NovelToon NovelToon
Benci Jadi Cinta

Benci Jadi Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Pernikahan Kilat / Menikah dengan Musuhku
Popularitas:21.1k
Nilai: 5
Nama Author: Dewi rani

Artha anak kaya dan ketua geng motor yang dikagumi banyak wanita disekolahan elitnya. Tidak disangka karna kesalahpahaman membuatnya menikah secara tiba-tiba dengan gadis yang jauh dri tipikal idamannya. Namun semakin lama bersama Artha menemukan sisi yang sangat dikagumi nya dari wanita tersebut.

mau tau kelanjutannya....??
pantau trus episodenya✨✨

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 32

Naira masih belum sepenuhnya mengerti akan apa yang baru saja terjadi. Matanya mengerjap beberapa kali, kejadian barusan teramat cepat. Ya, sangat cepat sampai-sampai dia tak menyadarinya.

"Hai, lo kenapa? Apa sensasinya begitu dahsyat sampai lo bengong begitu?"

Naira mendengkus. Lalu menatap Artha dengan kesal.

"Artha, lo barusan apain gue?"

Artha terkekeh, menghindar saat Naira hendak memukulnya.

"Dasar mesum, cabul! Gue bakal aduin ini ke Mama Siena!"

Naira terus mengejar Artha, mengancam untuk melakukan pengaduan kepada mama angkatnya. Namun, yang diancam hanya tergelak tak tahu diri.

"Lo mau ngadu gimana? Hah?" Artha menahan perutnya yang terasa keram. Dia terlalu banyak tertawa malam ini.

"Lo mau ngaku kalau lo nafsu gara-gara gue cium?"

"Apa? Enggak-enggak. Siapa yang nafsu? Gila lo. Lo aja yang nafsu sama gue! Iya, kan? Ngaku aja! Nggak usah jaim."

Bibir Naira merengut. Perkataan Artha benerbener membuatnya kesal setengah mati. Bahkan, dia tak pernah berpikir akan nafsu yang Artha tuduhkan. Ini tidak bisa dibiarkan. Reputasinya sebagai anak baik-baik akan dipertanyakan nanti.

"Oh, jadi lo nggak nafsu sama gue?" Artha mengangguk-anggukkan kepala. Yang tadinya menghindari Naira, kini malah bergerak mendekat.

"Yakin lo nggak nafsu?"

Dia tiba-tiba melepas kaus yang dikenakan, memperlihatkan otot perutnya yang tampak rata dan terdapat bentuk kotak-kotak tanpa lemak.

Naira menelan ludah. Dia beriangsur mundur ke belakang saat Artha terus-menerus mendekat padanya.

"Artha, lo jangan macem-macem sama gue! Gue bisa teriak nih?" Naira lagi-lagi mengancam, tetapi ancamannya itu hanya ditanggapi dengan senyuman mengejek Artha.

"Teriak aja! Lo lupa ini di kamar siapa?" Artha terus saja mendekat dengan kaki Naira bergerak mundur.

"Di kamar lo."

Bibir lelaki itu tersenyum mengejek, lantas menghentikan langkah ketika tubuh Naira sudah mentok ke dinding.

"Lo nggak malu teriak-teriak di kamar gue? Kira-kira yang denger bakal percaya nggak kalau gue apa-apain lo? Bukan lo yang apa-apain gue?"

Heh? Gimana? Naira semakin bingung dengan konsepnya.

"Jadi gimana?" Tangan menempel ke dinding pada bagian kanan dan kiri tubuh Naira.

"Lo ngerasa gerah nggak?"

"Enggak! Gue biasa aja."

Artha masih terus menggoda Naira, melihat pertahanan gadis itu sampai di mana. Dia semakin merapatkan diri dengan kepala menunduk, menatap lekat gadis itu.

"Sekarang gimana? Lo masih nggak nafsu sama gue."

Jujur saja jika saat ini Naira berusaha membutakan mata. Tidak melihat Artha yang tampak panas dan membuat pikirannya kotor. Gila! Artha benar-benar gila.

"Ta, minggir nggak lo! Gue nggak suka diginiin?"

Naira mendorong dada Artha dengan telapak tangannya, tetapi malah sekarang telapak tangannya menempel pada dada telanjang lelaki itu. Dia menelan ludah. Ini sudah sangat keterlaluan.

"Terus lo sukanya diapain? Dicium kayak tadi. Boleh! Gue bisa ngajarin lo teknik-tekniknya." Artha tersenyum miring kemudian, membuat Naira membulatkan mata mendengar perkataannya.

"Gue nggak butuh belajar gituan, Artha. Minggir nggak lo! Gue teriak beneran ini!"

Namun, sepertinya perkataan Naira tak terlalu digubrisnya. Artha semakin mendekat, dan menundukkan wajah, hingga Naira ketakutan dibuatnya. Gadis itu memejamkan mata, bukan karena sudah siap dicium, melainkan takut melihat wajah Artha yang terlalu dekat dengannya.

Saat dalam posisi seperti itu, tiba-tiba pintu diketuk dari luar.

"Artha, kamu sudah tidur?" Itu adalah suara Siena. Naira tampak panik mendengar mama mertuanya mengetuk pintu, sementara Artha dengan sikap gila mengurungnya di sini.

"Ta, lepasin nggak?"

Artha tak peduli. Dia juga tidak mengerti, melihat Naira panik begini rasanya menyenangkan.

"Bilang dulu, lo nggak tahan deket gue kayak gini. Lo nafsu lihat gue seperti ini."

"Astaga!" Naira tak sampai berpikir ke sana. Artha hanya ingin diakui kalau dia menarik dan seksi.

"Dasar bocah!"

"Eh, apa barusan lo bilang?" Mendengar perkataan Naira membuat Artha tak terima. Enak saja dia dikatain bocah. Padahal jelas-jelas di sini yang sering melindungi Naira adalah dirinya.

“Lo kayak bocah! Buruan lepasin!"

Dan dengan sangat sadar, Artha mengarahkan tangannya ke tengkuk Naira, sedikit mencengkeramnya sehingga membuat mata gadis itu membeliak penuh.

"Gue bukan bocah!" seru Artha. Saat Artha hendak memberi hukuman Naira, dengan kedua bibir nyaris menempel, pintu kamarnya terbuka. Siena terpaku di tempat melihat kelakuan anak sulungnya.

"Artha, Naira?" Detik itu juga Artha melepaskan tangannya, lalu menjauhkan wajahnya dari Naira.

"Mama..."

Siena menggeleng sembari melangkah masuk ke kamar Artha. Naira teramat malu. Ini semua salah Artha. Lelaki itu selalu mencari kesempatan untuk bisa menyentuhnya.

"Jadi kalian sudah sering melakukannya?" Siena bertanya dengan tatapan tajam mengarah pada Artha.

"Kamu pernah begituan sama Naira?"

"Ciuman maksud Mama? Enggak, kok. Nggak pernah. Ya, kan, Nai?" Naira mengangguk, lalu menggeleng.

"Inget! Kalian itu masih sekolah. Jangan sampai Naira hamil dulu. Ngerti kamu, Ta!"

Eh, apa? Hamil? Bahkan, Naira tak berpikir melakukan hal seperti itu. Melihat mereka hanya diam, Siena menghela napas kasar.

"Ya sudah. Naira, kamu kembali ke kamar. Artha, pakai bajumu!"

"Baik, Ma!" jawab keduanya yang nyaris bersamaan.

Saat Naira hendak beranjak keluar menuju pintu, Artha tiba-tiba mencegahnya.

"Nai, ngapain lewat situ? Kenapa nggak lewat yang seperti tadi?"

Detik itu juga Naira membulatkan mata. Dasar Artha, selalu dengan sengaja mempermalukannya.

"Memang tadi lewat mana?" Siena mengernyit heran. Dan saat itu juga Naira melotot pada Artha agar tidak menjawab pertanyaan mamanya.

Artha menanggapi dengan cengiran bibir. Naira keluar dari kamar Artha segera, menghela napas lega. Tanpa sadar tangannya menyentuh bibir yang sempat bertabrakan dengan bibir Artha. Ah, rasanya malam ini dia kesulitan untuk memejamkan mata.

****

Kegiatan di sekolah hari ini adalah mengunjungi klub bola voli yang biasa mengikuti turnamen pro liga. Artha dan Naira ikut serta dalam tim karena dianggap mumpuni dalam mengatur strategi, dan juga mematikan lawan.

Thalita juga ikut dalam tim, serta Sinta, dan Rachel yang tidak satu kelas dengan Naira menjadi pilihan Pak Taufik  dalam membentuk tim inti bola voli sekolah. Mereka dipertemukan dengan coach yang melatih tim di klub Pelita Jaya.

Beberapa bimbingan dilakukan, memberikan teori serta praktik demi menambah kualitas permainan mereka.

“Bukan hanya teknik yang dibutuhkan. Kalian juga memerlukan latihan fisik yang cukup ketat. Kekuatan otot tangan sangat berpengaruh. Jadi, latihan bisa menambah kekuatan pertahanan serta daya serang kalian.”

Mereka dibawa ke tempat Gym. Tempat gym ini biasanya digunakan oleh atlet klub dalam melakukan latihan khusus. Selain teori dan teknik, tentu kekuatan fisik, terutama pada lengan sangat diperlukan. Naira mencoba salah satu alat yang digunakan untuk melatih kekuatan tangan. Saat dia mencoba menggunakannya, tetapi tidak tahu cara pakainya, seseorang menepuk bahunya.

“Bukan begitu caranya.”

Naira menoleh. Posisinya yang duduk sedikit berbalik, mendapati sosok yang lagi-lagi bertemu dengannya secara kebetulan.

“Om Fadli?”

“Kebetulan sekali, ya?”

Pria itu seakan tak peduli dengan kebetulan yang aneh. Ya, kebetulan-kebetulan yang dirasa Naira sangat tidak masuk akal. Mungkin jika berada dijalan, atau di taman masih sangat mungkin. Namun sekarang, dia berada di tempat gym yang mana waktu masih menunjukkan jam kerja. Mengapa seorang Fadli yang berstatus sebagai manager berada di tempat seperti ini pada jam sibuk?

Apalagi saat ini bukan pakaian formal yang lelaki itu kenakan, melainkan celana fitnes tanpa atasan, menampilkan otot-otot liat pada tubuh kekarnya. Tangannya cekatan membantu Naira menggunakan alat tersebut. Ya, sepertinya lelaki itu sangat paham tentang peralatan gym seperti ini. Dia menjelaskan secara detail dan mengajari Naira cara menggunakan alat itu dengan benar.

Artha yang sejak tadi berlatih dengan beberapa teman-teman setimnya tanpa sengaja menoleh pada Naira. Melihat sosok yang sedang bicara pada Naira dengan begitu akrab, cukup membuatnya merah padam.

“Pria tua itu lagi? Mengapa dia selalu muncul seperti hantu.”

Dengan kesal Artha meletakkan barble di lantai, lalu beranjak menuju di mana Naira berada. Gadis itu sedang menggunakan salah satu alat gym yang menggunakan dua tangan untuk menarik beban. Dilakukan dengan duduk tegap. Posisi yang membuat lekuk tubuhnya semakin terlihat indah. Menyebalkan sekali jika melihat Naira didekati

om-om itu dalam kondisi seseksi ini.

“Nggak ada kerjaan apa ngikutin kami terus?" Artha langsung bicara ke intinya setelah menghentikan langkah di depan Naira dan Fadli.

Fadli yang sejak tadi mengarahkan fokus dengan mengajak Naira bicara seketika menoleh pada Artha. Keduanya saling beradu pandang, sementara Naira menghentikan gerakan berlatihnya.

"Apa masalahmu? Bukan urusanmu aku melakukan apa?"

Artha tersenyum mengejek, tampak menunjukka secara terang-terangan ketidaksukaannya pada sosok Fadli.

"Ya, setidaknya kalau orang penting, nggak akan sempat godain cewek SMA. Ngaku aja! Lo sebenarnya siapa? Jangan ngaku cowok kaya, deh!"

Fadli terkekeh. Menatap remeh ke arah Artha.

"Aku tidak ada urusan denganmu. Walaupun kamu teman baik Naira sekalipun. Kelakuanmu seperti anak kecil."

Artha tak terima, dia lalu menatap Fadli dengan menudingkan jari ke depan wajah pria itu.

"Denger, ya! Gue dan Naira bukan sekedar temen. Gue suaminya Naira. Inget itu?"

"Apa?"

Kalimat Artha terlalu keras, sampai-sampai guru pembimbing dan teman-teman yang lain pun turut mendengar perkataannya.

"Suami?"

1
𝐍𝐮𝐫𝐖𝐢𝐧𝐀𝐫
👍👍👍👍👍
Indriani Kartini
keputusan yg tepat
karina
gila Fadil.. musnakan ajah cwo begitu.
Ff Gembel
lanjut
rill store
lanjut thor
zuleyka
up lgi thorrr
syifa
pengen jadi naira, direbutin para cwok kaya
syifa
ksihan bngt artha
Anonymous
up trus thor
Syahril Akbar
gk sabaran kelanjutannya seperti apa/Determined//Determined/
Syahril Akbar
semangat up nya thor
Syahril Akbar
lanjut thor suka banget
Syahril Akbar
up lagi dong Thor
Anonymous
bagus banget ceritanya
yingbidew
buruann thor update gk sabar
yingbidew
up terus
yingbidew
bagus banget alurnya, pengen cepat-cepat tau akhir critanya
yingbidew
makin penasarannn
yingbidew
upp trus thor
Indriani Kartini
bagus suka banget, bacanya sampai tegang bngt thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!