FB Tupar Nasir, ikuti FB nya ya.
Diam-diam mencintai kakak angkat. Namun, cintanya tidak berbalas. Davira, nekad melakukan hal yang membuat seluruh keluarga angkatnya murka.
Letnan Satu Arkaffa Belanegara, kecewa dengan kekasihnya yang masih sesama anggota. Sertu Marini belum siap menikah, karena lebih memilih jenjang karir yang lebih tinggi.
Di tengah penolakan sang kekasih, Letnan Arkaffa justru mendapat sebuah insiden yang memaksa dia harus menikahi adik angkatnya. Apa yang terjadi?
Yuk kepoin.
Semoga banyak yang suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 Kembali Pulang
Mobil hitam yang dikendarai Kaffa melaju kencang menembus jalanan malam. Lampu kota berkelebat seperti garis cahaya panjang, sementara hujan tipis membasahi kaca depan. Di kursi samping, Davira hanya bisa menunduk.
Tangan mungilnya saling menggenggam erat di pangkuan, dingin, basah oleh keringat. Ia tahu, beberapa menit lagi ia akan berhadapan dengan dua orang yang selama ini juga ia rindukan, orang tua yang pernah begitu hangat, sebelum insiden jebakan itu terjadi.
Di sisi kemudi, rahang Kaffa masih mengeras. Matanya fokus ke jalan, tapi sesekali melirik Davira. Beberapa pertanyaan yang ia lontarkan tadi, belum bisa ia buktikan jawabannya. Meskipun Davira sudah menyangkalnya, bahkan Davira sempat bersumpah tadi. Namun, dugaan buruk tentang Davira, masih menguasai hati dan pikirannya.
Mobil berhenti di pelataran sebuah rumah besar bercat krem yang elegan. Rumah yang sudah dua tahun dia tinggalkan. Rumah yang penuh kehangatan, sebelum Davira menghancurkannya.
Lampu teras menyala terang, menandakan penghuni rumah belum tidur. Hati Davira makin ciut. Sudah dua tahun ia menghilang tanpa kabar, lalu malam ini tiba-tiba muncul di depan mata mereka. Bagaimana perasaan mereka nanti? Apakah mereka akan marah? Atau justru mengusirnya?
"Turun!" Suara Kaffa terdengar tegas, meski lebih lembut dibanding tadi.
Davira menelan ludah, lalu membuka pintu perlahan. Kakinya gemetar ketika melangkah ke teras rumah.
Kaffa mengetuk pintu diiringi ucapan salam, "Assalamualaikum." Diikuti Davira di dalam hati. Wajah perempuan muda itu masih menunduk, seakan tidak berani memperlihatkan wajah.
Pintu rumah mulai terkuak perlahan. Pak Daka muncul, wajahnya terlihat sedikit layu tidak seperti biasa, nampak jelas guratan lelah terpampang. Seharian ini pria paruh baya itu menjaga sang istri, karena Bu Daisy terguncang lagi.
Bu Daisy mengigau dan terus-menerus menyebut nama Davira. Jiwanya yang terguncang, seakan hanya mengingat nama Davira, baru bisa tenang.
"Waalaikumsalam."
Suara Pak Daka terdengar parau, matanya masih fokus pada Kaffa. Tidak ada gairah. Namun, ketika bola matanya bergulir ke samping Kaffa, raut wajah Pak Daka berubah, matanya pun sedikit melebar. Pak Daka terkejut melihat sosok yang dia dan istrinya rindukan ada di depan matanya.
Sejenak Pak Daka menatap lekat, sesekali digesek dengan pangkal telapak tangan untuk memastikan apakah yang dilihatnya benar atau halusinasi.
"Davira ...." ucapnya ragu.
Davira bergerak, dia sama terkejutnya tadi. Lalu perlahan dia melangkahkan kakinya satu meter ke depan ke arah Pak Daka.
"Papa, apa kabar, Pa?" gumamnya seraya meraih tangan Pak Daka lalu diciumnya dengan tangan yang bergetar.
"Benar ini kamu, Nak?" Pak Daka masih belum percaya kalau yang menyambut tangannya adalah Davira.
Davira mengangguk pelan tapi pasti. Seketika wajah Pak Daka berubah cerah dan ceria. Senyumnya lepas di bibir, kemudian ia memeluk anak angkatnya atau kini menantunya dengan penuh kerinduan.
"Kamu ke mana saja, Nak. Dua tahun sudah kami merindukanmu. Kenapa kamu pergi, padahal Mamamu tidak benar-benar marah padamu."
Davira terharu mendengar pengakuan Pak Daka, dia menangis dalam pelukan sang papa.
Pak Daka melerai pelukannya. Wajah yang masih diliputi bahagia itu, sontak segera mengajak Davira masuk ke dalam.
"Ayo, masuk, Vira. Mamamu sudah merindukanmu sejak lama." Pak Daka sudah tidak sabar mempertemukan Davira dengan sang istri yang saat ini sudah berada di dalam kamar.
Davira mengikuti Pak Daka, diikuti Kaffa dari belakang. Kaffa menyaksikan dengan mata dan kepalanya sendiri, sang papa begitu bahagia dengan kedatangan Davira malam ini yang tidak diduga-duga.
Seperti sebuah kejutan yang tidak disangka sebelumnya. Hal ini tentu bakal menjadi suatu malam yang mengharukan sekaligus indah bagi Bu Daisy khususnya.
"Mudah-mudahan dengan ditemukannya Davira kembali, bisa membuat sakit Mama sembuh," harap Kaffa dalam hati.
Pak Daka langsung membawa Davira menuju kamarnya. Di dalam kamar, Bu Daisy sudah duduk di bibir ranjang. Dia duduk termenung dengan tatapan yang kosong, gurat wajahnya tidak berseri. Semua begitu muram dari atas sampai bawah.
Hal itu membuat Davira teriris, dia sangat terpukul. Akibat kepergiannya membuat sang mama berubah. Tubuhnya lebih kurus serta mukanya kusut.
Langkah kaki Davira memburu, setengah berlari menghampiri Bu Daisy, lalu bersimpuh di pangkuannya dan menangis. Rasa bersalah terlampau besar dan begitu menyesakkan dada Davira.
"Mama ...."
Kaffa dan Pak Daka sejenak terkejut. Namun, dia tidak bisa menghentikan Davira yang sudah bersimpuh di pangkuan Bu Daisy. Isak tangis terdengar kencang, rasa sedih, rindu, bercampur rasa sesal tumpah di sana.
Bu Daisy sontak terkejut, wajahnya yang kosong, kini diliputi keterkejutan. Matanya menatap lekat wajah Davira. Seolah sedang mengidentifikasi siapakah perempuan yang sedang bersimpuh menangisinya.
"Da-Davira ....?"
Wajah yang tadi hampa dan bermuram durja, kini berganti keterkejutan yang perlahan-lahan berubah menjadi rasa tidak percaya.
"Ini Davira?" ulangnya lagi menatap tidak percaya.
Davira mendongak, mengangguk pasti lalu meremas kedua tangan Bu Daisy penuh kerinduan.
"Maafkan Vira, Ma. Vira sudah membuat Mama sedih," ungkapnya bergetar lalu menenggelamkan wajah di pangkuan sang mama.
Perlahan ingatan Bi Daisy kembali normal. Ia mampu mengenali Davira yang sebulan terakhir selalu dipikirkannya sampai dirinya hampir seperti orang gila.
"Davira. Kamu benar-benar Davira?" ucapnya pelan masih perlu keyakinan.
Davira mengangguk, lalu memeluk Bu Daisy tanpa ragu. Semua perasaan tumpah di sana tanpa bisa ditahan-tahan lagi. Isak tangis pun pecah.
Bersambung
Segitu dulu ya. Insya Allah besok dua bab ya. Maafkan hari ini hanya satu bab. 🙏🙏
dr awal sudah dianggap rendahan..
klo kafa g suka mending talak aja biarkan davira bahagia dgn caranya
krn tdk prnh mo jujur tu yg sdh bw davira dlm kebodohanx😏🙄
sm halx dgn diri qt,
suami mna yg tdk marah lo dpati qt ber2 sm laki" lain sx pun qt cm anggap tmn yg suami qt tdk knl???
psti mrh kan....
sm lo suami qt kdpatan ber2 sm perem lain qt j9 psti marah.
z ttap d pihak kafa, krn sbgai istri tdk mnjaga MARWAHNYA.
pinterx cm mghilang sj n jd prempuan bodoh.
z jd jemek jengkel dgn sifat davira ni, dsni jd tokoh utama tp tokoh utamax goblok bin o'on🙄🙄🙄
bner yg d blg kafa lo davira ni pengecut, kafa jg tdk slh dgn kata" yg d lontarkan buka sj hijab mu n menarikx hingga lepas
krn kafa jg py hAk krn suamix, lo kafa blg bk sj hijab mu mang benar ...
krn apa....krna davira goblok, sbgai istri tdk bs mnjaga MARWAHNYA
seenakx jln sm laki" lain bhkan smpe dbw krmh ortux,
untung ortux arda menolak
jd perempuan tu hrs tegas davira, jgn jd prempuan goblok trus.
lo ad apa" tu mulut mu bicara jgn diam jd pengecut.
lm" z jd pngin ulek mulut davira ni biar bs bicara jujur bkn jd pengecut trus mnerus