Mendadak Jadi Mommy Anak Satu

Cahaya matahari telah menerangi jagat raya. Refal yang saat itu masih tertidur dibangunkan oleh istrinya. Mata wanita itu terlihat cukup sembab akibat menangis semalam, tapi pagi ini dia masih memperlakukan Refal dengan baik.

"Ref, bangun! Persediaan di dapur sudah habis, aku mau izin pergi ke pasar," ujar istri Refal sambil menepuk-nepuk lengan suaminya.

Perlahan Refal pun mengerjap dan mendudukan tubuhnya sambil menguap.

"Aku kan sudah bilang, kamu tidak perlu ke mana-mana. Biar aku saja yang belanja. Kamu tunggu di rumah," balasnya dengan suara parau.

"Kalau begitu pergi sekarang, aku mau memasak sarapan," ujar istri Refal.

"Iya-iya." Refal berdiri dengan gaya malas-malasan, lalu berjalan ke arah kamar mandi untuk mencuci wajahnya.

Sementara wanita itu menelan ludahnya dengan getir. Karena orang yang sudah dia percaya bertahun-tahun, nyatanya orang yang memberikan luka paling dalam. Namun, dia tidak akan menjadi sosok bodoh yang dengan mudah memaafkannya.

'Aku ingin lihat bagaimana kamu hidup tanpa aku dan anak-anak, Ref. Aku ingin kamu hancur, sama seperti kamu menghancurkan hatiku!'

Akhirnya setelah Refal selesai bersiap-siap, dia diberi catatan belanja, di sana banyak sekali yang harus dibeli. Mungkin akan memakan waktu cukup lama.

"Sebanyak ini?" tanya Refal dengan alis yang bertaut. Wanita di depannya langsung menganggukkan kepala.

"Pasar kan cukup jauh, jadi belanjanya sekalian buat dua minggu," jawabnya memberi pengertian.

Refal tak protes lagi, karena yang dikatakan istrinya memang benar. Jadi, dia langsung pamit, dengan mengendarai kendaraan umum yang biasa melewati kampungnya.

Tepat setelah sang suami tak terlihat lagi, wanita itu langsung berkemas dan mengajak anak-anaknya untuk segera berganti pakaian. Namun, kali ini istri Refal hanya membawa berkas penting dan uang yang disimpan oleh suaminya.

Saat keluar dari kamar, dia berpapasan dengan ibu mertuanya. Wanita paruh baya itu pun mengernyit, melihat menantunya yang ingin keluar dari rumah dengan membawa cucu-cucunya.

"Kamu mau kemana, Vina?" tanya sang mertua.

Wanita bernama Vina itu terlihat bingung untuk menjawab. Rasanya tak sampai hati jika harus meninggalkan ibu mertuanya yang baik tanpa penjelasan apapun.

"Aku ingin mengembalikan uang yang dicuri Refal, Bu. Dia mencuri uang majikannya. Jadi, hari ini aku akan ke kota. Ibu jangan bilang-bilang ke Refal ya—tolong rahasiakan kepergianku," ucap Vina bicara dengan jujur, dia memohon agar ibu mertuanya mau bekerja sama dengannya.

Mata sang mertua terbelalak mendengar informasi tersebut. Mencuri? Apa benar putranya melakukan tindakan kriminal seperti itu.

"Vin, mungkin saja kamu salah paham, coba bicarakan terlebih dahulu dengan Refal," ucap wanita paruh baya itu masih belum percaya.

"Refal tidak dipecat, Bu. Dia berhenti bekerja karena mengambil uang majikannya sebanyak 100 juta. Dan aku tidak sedang mengada-ada, majikannya yang bilang sendiri. Jadi, tolong, Bu—jangan bilang apa-apa sama Refal. Anggap ibu tidak tahu," papar Vina supaya ibu mertuanya tak membela Refal. Karena dia memang sudah berbalas pesan dengan Fierce.

Dada wanita paruh baya itu rasanya sesak. Tapi sebagai ibu yang bijak, dia tidak akan membiarkan anaknya berbuat jahat. Jika memang salah, maka wajib dihukum.

Akhirnya Vina pergi setelah mendapat anggukan dari ibu mertuanya. Sang anak yang ada di gendongan tampak menangis, tapi tak menghentikan langkahnya sedikitpun. Karena tak jauh dari rumah, dia sudah dijemput oleh anak buah Aneeq—atas perintah Fierce.

*

*

*

Hari ini Daniel memutuskan untuk kembali ke rumah sakit—tempat Deana dirawat. Sudah beberapa kali datang dia tidak diizinkan bertemu dengan wanita itu, tapi kali ini Daniel tidak peduli, dia ingin menemui istrinya.

Dengan langkah lebar Daniel menapaki lantai rumah sakit. Wajah tegasnya nampak tak ramah bagi siapapun, karena dia terlalu muak dengan pria bernama Adam—yang selalu menjegalnya untuk bertemu dengan Deana.

Padahal mungkin jika Deana melihat wajahnya, ingatan wanita itu bisa berangsur pulih dan amnesianya akan sembuh.

"Dimana ruangan Deana?" gumam Daniel sambil melirik beberapa pintu. Tanpa pikir panjang, dia langsung membukanya dengan gerakan kasar.

Jeglek!

Sontak orang-orang yang di dalam mengernyit menatap Daniel bingung.

"Ada—"

"Sial, bukan!" umpat Daniel segera menutup pintu lagi, lalu melakukan hal yang sama ke pintu-pintu lain. Dia tak peduli meski ada dokter ataupun perawat di dalamnya.

"Dimana kamu, Sayang? Apa kabar juga dengan bayi kita?"

Langkah Daniel terlihat semakin tergesa.

Dia tidak sadar bahwa apa yang dia lakukan membuat para pasien dan keluarganya merasa tak nyaman. Hingga pihak rumah sakit beberapa kali mendapat laporan.

Jadi, saat dia ingin membuka pintu ruangan lagi, langkahnya langsung dicegah oleh petugas keamanan.

"Tuan, Anda tidak bisa melakukan ini secara sembarangan!" ucap seorang security sambil meringkus kedua tangan Daniel ke belakang. "Karena Anda telah mengganggu kenyamanan dan melanggar aturan rumah sakit, terpaksa Anda kami usir dari sini!" lanjutnya sambil mendorong tubuh Daniel agar berjalan.

"Saya ingin menemui istri saya yang disembunyikan Badjingan Adam!" pekik Daniel sambil berusaha melepaskan tangannya. Lalu memberi tendangan pada security tersebut.

"Argh!" Sang security menabrak dinding, Daniel langsung lari dan kembali mencari keberadaan Deana. Hingga terjadi aksi kejar-kejaran di lorong tersebut.

"Aku butuh bantuan kalian!" ucap security menginformasikan kepada teman-temannya.

Beberapa kali Daniel bertabrakan dengan para pengunjung rumah sakit. Namun, itu semua tak membuatnya berhenti.

Daniel menerobos salah satu pintu ruangan, tapi Deana tak ada. Security mengejarnya.

"Deana! Di mana kau?!" teriaknya, sebelum dua petugas keamanan menggedornya keluar. Tangan Daniel langsung diringkus dan diseret.

"Jika Anda berontak lagi, terpaksa kami akan melakukan kekerasan!" ucap sang security memperingati.

Dada Daniel bergemuruh hebat, dia sangat membenci rumah sakit ini dan juga Adam.

"Badjingan Adam telah menyembunyikan istriku di sini! Seharusnya dia yang kalian tangkap!" seru Daniel dengan sekuat tenaga. Dia juga masih berusaha melepaskan diri, tapi kekuatannya kalah karena dia diseret oleh dua orang.

Rumah sakit pun menjadi gaduh. Bahkan ada beberapa orang yang kepo berusaha mencari tahu apa yang sedang terjadi.

"Aku akan menuntut kalian semua!" tandas Daniel sambil menunjuk orang-orang di depannya.

Tak ada satu pun yang peduli, mereka hanya mengernyit dan berlalu begitu saja. Sementara Agnes yang duduk di balik kemudi dan menonton pertunjukkan itu, menyeringai senang.

"Ckck, kamu tidak akan pernah bisa menemui wanita sundall itu lagi, Daniel, karena dia sudah membencimu! Ya, dia akan membencimu seumur hidup!" ucap Agnes sambil tertawa keras.