NovelToon NovelToon
Sampai Cinta Menjawab

Sampai Cinta Menjawab

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Penyesalan Suami / Percintaan Konglomerat / Nikah Kontrak
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: BYNK

Demi kabur dari perjodohan absurd yang dipaksakan oleh ayahnya, Azelia Nayara Putri Harrison nekat meminta bantuan dari seorang pria asing yang ditemuinya secara tidak sengaja di jalan.

Namun pria itu bukanlah orang biasa—Zevian Aldric Rayford Steel, pewaris utama keluarga Steel; sosok yang dingin, ambisius, arogan, dan… anehnya, terlalu cepat jatuh hati pada wanita asing yang baru ditemuinya.

Saat Zevian menawarkan pernikahan sebagai jalan keluar dari imbalan yang dia minta, Nayara menyetujuinya, dengan satu syarat: pernikahan kontrak selama 2400 jam.
Jika dalam waktu itu Zevian gagal membuat Nayara percaya pada cinta, maka semuanya harus berakhir.

Namun bagaimana jika justru cinta perlahan menjawab di tengah permainan waktu yang mereka ciptakan sendiri? Apakah Zevian akan berhasil sebelum kontrak pernikahan ini berakhir?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BYNK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 31: Point-point kontrak

Mobil Zevian melaju dengan stabil menuju sebuah kawasan elit di pinggiran kota. Tujuannya adalah kediaman pribadi milik pengacaranya—bukan kantor resmi, melainkan tempat yang sengaja dipilih demi menjaga kerahasiaan pertemuan mereka hari ini. Di sepanjang perjalanan, suasana di dalam mobil terasa senyap. Tak ada percakapan, hanya dentingan lembut musik instrumental yang mengalun samar dari sistem audio mobil.

Nayara menatap jendela, matanya kosong, sementara Zevian fokus pada jalan, ekspresinya datar. Keduanya tenggelam dalam keheningan yang membeku, seakan kata-kata terlalu berat untuk diucapkan.

Sesampainya di depan rumah bercat abu tua dengan aksen modern minimalis, pintu gerbang otomatis terbuka. Mobil sport hitam milik Zevian melaju perlahan memasuki pekarangan yang luas dan rapi, dengan taman kecil di sisi kiri dan air mancur berbentuk klasik di tengahnya.

Zevian mematikan mesin mobil, menarik napas pendek, lalu melirik ke arah Nayara. Tak ada kata. Ia hanya membuka pintu dan keluar. Nayara pun menyusul, dan keduanya melangkah berdampingan menuju teras rumah. Langkah mereka tenang, seperti dua orang yang sedang menjalani rutinitas biasa, padahal apa yang akan mereka bahas di dalam jauh dari kata biasa.

Pintu depan terbuka begitu mereka mendekat. Seorang pelayan laki-laki paruh baya dengan setelan rapi membungkukkan tubuh singkat, lalu mempersilakan mereka masuk tanpa banyak tanya. Aroma kayu manis dan kopi hangat menyambut dari dalam ruangan.

Tanpa banyak basa-basi, pelayan itu mengarahkan mereka ke ruang tamu yang luas dan berdesain elegan. Di sana, seorang pria muda tengah duduk di depan laptop—mengenakan kemeja putih yang digulung sampai siku dan celana bahan abu gelap. Saat melihat kehadiran Zevian dan Nayara, ia segera bangkit berdiri.

"Selamat datang, Tuan... Nyonya. Silakan duduk," ucap pengacara muda itu dengan nada sopan, sembari sedikit membungkukkan badan sebagai bentuk penghormatan.

Zevian hanya mengangguk pelan menanggapi sambutan tersebut. Tatapannya lurus ke depan, wajahnya datar tanpa ekspresi yang bisa ditebak.

"Aku tidak ingin berlama-lama di sini. Bagaimana? Apa semuanya sudah selesai?" tanyanya tegas, duduk di samping Nayara dengan postur tegap dan dominan.

"Iya, Tuan. Tentu saja. Anda bisa mengoreksi kembali isinya sebelum menandatangani semuanya," jawab sang pengacara sambil menyerahkan dua map bersampul hitam yang terlihat eksklusif dan resmi. Salah satunya ia ulurkan pada Zevian, yang lainnya pada Nayara.

Keduanya mulai membuka map tersebut dan menelusuri isi kontrak secara seksama. Suasana kembali sunyi, hanya terdengar suara lembut gesekan kertas dan detak jarum jam di dinding ruangan. Tatapan Nayara menajam seiring matanya menyusuri poin-poin perjanjian yang sebelumnya sudah sempat mereka bicarakan.

Cukup lama keheningan berlangsung, hingga akhirnya Nayara mengerutkan kening dan membuka suaranya, nada tak percaya menyelinap dalam nada bicaranya.

"Aku tidak setuju dengan poin lima belas, bagian A... Ini apa maksudnya?" tanyanya tajam, menoleh ke arah Zevian dengan wajah yang sudah menunjukkan penolakan. Zevian menutup mapnya, lalu menatapnya tenang, nyaris tanpa reaksi.

"Bagaimanapun, tidak ada suami istri yang tidur di ranjang terpisah." Ucapannya terdengar tegas namun tetap tenang, seolah kalimat itu adalah fakta mutlak yang tak bisa dibantah.

"Aku tidak setuju. Seharusnya kita punya batasan di ruang pribadi. Aku tidak mau," Nayara bersikeras, nada suaranya meninggi. Ia merasa wilayah pribadinya sedang dilanggar bahkan sebelum pernikahan mereka benar-benar dimulai.

"Itu tidak bisa diubah. Syarat dariku tidak sebanyak syarat darimu, jadi mau tidak mau... kamu harus menerimanya," ujarnya pelan, namun nadanya membawa tekanan.

Nayara membuka halaman terakhir, lalu menahan napasnya sesaat saat membaca satu kalimat yang langsung membuat darahnya mendidih.

"Ini lagi! Poin terakhir... Apa? Harus mandi bersama setiap hari? Kamu gila, ya?! Aku bahkan tidak pernah mengizinkanmu melihat apa pun dariku, dan kamu pikir aku akan setuju dengan hal konyol ini?" serunya, kini benar-benar geram. Zevian mengangkat bahunya ringan, seolah menertawakan kepanikan Nayara.

"Apa salahnya suami istri mandi bersama?" tanyanya dengan nada santai, seakan hal itu adalah sesuatu yang lumrah.

"Ya salah! Aku tidak mencintaimu. Untuk apa melakukan hal menjijikkan seperti itu? Aku tidak mau tahu. Hilangkan dua poin absurd ini, sekarang juga!" Nayara membanting map kontrak itu ke meja dengan kasar, napasnya naik-turun menahan emosi.

Ketegangan langsung memenuhi ruangan. Udara seakan menebal, menyesakkan, dan membuat suasana jadi tak nyaman. Sang pengacara muda hanya menunduk, menahan napas dalam diam. Tak satu pun berani menyela. Zevian tetap menatap Nayara dengan tatapan menusuk, tajam, dan penuh tekanan. Mata dinginnya yang biasanya tenang kini tampak menyimpan bara kecil yang bisa meledak kapan saja.

"Aku punya enam belas poin yang kumasukkan dalam kontrak ini, sementara kamu—dua puluh lima. Bukankah seharusnya itu sudah lebih dari kata adil?" tanya Zevian, suaranya datar namun penuh tekanan.

"Poin-poinku bahkan tidak mengarah ke hal semacam itu," Nayara membalas dengan suara ketus, tatapannya tajam menembus sorot mata Zevian. "Tapi poin-poinmu… justru mengarah ke sana." Lanjut Nayara yang membuat Zevian masih duduk santai, bersandar seolah tidak terpengaruh, tapi dagunya terangkat sedikit, menunjukkan sikap dominannya.

"Lalu, maumu bagaimana? Aku tidak akan menghapus poin itu," ucapnya pelan namun tegas, memberi isyarat tak bisa dinegosiasikan.

"Batalkan saja kalau begitu…" ujar Nayara tanpa ragu, suaranya dingin namun terdengar getir.

Tatapan Zevian langsung berubah. Tajam, menusuk, dan ada sesuatu yang bergejolak di balik sorot matanya—kemarahan, kekecewaan, atau mungkin luka yang tidak diucapkan namun Nayara tak bergeming. Dia menahan napas sejenak, lalu berkata lagi, lebih pelan namun tak kalah tegas.

"Ubah poinnya." Ujar nya yang membuat Zevian menghela napas dalam. Tangannya bergerak pelan menyentuh map kontrak yang tadi sempat dibaca.

"Mari kita buat semuanya lebih sederhana, aku lima poin, kamu lima poin." katanya hingga akhirnya Nayara menatapnya, mempertimbangkan.

"Sebutkan dulu poinmu," ucapnya kemudian, sedikit lebih tenang. Pengacara muda itu langsung bersiap mencatat, menunggu instruksi untuk merevisi dokumen kontrak. Zevian melirik Nayara sejenak, lalu mulai berbicara:

"Pertama, kamu tidak boleh berdekatan dengan pria mana pun setelah resmi menjadi istriku. Kedua, apapun yang aku katakan adalah aturan untukmu—tidak ada tawar-menawar. Ketiga, kamu tidak boleh pergi ke mana pun tanpa seizinku. Keempat, kita tidur bersama—satu kamar, satu ranjang. Dan kelima, kita harus tetap menjaga hubungan ini agar terlihat baik di hadapan keluarga." Ujar Zevian akhirnya menutup pernyataannya dengan tatapan serius. Tidak ada senyum, tidak ada sindiran. Hanya ketegasan. Nayara terdiam, menimbang satu per satu. Tapi tetap saja—poin keempat menjadi ganjalan besar baginya.

"Aku terima tidur bersama, tapi… Pertama, aku tidak mau ada hubungan intim sama sekali. Tidak ada sentuhan, tidak ada hal-hal pribadi yang melanggar batas. Itu syaratku." Nayara mengangkat wajahnya menatap Zevian. Sedangkan Zevian hanya mengangguk pelan, tidak membantah. Nayara melanjutkan:

"Kedua, tidak boleh ada pelanggaran privasi. Ketiga, aku memang bisa memenuhi poin ketigamu, tapi aku tetap butuh kebebasan. Keempat, kamu tidak boleh mengganggu pendidikanku. Dan terakhir, sesuai janji kamu sebelumnya, kamu harus membantu aku mencari tahu kebenaran tentang kepergian Mama." Tutup nya yang membuat Zevian menatapnya dengan pandangan yang sulit ditebak. Namun kali ini, dia mengangguk mantap, seperti sedang menyusun strategi baru di balik ekspresi tenangnya.

"Baik," ucapnya singkat, namun jelas.

Sementara pengacara muda itu langsung mulai menyesuaikan isi kontrak sesuai hasil negosiasi dua insan yang akan segera menjadi pasangan dalam ikatan yang penuh teka-teki ini.

“Baiklah... tapi seperti yang aku katakan tempo hari, aku tidak menjamin bisa menahan nafsuku. Namun, aku akan berusaha,” ujar Zevian, membuat Nayara menghela napas pendek.

“Jadi, sudah fix, Tuan?” tanya pengacara itu. Sejak tadi dia mencatat dengan seksama tanpa banyak bicara.

“Sudah?” Zevian menatap Nayara.

“Di akhir kontrak, tolong tambahkan poin bahwa jika setelah waktu 2.400 jam berakhir dan aku belum jatuh cinta padanya, maka dia harus menceraikanku tanpa banyak drama,” kata Nayara. Pengacara itu mencatat semua poin dengan teliti.

“Dan jika aku berhasil, aku akan menagih semua yang tertunda,” ujar Zevian, membuat Nayara menelan ludah kasar, seolah takut dengan pendiriannya sendiri.

“Selesai, Tuan. Kontrak akan selesai dibuat sore nanti. Apakah Anda akan mengambilnya langsung, atau perlu saya kirimkan?” tanya pengacara itu lagi.

“Malam nanti kami akan kembali ke sini,” jawab Zevian, yang diangguki Nayara.

“Baik, Tuan. Saya akan siapkan segalanya,” ucap pengacara itu dengan sopan. Dia bangkit, diikuti Zevian dan Nayara yang juga berdiri dari tempat duduk mereka, lalu mengantarkan kliennya dengan sopan menuju pintu keluar.

1
Ramapratama
kupikir bakal 🤣
Araya
akhirnya sah😆
Ramapratama
benerr Bene gak tau bersyukur jadi cewek
Ramapratama
loh bab 3 6 ya ada 2? salah gak sih? kaya ke ulang?
Araya: loh iya baru sadar sangking terhayut nya gak sasar kalau double
total 2 replies
Dimas Ferdiansyah
kenapa jef tak jujur sama nay kl dia sangan cinta dan sayang sama nay seharusnya jef jujur sama nay tentang perasaanya agar nay tau kl dia sangat mencintai. nay
Ramapratama
mulut nya 😌
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!