Aluna, 23 tahun, adalah mahasiswi semester akhir desain komunikasi visual yang magang di perusahaan branding ternama di Jakarta. Di sana, ia bertemu Revan Aditya, CEO muda yang dikenal dingin, perfeksionis, dan anti drama. Aluna yang ceria dan penuh ide segar justru menarik perhatian Revan dengan caranya sendiri. Tapi hubungan mereka diuji oleh perbedaan status, masa lalu Revan yang belum selesai, dan fakta bahwa Aluna adalah bagian dari trauma masa lalu Revan membuatnya semakin rumit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Dia menggoda sekali
Aluna kembali ke tempat duduknya di samping Revan dan langsung mendapat tatapan tajam dari pria itu,
"Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Aluna sembari sedikit menjauhkan wajahnya.
"Jadi aku hanya bos mu?" tanyanya dengan tatapan tajam membuat Aluna menelan salifanya dengan susah payah.
"Bu_, bukan begitu. Aku hanya ...,"
"Hanya?"
Dia suka sekali marah sih ..., keluh Aluna dalam hati. "Menurutku tidak perlu menjelaskan sesuatu pada orang lain, yang penting kitanya aja."
Revan mengubah posisinya, memiringkan wajahnya membuat Aluna salah tingkah dibuatnya.
Nih orang salah minum apa sih?
"Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Aluna kemudian.
"Jadi menurutmu, kita bagaimana?" Revan masih mencecar Aluna dengan pertanyaan yang sama.
Apa dia sengaja menggali perasaanku? Sepertinya iya ...., Aluna menganggukkan kepalanya dengan cepat mulai mengerti, ia tersenyum dan mendekatkan wajahnya pada Revan, "Kita sedekat ini....," mencoba menggoda balik Revan dengan memasang wajah semanis mungkin.
Dia .....
Revan cukup terkejut dengan reaksi yang dilakukan oleh Aluna. Revan tidak mau kalah, ia semakin mendekatkan wajahnya hingga jarak mereka begitu dekat membuat mata mereka saling bertemu, dunia seolah berhenti untuk sesaat.
"Hmmmm, pesanan datang." suara itu berhasil membuat Aluna menjauhkan wajahnya dan berbalik menatap ke arah lain.
"Silahkan...," ucapnya lagi ramah sembari meletakkan dua porsi sate di atas meja.
"Terimakasih, mang." ucap Aluna sambil tersenyum canggung.
Suasana diantara Revan dan Aluna menjadi cukup canggung, Aluna perlahan menarik piringnya dan mulai menyantapnya.
Revan pun sepertinya juga tidak terlalu bisa mengendalikan perasaan canggungnya, tapi yang membuat Revan tercengang, tampilan makanan di depannya, menurutnya cukup aneh dengan porsi besar.
Apa ini enak? Batinnya sembari bergantian menatap piringnya kemudian menatap Aluna yang tampak begitu lahap dengan makanan yang menurutnya aneh.
Rupanya Aluna menyadari sikap Revan, ia menghentikan makannya,
"Kenapa tidak makan? Makanlah, ini enak loh." ucap Aluna tapi Revan sepertinya tidak begitu yakin.
Aluna pun tidak menyerah, ia mengambil satu tusuk dan menyodorkannya di depan mulut Revan, "Buka mulutmu!" perintahnya.
"Kamu yakin ini enak?" tanya Revan ragu.
"Cobalah, kalau kamu tidak sukaaa, aku tidak akan memaksanya." paksa Aluna dan Revan pun terpaksa membuka mulutnya, menerima suapan dari Aluna.
Kunyahan pertama ...., kedua ...., ketiga .....
Rasanya lumayan ...., Revan mengambilnya dari tangan Aluna dan menyantapnya dengan lahap membuat Aluna tersenyum senang.
Akhirnya setelah lima menit, semua yang ada di atas piring Revan di lalap habis hanya menyisakan tusuknya saja.
"Apa pak Revan mau nambah?" tanya Aluna sembari tersenyum menggoda.
"Sudah, aku kenyang." ucap Revan sembari kembali mengubah ekspresi dinginnya.
Setelah selesai makan mereka pun memutuskan untuk pulang,
***
Setelah mandi dan berganti baju, Revan duduk di sisi ranjang, mengenakan kaus polos dan celana santai, sungguh penampilan yang berbeda dari biasanya.
Meskipun begitu, si gila kerja itu sepertinya tidak membiarkan tubuhnya santai walaupun sudah malam, tampak ia sedang membaca laporan kerja di tablet.
Aluna keluar dari kamar mandi dengan rambut basah, memakai piyama satin longgar berwarna pink pastel. Bukan tanpa alasan ia melakukan hal itu, ia melakukannya sesuai dengan arahan sang sahabat, ia harus merinisiatif terlebih dahulu untuk menaklukkan pria dingin yang sekarang menjadi suami kontraknya.
Tapi rupanya hal yang ia lakukan tidak menarik perhatian pria yang tengah sibuk itu.
Ahhhh, dia benar-benar ya ...., apa semua pria dewasa seperti dia ....
Tapi Aluna tidak menyerah, ia berjalan mendekat dan berdiri di depan Revan, memiringkan kepalanya hingga membuat rambut basahnya sedikit mengayun tepat di depan Revan,
"Kamu serius banget sih, ini udah malam, lho."
"Hm? Aku harus selesaikan ini malam ini. Deadline besok pagi." ucap Revan bahkan tanpa mengalihkan tatapannya dari tablet di depannya.
Hehhhh ...., susah banget ....
Aluna hampir menyerah, ia duduk dengan kasar disamping Revan membuat sedikit goyangan pada tempat tidur,
"Apa aku sangat nggak menarik sih buat pak Revan?" ucapnya dengan nada putus asa.
Akhirnya Revan menghentikan pekerjanyanya, ia menoleh, ia mengerutkan keningnya, "Kenapa kamu bertanya seperti itu?"
Srekkkk
Aluna tidak melewatkan kesempatan, ia mengalungkan kedua tangannya di leher Revan, "Apa tubuhku tidak cukup menarik untuk pak Revan?"
Revan memperhatikan penampilan Aluna, ia baru menyadari jika saat ini Aluna mengenakan piyama tipis dengan belahan dada yang cukup rendah, begitu berbeda dengan penampilan Aluna yang biasanya,
Menyadari ada yang bangkit pada dirinya, Revan buru-buru memalingkan wajah lagi.
"Kenapa kamu memakai pakaian seperti itu?" tanyanya tanpa berani menoleh menatap Aluna.
Aluna menyandarkan kepala ke bahu Revan,
"Apa sedikit saja tidak ada rasa tertarik pak Revan sama Aluna?."
Revan terbatuk pelan, tampak ia berusaha tetap tenang meskipun tubuh dan pikirannya saat ini berbeda,
"Aku... aku hanya butuh waktu."
Aluna mengulurkan tangannya, menakup kedua pipi Revan membuat wajah Revan menghadap ke arahnya,
Cup
Aluna tiba-tiba mengecup bibir Revan membuat Revan terpaku dibuatnya. Dengan cepat Revan menjauhkan bibirnya.
"Tidurlah!" ucapnya dan kembali mengambil tablet yang sempat ia letakkan di samping ia duduk. Ia berusaha tetap membaca tablet, tapi jelas pikirannya terganggu.
"Aku belum ngantuk." ucap Aluna dengan cemberut. Sulit sekali mengalahkannya ....
"Aluna... jangan manja. Nanti aku selesai—"
"Memang apa yang akan kamu lakukan kalau sudah selesai!?" potongnya cepat.
Akhirnya Revan benar-benar menyerah, ia meletakan asal tabletnya dan
Srekkkkk
"Ahhhhgggggh ...," teriak Aluna karena terkejut.
Revan menarik tubuh Aluna, mengungkungnya di atas tempat tidur.
"Apa kamu sekarang punya cukup keberanian?" tantang Revan.
Meskipun saat ini jantung Aluna tidak lagi tenang, tapi ia tetap memaksakan bibirnya untuk tersenyum, "Siapa takut,"
Revan pun perlahan mendekatkan wajahnya membuat Aluna sekali lagi menelan salifanya, apalagi saat menatap bibir Revan yang tampak begitu merona di bawah sinar lampu, tebal dan tampak kenyal.
Dia menggoda sekali ....
"Aughhhh .....," tiba-tiba Aluna mengaduh kesakitan saat jari-jemari Revan mencubit hidung Aluna dengan kuat, "Kenapa cubit sih?!" keluhnya sembari mengusap hidungnya yang memerah.
Revan tersenyum dan beralih dari atas tubuh Aluna, ia memang menginginkan Aluna, tapi ada sesuatu yang selalu menahannya. Ia begitu takut saat Aluna tahu semuanya, Aluna akan membencinya.
"Tidurlah, besok ada meeting penting. Awas saja kalau besok kamu terlambat, aku akan mencabut ijin magang kamu." ucapnya sembari berlalu meninggalkan Aluna.
"Astaga ...., dia menyebalkan sekali." keluh Aluna kesal, dan ia tidak punya pilihan lain selain tidur dengan nyaman di kamarnya.
Bersambung
Happy Reading