelan di samping suaminya.
"Biar aku saja. Kamu bisa tetap di sini. Aku akan memerintahkan seseorang menemani dan menjagamu!" kata Samuel yang sangat mengkhawatirkan Airin.
Airin menggelengkan kepalanya.
"Tidak suamiku, kita sudah menikah. Suka duka, harus kita hadapi bersama" ujar Airin membuat Samuel langsung memeluk istrinya itu.
Airin menghela nafas perlahan.
'Jika tidak pulang, bagaimana aku bisa melihat wajah sedih dan terluka Vivi. Juga wajah penuh amarah Susan. Aku juga akan memberikan rasa sakit itu pada ayahku. Jadi, aku harus pulang. Dan melihat orang-orang yang telah menghancurkan aku dan ibuku itu menderita' batin Airin.
**
Satu hari menjelang pernikahan. Felix dan Susan terlibat perdebatan karena Vivi memaksa Felix datang ke keluarga Samuel. Sementara saat dia menghubungi Antonio tadi, Antonio bilang tidak bisa bertemu karena kondisi kesehatan Kinan yang buruk.
"Kalau begitu kita datang saja ke rumah sakit, kakak ipar!" ajak Vivi.
"Vivi, tenang dulu" bujuk Susan.
"Aku tidak bisa tenang. Aku tidak bisa tenang kakak! besok harusnya aku menikah. Tapi Samuel belum ada kabar, bagaimana aku bisa tenang kakak!" Vivi sungguh mulai depresi.
Jika saja Airin berada di tempat ini dan melihat semuanya. Pasti Airin akan sangat puas. Dia akan tersenyum dengan puas. Melihat Vivi yang hancur seperti itu. Seperti dulu ibunya merasakan perasaan yang sama. Hancur karena kehilangan orang yang dicintainya, lebih percaya pada wanita lain yang jelas-jelas dia tolong dan beri tumpangan di rumahnya. Dia beri makan dan pakaian yang layak tanpa bekerja.
Namun Meisya di tikamm dengan begitu menyakitkan. Jika melihat bagaimana frustasi hingga membuat berat badan Vivi juga turun drastis. Seperti itulah yang dulu dirasakan Meisya. Seharusnya kalau Susan memang peka, dan ada sedikit saja rasa bersalah di dalam hatinya. Maka dia juga akan tahu. Kalau semua ini adalah hasil dari perbuatannya di masa lalu.
***
Bersambung...
semangat terus ya buat cerita💪💪💪💪
semoga banyak yang baca.
cemungut kak Noer