Febi begitu terpukul, saat tahu anak kembarnya bukan anak suaminya. Dia diceraikan paksa oleh keluarga Michael.
Di tengah keputusasaan Febi, ada hal lebih mengejutkan bahwa seorang dokter yang adalah kenalannya memberitahu kalau sang anak menderita penyakit yang sulit sekali didiagnosis.
Dunia Febi begitu gelap, dia ingin menceritakan bahwa anak geniusnya ternyata menderita penyakit langka kepada Michael agar juga membatalkan proses perceraiannya. Dia begitu sulit menghadapi hidup berat ini sendirian.
Jordan Reyes melihat dua anak Febi yang pintar. Dia mendengar cerita dari Adam mengenai kesusahan yang dihadapi Febi selama ini, termasuk soal perceraian.
Jordan mendapati Febi menangis di rumah sakit bahwa mungkin Adam takkan terselamatkan. Secara diam-diam Jordan bermaksud menjadi pendonor demi kesembuhan Adam.
Kemana cerita ini berakhir? Ayuk baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon As Cempreng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31 : Matahari terbenam
Resto dipenuhi aroma manis dari coklat panggang dan daging saat Logan mendorong sendokan sup kepiting ke dalam mulut putrinya. Anaknya sibuk dengan memilah-milih gelang glitter warna-warni yang melingkar di lengan mungil.
Suara getaran ponsel terdengar di antara dentingan sendok dan piring di sekitar, Logan menaruh sendok di piringnya. Dia memeriksa foto yang baru dikirim anak buahnya dan terkejut, karena yang mencari tahu soal pertukaran bayi itu adalah Febi dan anak buah Jordan.
Logan mengirimkan pesan pada anak buahnya di Dubai. -Perketat penjagaan untuk Stevan.-
Mata Logan terkejut saat di ujung resto, di sisi kanannya, muncul Febi, Mia, Adam, Donna dengan kostum. Ponselnya sampai terjatuh di atas piring. Dia buru-buru mengambil dan membungkuk setinggi meja.
"Daddy ngapain!"
"Ini sepatu Daddy kotor." Logan beralasan dan mengintip dari posisi membungkuk saat rombongan Febi menuju ke mari. Dia mengelap ponselnya yang kena saos jamur dengan alas kain meja yang berwarna putih, yang kini terkotor oleh noda coklat. Dia kemudian mengirim chat ke asistennya-Ali.
-Cepat, keluarkan aku dari resto di depan lukisan Ranpuzel. Di sini ada Febi!- (Logan)
-Saya sedang jalan, Bos!-
-Febi di arah jam 10 dari pintu, alihkan!- Logan was-was, lebih menunduk di bawah meja saat Dona mau melihat ke mari.
Sementara Donna, terpaku pada anak perempuan berambut panjang hitam dengan diikat dua. Dia yang bersama Logan, kan?
Donna melangkah akan menghampiri pria yang terus membungkuk yang dia yakin Logan.
"Bibi!"
Donna menoleh ke belakang karena pekikan Mia. Dia berbalik dan melihat Mia yang dalam kostum putri salju sedang loncat-loncat saat dihampiri Jack Sparrow sampai boneka Winnie jatuh.
"Mana bukuku, Bibi!" Donna tidak pernah beralih dari Kapten Jack, tangannya mengayun mengundang Bibi Donna. "Bibi, cepat foto Mia!"
Adam menganga saat pipinya disentuh kapten Jack, begitu terpesona pada karakter yang dia kagumi.
Febi yang baru duduk, berdiri lagi dan mengambil Winnie di lantai. Dia memeluk winnie dan menoleh ke Evan yang memanggilnya. Namun, matanya tertuju pada sesosok pria yang barusan membungkuk. "Logan?"
"Madam, Evan juga mau foto." Evan menarik tangan Febi dengan wajah hampir menangis, mengalihkan fokus Febi
"Evan mau foto? Ayo gabung saja, tidak perlu ijin." Febi mengantar Evan saat Donna mengeluarkan buku pink dari ransel.
Anak-anak dalam barisan siap foto, tetapi mata Adam tertuju ke sudut kiri di kejauhan pada pria yang berjalan menjauh. Seperti Om Logan, dia yakin pria berkacamata yang menggendong anak kecil dan menjauh, adalah teman mama.
"Adam, lihat kamera!" Donna memberi aba-aba lalu memfotonya.
Febi beralih melihat ke belakang saat Jack Sparrow menandatangani buku Mia. Meja itu kosong, tadi dia benar-benar melihat Logan, kan?
"Saya mau toilet!" pinta Evan dengan wajah panik, tangannya menyenggol tangan pengawal. Lalu dia diantar pengawal ke kamar mandi. Tidak lama kemudian pelayan berkostum menyajikan makanan pembuka.
Mereka makan siang sambil menunggu Evan sampai Febi dikejutkan oleh sensasi basah dan dingin merayap di punggung tangan. Segelas soda itu mengalir ke buku kesayangan Mia, Febi langsung menyelamatkan bukunya, dan tampang Mia langsung horor.
"Astaga, apa yang kau lakukan!" Donna berdiri dan menghampiri si pembuat ulah. "Aku melihatmu dengan sengaja menyenggol gelas itu!"
Febi berdiri sambil mengelap buku dengan serbet, tetapi sayang sedikit air meresap di ujung buku. Dia geleng-geleng kepala pada seringai licik wanita yang memiringkan kepala seolah begitu tertarik pada kekacauan yang diperbuat. "Hei, apa masalahnya?"
"Tidak ada masalah, tanganku hanya tak sengaja." Jeslyn melebarkan mata dengan tatapan bersinar. Jelas sekali bibir itu tersenyum senang.
Shioban menangkap tangan perempuan yang akan menampar Jeslyn. "Hei!"
Donna menghentak tangan wanita paruh baya yang berselendang. "Nyonya Shioban, jangan halangi saya karena dia yang memulai!"
Alis Febi terangkat satu, Donna mengenali perempuan yang tampak begitu high class.
"Tidak Ma, dia pasti sengaja menyiram dirinya sendiri." Jeslyn memasang wajah sedih di depan calon mama mertuanya. "Dan sengaja membuat perkara denganku."
"Iya, Mama percaya." Shioban menoleh ke anak laki-laki yang baru menjatuhkan sendok. "Jordan?" gumamnya saat melihat Jordan kecil. Ah, bukan. Rambut Jordan kan pirang. Ada-ada saja, apaan si aku?
"Mana Jordan, mana Ma?" Jeslyn melihat ke sekeliling, dengan hati melonjak-lonjak, tetapi calon suaminya yang tampan tidak ada.
Bibir Febi saling memelintir gelisah pada perempuan paruh baya yang melirik dengan cara aneh ke arah Adam sampai Adam menunduk dan tampak ketakutan.
"Ma, dia Febi guru sekolah yang menggoda Jordan di Indonesia." Jeslyn menunjuk Febi dengan lirikan sinis.
"Apa?" Shioban beralih dari anak itu lalu memandang perempuan di depannya. Dari bawah ke atas diamati betul-betul, jadi inilah wanita penggoda yang diceritakan oleh mantan suaminya.
Memang tubuh perempuan di depannya tidak terlalu tinggi, tetapi bentuk dada itu kencang indah dan lekukan pinggul yang kecil tetapi mengembang di pantat yang bagus, berbeda dengan Jeslyn yang lebih tinggi dan langsing dan kurang berbentuk. "Kamu yang merayu anakku, ha?"
Febi tersenyum tipis. "Maaf, saya tidak mengerti?"
"Jordan Reyes, putra sulungku. Aku Shioban memperingatkanmu untuk tidak mendekati putraku!"
Febi tercengang pada wanita berambut hitam dan bermata hijau, dan mencari tahu, sekilas tidak ada kembarnya dengan Jordan. Dia menggaruk alis yang jadi gagal. "Tapi saya tidak berniat mendekati? Sepertinya, Jeslyn terlalu memikirkan saya sedikit berlebihan?
Jeslyn tertawa geli dan mendorong bahu Febi sambil berkata. "Kamu pasti pake santet!"
"Apa itu santet?" Tanya Shioban kebingungan.
"Sihir, Ma!"Jeslyn dengan penuh percaya diri dan alis Shioban justru semakin berkerut karena tidak percaya sihir.
Donna berdiri di samping Febi dan menarik rambut Jeslyn dengan keras lalu Febi berusaha menghentikan.
"Aduh, Donna sudah! Banyak anak-anak melihatmu, hentikan!" Febi memeluk Donna dari belakang, sementara Shioban berusaha melepas cengkeraman Donna dari rambut Jeslyn saat calon menantunya menjerit-jerit kesakitan.
"Nyonya Shioban, putra Anda itu yang terus mendekati Febi!" Donna akhirnya melepaskan tangannya dan napasnya engos-engosan.
Shioban mengerutkan kening sambil mengelus rambut Jeslyn. "Saya rasa tidak mungkin."
Donna menyeringai pada wajah pucat Jeslyn yang terkejut. Dia tertawa meledek. "He kau dengar, tiada hari-hari Febi, tanpa di kunjungi Jordan! Sepertinya, kamu perempuan yang tidak penting, ya? Pasti Jordan tidak menelponmu hahaha!"
Jeslyn melotot tidak percaya dengan apa yang didengar barusan. "Bohong!"
"Kau bisa memeriksa!" Donna tertawa dan Febi terus menggaruk alisnya karena lirikan tajam mama Jordan.
Shioban yakin anaknya jarang dekat-dekat perempuan, apalagi semua hal yamg menyangkut pegawai tidak akan dilirik, termasuk Febi yang adalah guru di Aurora school.
"Tidak mungkin? Bahkan Sekarang -ggrrr!" Donna menggeram pada kakinya yang sakit diinjak sepatu hak Febi. Sialan Sahabatnya ini dibantu malah menyakiti.
"Sekarang apa?" Jeslyn menjadi kesal. "Pasti kalian sengaja mengikuti Jordan dengan datang ke mari!"
Adam dan Mia saling pandang, mereka sepemikiran, tidak suka saat mamanya terus diteriaki oleh mamanya Evan, sampai semua orang memandang sekitar. Bahkan security berjalan ke mari.
Dari kejauhan, Evan yang dari toilet, melihat mamanya. Dia berteriak kegirangan dan menghampiri. Namun, begitu mama dan neneknya berbalik. Dia baru ingat kalau tidak boleh memberitahu mamanya kalau pergi bersama si kembar.
Pengawal Evan masih terdiam di kejauhan. Dia melapor ke Sekertaris Li dari ear piece. "Bos, saya melihat Nona Jeslyn dan nyonya besar. Kini mereka sepertinya berseteru dengan Nona Febi."
Sekertaris Li yang di ruang meeting mendadak mau muntah. Dia stress setiap dihadapkan pada nyonya besar, karena ujung-ujungnya dia yang akan jadi sasaran kekesalan tuannya. Dia bersuara pelan di telepon dengan geram. "Cepat, kirimkan padaku, foto mereka!"
Sekertaris Li menarik napas dalam. Kemudian menunjukkan foto yang baru dikirimkan di layar tablet miliknya. Tuannya yang masih berbicara dan memimpin rapat di depan laptop, lalu terdiam.
Jordan beralih dari laptop dan melihat foto mama dan Jeslyn di kapal! Dia yakin pasti ini ulah Papa Reyes yang getol sekali menjodohkannya.
Ponsel milik Jordan berdenting. Jordan berbicara pada team meeting dan menunjuk manager pemasaran agar menyampaikan presentasi siang ini. Sementara tangan Jordan meremas ponsel setelah membaca sebuah pesan.
-Jo, Evan dibawa Jeslyn dan mamamu! Kami tidak bisa berbuat apa-apa. Maaf! (Febi)-
Layar ponsel berubah menjadi panggilan dari Shioban, Jordan menggigit bibir bawah. Dia menolak panggilan masuk lalu mengirim chat.
-Saya sedang meeting, Ma. Nanti Jordan telepon balik.- (Jordan)
Jordan tidak bisa berkutik, mamanya tidak membaca chat dan justru telepon sampai 10 kali. Mau tak mau, dia menjauh dari laptop untuk mengangkat telepon.
Di balkon, dia mendengar ceramahan mamanya dari telepon, yang galak dan membuat telinga sakit. Mamanya tidak peduli sekalipun Jordan bilang ada meeting.
Sepanjang hari Febi, Donna dan si kembar berburu foto bersama karakter Disney. Ketika langit berubah kuning keemasan, mereka beristirahat di ujung kolam renang, di dek atas.
Tampilan layar 21 kaki menampilkan film anak-anak. Febi membuka ponsel dan membaca pesan Jordan.
-Aku dari kamar mama. Cepat pulang, dong, Kangen Babe!- (Jordan)
Febi merinding. 'kangen dan panggilan Babe'?
Hatinya bergetar lalu Febi tersenyum karena kiriman foto dari Jordan. Pria itu rebahan di kasur, memakai kaos putih dalam keadaan mata terpejam. Meski wajah itu kelelahan, tetapi memang tampan. Ah, foto dengan gaya manja itu membuat Febi jadi gemas lalu ingin mencubit hidung itu!
"Apa itu, Feb!" Donna melongok dan merebut ponsel Febi. Mulutnya ternganga melihat chat intim mereka. Dia melototi Febi dengan pikiran blank.
"Donna ... "
"Apa kamu ... ?" Donna tercengang dan perlahan sudut bibirnya terangkat. "Kalian .... PDKT?" Alisnya terangkat begitu tinggi dengan jantung berdebaran.
Yang Donna harapkan ini, lalu Logan tidak memiliki kesempatan. Dia jadi ingin mendekati Logan karena menyembunyikan perasaan sangat tidak mengenakkan.
"Ya." Febi tersenyum penuh arti, senang karena tidak ada penolakan dari Donna. "Kami mencoba mengenal lebih dalam-" Febi mengaga karena Donna langsung berdiri dan loncat-loncat
"Ya Tuhan, Feb!" Tanpa sadar Donna berteriak histeris karena senang. Beberapa orang langsung memperhatikan mereka.
Febi menunduk malu. Pasalnya, saat dulu pendekatan dengan Mike, Donna tidak setuju. "Apa kami cocok jika kami berkencan?"
"Asik! Mantap! Dia tampak bertanggung jawab! Aku setuju, Sayangku!" Donna tertawa kegirangan, bahkan mengalahi emosi Febi.
"Kenapa kamu senang sekali?" Febi mengerutkan kening heran.
"Sudah ayo pulang, mandi!" Donna menggendong Mia dan meninggalkan tatapan selidik Adam.
"Bibi, apa yang kalian bicarakan," Tanya Mia dengan antusias. Hatinya bergejolak karena kesenangan bibi sampai berteriak segala.
"Paman dan mamamu pacaran, apa kamu setuju?" Donna mengangguk dan Mia menganga dengan dua tangan terkepal lalu terayun-ayun.
"Yes! Yes! Yeah! Mia akan punya papa!" Mia bersorak-sorai.
Adam dalam dorongan kursi roda, menyunggingkan senyum lepas. Dia mengirim pesan ke paman kalau dia sedang dalam perjalanan pulang.
"Fyuh." Langkah tiap langkah Febi menjadi semakin lambat. Jantungnya tidak beres. Aduh, dia ingin melihat Jordan, tetapi tidak siap rasanya.
Satu kamar? Kalau dulu dengan team balap semua terasa biasa. Walau ada pria, tetapi kasur laki-laki perempuan berbeda. Namun, walau situasi ini terlihat sama, rasanya sekarang justru sesak baginya! Dia akan terus bisa melihat Jordan dan Sebaliknya!
Pintu kamar di dorong semua orang sudah masuk dan terganjal pengait pintu. Febi mengatur napas. Gimana ini? Inginnya, tidak kembali. Tapi ... si kembar bisa merepotkan mereka yang akan istirahat? Mana pengen pipis.
Di dalam kamar, Jordan pura-pura melihat tablet lalu Mia langsung duduk di sebelahnya. Dia melirik ke arah pintu dengan berdebar, saat Donna ke kamar mandi.
"Mana mamamu?" Tanya Jordan pada putrinya yang sibuk berceloteh dengan boneka Winnie. Dia melihat layar chat Febi, pesannya belum dibalas.
"Mama di belakang, coba Paman susul, siapa tahu mama jatuh!" Mia dengan bahasa unyu dengan mata melebar begitu khawatir.
"Apa jatuh? Bisa jadi!" Jordan langsung berlari ke arah pintu.
Mia terkikik atas rencananya. Dia berdiri di atas sofa dan membalik tubuhnya sehingga menghadap Adam yang baru dibaringkan oleh perawat wanita. Dia menempelkan telunjuk dan jempol dan membuat gerakan 'Beres' .
"Kita akan mendadani mama malam ini, Mia!" Adam dengan suara rendah karena kelelahan, tetapi tetap semangat karena harapan pada mama dan paman.
"Iya, Adam. Kita perlu bantuan Bibi!"
Perawat wanita itu menahan tawa menyadari rencana anak kembar itu. Dia langsung terdiam begitu mendapat lirikan dingin Adam, lalu memilih menyuntikkan obat. Huh, anak ini, sangat menggemaskan! Rasanya, pengen kucubit wajah cool itu!
Febi melongo saat Jordan muncul di depannya dan mengamati ke arahnya dari atas ke bawah.
"Kamu jatuh?"
Febi menggeleng kepala dengan bingung pada wajah khawatir itu.
"Kenapa tidak masuk?"
"Anu, cari udara segar."
"Kan, bisa di balkon?" Pandangan Jordan meredup.
"Kupikir kamu jatuh." Jordan bernapas lega. "Apakah tadi mamaku berkata macam-macam?"
Febi menggelengkan kepala. Dia reflek mundur begitu melihat tangan Jordan terulur ke depan.
"Biar kubawa tasmu." Jordan meraih tas Febi setelah mendapat anggukan. "Apa kamu mau kita jalan-jalan sebentar?"
"Untuk apa?" Jantung Febi langsung berdebar teringat foto Jordan tadi. Ternyata pria itu memakai celana tranning. Kalau tampilan begini Jordan jadi tampak lebih normal.
"Ayo, sebentar saja." Jordan menarik tangan Febi kemudian berjalan beriringan keluar deck.
Wajah mereka terkena sorot sinar keemasan matahari yang akan terbenam dan terasa hangat. Semilir angin beraroma asin khas laut sungguh luar biasa.
Tangan Febi berpegangan pada pagar besi setinggi dada. Dia membeku oleh tangkuban tangan besar yang hangat diikuti senandung suara Jordan yang menggetarkan jiwa.
...****************...
Hai guys, sambil nunggu bab selanjutnya. Yuk, mampir ke novel temen aku di atas. Ceritanya bagus. Terimakasih.
setiap kalimat mudah di pahami sukses ya kak