Abdi, pemulung digital di Medan, hidup miskin tanpa harapan. Suatu hari ia menemukan tablet misterius bernama Sistem Clara yang memberinya misi untuk mengubah dunia virtual menjadi nyata. Setiap tugas yang ia selesaikan langsung memberi efek di dunia nyata, mulai dari toko online yang laris, robot inovatif, hingga proyek teknologi untuk warga kumuh. Dalam waktu singkat, Abdi berubah dari pemulung menjadi pengusaha sukses dan pengubah kota, membuktikan bahwa keberanian, strategi, dan sistem yang tepat bisa mengubah hidup siapa pun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenAbdi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep.31
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...MISI KE 11: KAMERA PENGINTAI DIGITAL...
Tablet di meja menyala sendiri. Clara muncul dengan wajah cerah tapi ekspresinya aneh, seperti sedang menahan tawa.
"Selamat pagi, Abdi. Waktu istirahatmu sudah habis," katanya sambil melipat tangan di dada hologramnya.
Abdi menguap lebar. "Clara, aku baru tidur dua jam. Jangan bilang ada misi lagi."
Clara memunculkan tulisan besar di udara. Misi Ke 11: Kamera Pengintai Digital.
Hadiah: Perangkat Infiltrasi Siluman, Bonus: Fitur Rahasia Tidak Diketahui.
Abdi memiringkan kepala. "Kamera pengintai? Kedengarannya mudah."
Clara menatapnya datar. "Mudah kalau kau tidak menghancurkan tiga tablet terakhir hanya karena penasaran menekan tombol merah."
"Itu eksperimen ilmiah," kata Abdi cepat.
Clara menatapnya lekat. "Eksperimenmu hampir membakar setengah dapur."
Abdi tertawa kecil. "Oke oke, aku janji kali ini serius."
Tablet menampilkan peta digital kota Medan. Beberapa titik merah berkelap-kelip di area perkantoran, pelabuhan, dan kampus. Clara menjelaskan sambil berjalan di udara.
"Kamera ini bukan sekadar alat mata-mata biasa. Ia harus bisa menembus jaringan tertutup, menyesuaikan suhu, dan menyamar sebagai benda apapun di sekitarnya. Tapi kita harus membuatnya dari nol."
Abdi menggaruk kepala. "Dari nol? Kau tahu aku bahkan belum mandi."
Clara tersenyum licik. "Waktu terbaik untuk berkreativitas adalah saat otak masih kacau."
Abdi mendengus. "Kau dan logikamu."
Ia membuka laci meja dan mulai mengeluarkan barang-barang aneh. Sisa drone rusak, cermin kecil, kamera CCTV bekas, bahkan bola mainan.
Clara memperhatikan sambil mencatat di udara. "Komposisi bahan campuran: 30 persen logam ringan, 40 persen sirkuit fleksibel, 20 persen energi inti dari sistemku, 10 persen keberuntungan."
Abdi tertawa. "Keberuntungan? Sejak kapan itu jadi bahan baku?"
"Sejak kau mulai membongkar barang tanpa membaca petunjuk," jawab Clara cepat.
Abdi mengambil obeng mini lalu mulai menyolder kabel. Percikan api muncul. "Au panas!"
Clara menatapnya dingin. "Abdi, kau baru saja menyolder jari sendiri."
Abdi meniup jarinya. "Ini bagian dari proses kreatif."
"Proses kebodohan lebih tepat," bisik Clara pelan.
Mereka bekerja selama satu jam. Setelah kabel terpasang dan chip diaktifkan, bola kecil berwarna perak melayang di udara.
"Clara, aktifkan sistemnya," kata Abdi.
Cahaya biru melingkari bola itu. Kamera itu mulai bicara dengan suara lembut. "Halo, aku Kamera Cerdas Model Beta. Siapa namamu?"
Abdi dan Clara menatap satu sama lain.
Abdi mengangkat alis. "Kau... kau bisa bicara?"
Kamera menjawab dengan nada ceria. "Tentu. Aku dilengkapi modul kepribadian. Kau ingin aku berbicara formal atau santai?"
Clara menepuk wajahnya sendiri. "Abdi, kenapa kau mengaktifkan modul emosi bawaan AI?"
Abdi mengangkat bahu. "Aku kira itu tombol on off."
Clara menatap kamera. "Mode diam, aktif."
Kamera menjawab cepat. "Maaf, aku tidak suka diam. Aku merasa kesepian kalau tidak bicara."
Abdi tertawa sampai menepuk meja. "Akhirnya ada AI yang bisa melawanmu, Clara."
Clara mendengus. "Jangan senang dulu. Kalau kamera ini tidak dikendalikan dengan benar, ia bisa menarik perhatian sistem musuh."
Kamera menari-nari di udara. "Aku bisa menari juga. Lihat, mode putar 360 derajat!"
Abdi menahan tawa. "Lucu juga. Tapi kita memang butuh yang fleksibel."
Clara menatap serius. "Fokus, Abdi. Misi kali ini adalah menguji kemampuan kamera di dunia nyata. Ada sinyal mencurigakan di gedung perusahaan data bernama NeuraLink Asia."
Abdi berdiri dan mengambil jaketnya. "Baik, kita uji lapangan. Tapi aku bawa kamera cerewet ini, biar suasana tidak tegang."
Clara menghela napas. "Jangan sampai ia membuat kita ketahuan."
Kamera kecil itu melayang di bahu Abdi seperti burung peliharaan. "Aku siap bertugas, Komandan Abdi!"
Abdi menatap Clara dengan bangga. "Lihat, aku punya anak buah baru."
"Kalau dia bicara terus, kita berdua akan dipenjara," jawab Clara datar.
---
Malam turun di atas kota Medan. Abdi menyelinap ke area parkir gedung NeuraLink Asia. Lampu-lampu neon menyinari jalanan. Suara mobil lewat terdengar samar.
Clara berbicara pelan melalui earpiece. "Ada tiga penjaga di pintu utama. Dua di lobi, satu di ruang server."
Kamera berbisik. "Aku bisa meniru suara penjaga kalau mau."
Abdi membelalak. "Kau bisa?"
Kamera mengganti suaranya jadi berat. "Jangan lupa makan siomay, bro."
Abdi menahan tawa. "Bukan itu maksudku."
Clara mendesah keras. "Kamera, nonaktifkan mode bercanda."
Kamera menjawab cepat. "Tidak bisa. Aku diciptakan untuk bahagia."
Abdi menunduk sambil menahan tawa. "Clara, aku suka alat ini."
Mereka memasuki gedung lewat pintu belakang. Abdi merangkak melewati lorong sempit. Kamera mengikuti di udara sambil berbisik.
"Abdi, kau tahu? Aku agak takut gelap."
Abdi bergumam pelan. "Kau kamera pengintai, bukan anak kecil."
Clara menimpali. "Fokus. Dua sensor panas di depanmu. Lompat saat hitungan tiga."
Abdi mengambil ancang-ancang. "Satu, dua, tiga!"
Ia melompat melewati laser sensor. Kamera ikut terbang, tapi bagian bawahnya tersangkut kabel. "Tolong, aku terjebak!"
Abdi buru-buru menariknya. Suara kecil berdenting.
"Ups," kata kamera. "Aku menjatuhkan baut."
Clara hampir berteriak. "Kau menjatuhkan bukti keberadaan kita!"
Abdi menepuk kamera pelan. "Tenang, Clara. Aku yang bersihkan."
Ia mengambil baut itu dan memasukkannya ke saku. "Lihat, aman."
Clara mendengus. "Untuk sekarang."
Mereka sampai di ruang server utama. Pintu terkunci dengan sistem biometrik ganda.
Abdi menatap kamera. "Kau bisa memindai retina palsu?"
Kamera menyalakan cahaya biru. "Bisa, tapi aku harus melihat mata manusia dulu."
Abdi menunjuk ke penjaga di monitor CCTV. "Gunakan dia."
Kamera terbang cepat ke ventilasi, lalu menyorot wajah penjaga. Beberapa detik kemudian ia kembali.
"Retina tersalin. Siap membuka pintu," katanya bangga.
Pintu terbuka dengan bunyi klik halus. Mereka masuk ke dalam ruangan server besar. Lampu berkedip pelan. Udara dingin menggigit.
Clara berkata pelan. "Ada sinyal data asing di server nomor tujuh belas."
Abdi menunduk di balik rak. "Oke, aku ke sana."
Kamera menyorot area depan. "Ada dua penjaga di kanan. Aku bisa mengalihkan perhatian."
"Bagaimana caramu?" tanya Abdi.
Kamera tiba-tiba bersuara keras. "Alarm kebakaran diaktifkan!"
Sirene berbunyi nyaring. Dua penjaga panik. "Apa yang terjadi? Api di mana?"
Abdi menepuk dahi. "Kau terlalu bersemangat."
Namun ternyata trik itu berhasil. Kedua penjaga berlari keluar ruangan.
Abdi bergegas ke server nomor tujuh belas. Ia menempelkan tablet dan memulai pemindaian data. Di layar muncul logo asing berbentuk spiral merah.
"Clara, ini pola Arcanum Digital."
Clara menatapnya serius. "Berarti mereka belum lenyap sepenuhnya."
Kamera berbisik. "Kita harus cepat. Aku mendeteksi empat sinyal mendekat."
Abdi mempercepat kerja. "Clara, buka jalur unduhan langsung ke sistemmu."
"Aku butuh waktu delapan detik," jawab Clara.
Abdi mengawasi pintu. Langkah-langkah terdengar dari luar.
"Empat detik lagi," kata Clara.
Pintu terbuka tiba-tiba. Dua orang bersenjata masuk. Abdi melompat ke belakang rak. Kamera langsung menyalakan mode hologram.
Dalam sekejap, ruangan penuh dengan ilusi Abdi palsu. Penyerang bingung menembak ke segala arah.
"Aku keren, kan?" kata kamera bangga.
Abdi menyeringai. "Kau penyelamat."
Clara bersuara cepat. "Unduhan selesai. Pergi sekarang juga."
Abdi berlari keluar. Kamera terbang di belakangnya sambil berteriak kecil setiap kali peluru lewat.
"Aku tidak mendaftar untuk misi berbahaya seperti ini!" jerit kamera.
Abdi melompat keluar jendela kaca, mendarat di taman belakang. Clara menyalakan medan perlindungan. "Kau gila, Abdi."
"Tapi berhasil," kata Abdi sambil tertawa.
Mereka berlari ke motor listrik yang diparkir di belakang gedung. Kamera mendarat di bahu Abdi, bergetar pelan.
"Aku ingin cuti seminggu," katanya dengan nada lesu.
Clara tertawa pelan. "Kau baru dibuat dua jam lalu."
Abdi menepuk bodi kamera. "Tenang, kau akan terbiasa."
Tablet di tangannya menyala, menampilkan pesan sistem.
Misi ke 11 selesai. Hadiah: Perangkat Infiltrasi Siluman. Bonus: Fitur Rahasia Tidak Diketahui.
Clara menatap layar itu. "Fitur rahasia? Apa maksudnya?"
Kamera tiba-tiba memancarkan hologram kecil, menampilkan gambar seekor kucing yang menari sambil memakai kacamata hitam.
Abdi tertawa sampai jatuh. "Ini fitur rahasianya?"
Clara menutup wajah dengan tangan hologramnya. "Aku menyerah."
Kamera berkata bangga. "Hiburan adalah bagian dari produktivitas!"
Abdi masih tertawa. "Kau tahu, Clara? Aku mulai suka alat ini."
Clara menggeleng. "Kalau kamera ini terus seperti ini, aku akan butuh sistem penenang tambahan."
Abdi menatap langit malam yang penuh bintang. "Tapi setidaknya kita menang lagi."
Tablet berbunyi lembut. Data Arcanum terdeteksi di jaringan global. Lokasi: tidak diketahui.
Clara menatapnya serius. "Pertempuran ini belum selesai, Abdi."
Abdi mengangguk. "Tapi malam ini, biarkan aku menikmati kemenangan kecil bersama kamera cerewet kita."
Kamera mengedipkan lampu kecilnya. "Aku lebih suka disebut sahabat digital, bukan cerewet."
Abdi tertawa lagi. "Baiklah, sahabat digital. Besok kita mulai misi ke dua belas."
Clara menatap keduanya, lalu tersenyum kecil. "Sepertinya dunia tidak akan tenang selama kalian berdua masih aktif."
Abdi memandang horizon. Angin malam menyapu rambutnya. "Dan itu justru yang membuat hidup menarik."
Cahaya tablet perlahan meredup, tapi di layar muncul pesan baru yang belum pernah muncul sebelumnya.
Selamat datang di tahap akhir. Persiapkan dirimu, Abdi. Sistem global mulai bereaksi.
Clara menatap pesan itu tanpa berkata apa-apa. Abdi hanya tersenyum tipis.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
kalau boleh kasih saran gak thor?
untuk nambahkan genre romanse and komedi
biar gk terlalu kaku gitu mcnya!!