Harin Adinata, putri kaya yang kabur dari rumah, menumpang di apartemen sahabatnya Sean, tapi justru terjebak dalam romansa tak terduga dengan kakak Sean, Hyun-jae. Aktor terkenal yang misterius dan penuh rahasia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Jeritan Harin memecah keheningan malam. Babi hutan itu mendengus keras, lalu maju beberapa langkah, membuat keduanya panik luar biasa.
"Oppa! Dia jalan ke sini! DIA JALAN KE SINI!!"
Aku tahu, makanya diam, jangan malah jerit!" Hyun-jae sudah berlari, tapi Harin yang masih melingkar di tubuhnya membuat gerakannya tidak seimbang. Ia seperti lari sambil membawa ransel hidup yang terus teriak.
"Cepat oppa! Dia ngejar! Aku dengar suaranya! Aku dengar, AAAKK!!"
"Ya aku juga dengar! Kupingku masih berfungsi, Harin."
Suara langkah kaki babi hutan di belakang terdengar berat dan bergemuruh. Tanah kering berdebu, lampu mobil di kejauhan hanya memantulkan bayangan samar mereka yang berlari zigzag di antara pepohonan. Hyun-jae mengumpat pelan dalam bahasa Korea yang bahkan Harin tak sempat tangkap.
"Turun, Harin! Aku bisa lari lebih cepat kalau kamu tu,"
"Enggak mau! Nanti pantat aku di gigit sama dia."
Hyun-jae hampir ngakak, tapi dia terus berusaha serius.
"Aku juga bisa digigit kalau kamu terus nempel begini!"
Harin tidak peduli. Ia malah menempel makin erat seperti koala di pohon. Hyun-jae berlari sekuat tenaga, napasnya memburu. Suara detak jantung Harin terdengar di telinganya, atau mungkin itu detak jantungnya sendiri yang terlalu keras.
Mereka terus berlari menuruni bukit kecil, melintasi jalan tanah yang berliku. Angin malam menerpa wajah mereka. Di belakang, suara babi hutan makin dekat, lalu… tiba-tiba berhenti.
Hyun-jae berhenti sejenak, menatap ke belakang.
"Apa dia berhenti?"
Harin mengintip dari balik bahunya.
"Mungkin dia bosan ngejar kita?"
"Bosan? Itu bukan fans, Harin. Itu babi hutan."
Baru saja Hyun-jae ingin menarik napas lega, seekor bayangan besar melintas di sisi kanan.
"LARI LAGI!" teriaknya spontan, dan mereka berlari lagi menembus ilalang tinggi.
Langit mulai bergemuruh. Awan hitam pekat menutupi bintang-bintang yang tadi mereka kagumi. Angin berputar makin kencang, dan tidak lama kemudian, hujan turun deras tanpa ampun.
Dalam hitungan detik, mereka sudah basah kuyup. Tanah berubah becek. Hyun-jae yang masih membawa Harin nyaris terpeleset beberapa kali.
"Oppa! Hati-hati!"
"Kau pikir aku sengaja mau jatuh?"
Tapi Tuhan seperti sedang bercanda malam itu. Di langkah berikutnya, kaki Hyun-jae terpeleset di akar pohon yang licin. Ia kehilangan keseimbangan.
"KYAAA!!"
Bruk!
Keduanya jatuh berguling di tanah berlumpur, lumpur menyiprat ke mana-mana. Hyun-jae terbaring telentang, sementara Harin mendarat di atas tubuhnya. Hujan terus turun deras, membasahi rambut dan wajah mereka.
Suara gemuruh petir menggema dari kejauhan.
Harin memejamkan mata, lalu membuka perlahan, mencoba sadar dari syok. Begitu ia sadar posisinya, pipinya langsung memanas. Ia duduk di atas perut Hyun-jae, dengan jarak yang terlalu dekat. Bahkan ia merasakan kalau dia sedang menindih sesuatu yang keras di balik celana Hyun-jae.
Hyun-jae yang masih megap-megap karena napasnya tertahan akibat benturan, hanya bisa menatap langit sebentar lalu menunduk menatap wajah Harin. Hujan membuat bulu mata gadis itu basah, pipinya merah, dan napasnya berembus cepat.
Ia merasakan Harin menggerakkan tubuhnya sedikit lebih ke atas, jelas tubuh mereka bergesekan, terutama...
Kejantanannya tergesek tubuh Harin. Demi Tuhan, cobaan apa ini astaga.
"Harin... Diamlah. Jangan bergeser seperti itu."
"T-tapi oppa,"
"Aku bilang jangan bergerak!"
Harin terdiam kaku. Padahal dia hanya ingin bergerak sedikit lebih ke atas agar tubuhnya tidak menindih benda tumpul di balik celana Hyun-jae. Tapi pria itu malah melarangnya bergerak. Canggung sekali astaga.
Hyun-jae ingin bicara, tapi sebelum ia sempat bicara, terdengar suara geraman lagi dari kejauhan.
Hyun-jae langsung menegakkan tubuh bagian atas sedikit, menahan Harin dengan satu tangan di pinggang.
"Jangan gerak aku bilang." bisiknya tajam tapi lembut.
"T-tapi ..."
"Babi itu masih di sekitar sini. Kalau kau bergerak, suara lumpur ini akan menarik perhatiannya."
Harin langsung menahan napas. Ia membeku, tidak berani bergerak sedikit pun. Tapi justru karena diam, posisi mereka benar-benar jadi semakin intim. Napas Hyun-jae terasa di wajahnya, hangat di tengah udara dingin.
"Oppa…"suaranya nyaris tak terdengar.
"Ini… aneh banget…"
Hyun-jae terkekeh pelan. Gadis itu tidak tahu dia hampir gila karena posisi mereka yang seakan mampu membangkitkan gairah laki-lakinya.
Hujan menetes dari ujung rambut Harin ke pipi Hyun-jae, lalu menetes lagi ke leher pria itu.
Dalam sunyi yang penuh hujan dan degupan jantung, mereka hanya saling menatap.
Beberapa detik kemudian, suara geraman itu menjauh. Hyun-jae menarik napas lega.
"Dia sudah pergi."
"Hufftt, akhirnya…" Harin menatap sekeliling, masih di posisi yang sama.
"Oppa, boleh aku… turun?"
"Belum. Jangan gerak dulu. Pastikan dia benar-benar pergi."
"Tapi aku berat, kan?"
"Sudah telanjur. Diam saja," gumam Hyun-jae tanpa sadar.
Harin pun diam. Tubuh mereka yang menempel membuatnya lupa akan apa itu dingin.
Hyun-jae menatap wajah gadis itu yang antara takut dan canggung. Dalam hujan, matanya terlihat lebih lembut dari biasanya. Ia tidak bisa menahan senyum.
Hujan makin deras, membuat lumpur semakin licin. Hyun-jae akhirnya menggeser tubuh perlahan, memastikan keadaan aman. Ia membantu Harin berdiri, tapi begitu mereka bangkit, kaki mereka terpeleset lagi, dan… plak! Harin kembali menabrak dadanya.
"Aduh!"
"Oppa! Maaf! Aku licin banget, ini gara-gara lumpur!"
Hyun-jae menghela napas panjang, menatap langit."l
"Aku tidak tahu mana yang lebih berbahaya sekarang, babi hutan tadi atau babi kecil di depanku."
Harin memukul bahunya pelan.
"Jahat banget!"
Tapi kemudian mereka sama-sama tertawa. Suara tawa mereka tenggelam di antara suara hujan dan petir yang bergemuruh.
Setelah memastikan suara babi hutan benar-benar tak terdengar lagi, Hyun-jae menuntun Harin menuju mobil. Jalan menanjak dan licin, tapi kali ini Harin menggandeng tangannya erat, bukan karena takut, tapi karena tak mau terpisah.
Begitu mereka sampai di mobil, keduanya sudah basah total. Hyun-jae menyalakan pemanas, sementara Harin duduk di kursi penumpang, menatap kaca depan yang berkabut. Tubuhnya baru menggigil setelah di dalam mobil. Mereka belum ganti baju karena tidak ada baju ganti dalam mobil itu.
Hyun-jae menyetir dalam keadaan basah dan tubuh penuh lumpur. Ia belum pernah mengalami kejadian seperti ini sebelumnya. Sesekali ia menatap Harin yang tampak jijik dengan tubuhnya yang juga penuh lumpur. Hyun-jae tertawa kecil lalu teringat kejadian tadi, ketika kejantanannya menegang akibat bergesekan dengan tubuh Harin. Entah gadis itu sadar atau tidak, tapi Hyun-jae tahu pasti kalau tadi itu dia ereksi. Gara-gara Harin.
Pria itu berdeham. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, seorang perempuan ceroboh berhasil membuatnya ereksi.
jangan menangis..