cerita ini aku ambil dari kisah aku sendiri
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agnura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps #pagi yang hampir terlambat
Dan di pagi harinya, seperti biasa aku beresin buku ke dalam tas yang mau aku pakai hari ini. Satu per satu buku kumasukkan—Matematika, Bahasa Indonesia, sampai buku gambar yang entah kenapa selalu terasa paling berat. Meja belajarku sudah seperti kapal karam; ada kertas coretan, penggaris yang patah di ujungnya, dan segelas pensil warna yang tinggal separuh. Aku menghela napas panjang. Pagi ini rasanya seperti aga berat ,aku biasa selalu tergesa-gesa, tapi selalu juga ada yang ketinggalan.
Sambil merapikan rambut yang belum sempat benar-benar disisir, aku melirik jam dinding. Pukul 06.20. Dua belas menit lagi bus sekolah lewat. Aku buru-buru mengambil roti dari dapur, sambil berlari kecil menuju pintu. Mama sudah berdiri di depan pagar, seperti biasa dengan ekspresi “kamu-telat-lagi-ya” yang sudah jadi langganan tiap pagi.
“Udah sarapan?” tanya Mama tanpa menatap, tangannya sibuk menyapu dedaunan di halaman.
“Udah!” jawabku cepat, padahal baru menggigit setengah roti di tangan.
“Jangan lari-lari, nanti jatuh!” katanya. Tapi tentu saja aku tidak mendengar. Aku sudah jalan menuju motor yang sudah di panas in ayah
Udara pagi masih lembap, embun di dedaunan berkilau disinari matahari yang mulai naik. Di jalan kecil menuju halte, aku selalu melewati rumah pak yayat yang punya ayam jago paling ribut di seluruh kompleks. Hari ini ayamnya berkokok seperti sedang marah, mungkin karena aku lewat terlalu cepat. Atau mungkin dia juga kesal karena pagi-paginya sama sibuknya dengan aku.
Setibanya di sekolah guru pun belum datang semua. Syukurlah. Ada yuli di sana, sahabatku yang selalu datang lebih awal dan selalu membawa buku novel kesukaannya
“Kamu telat 10 menit dari kemarin,” katanya sambil tersenyum.
“Wah, kamu hitung juga sekarang?” balasku, pura-pura cemberut.
“Ya kan kamu konsisten. Konsisten terlambat.”
Yuli sambil tersenyum meledekku
Kami tertawa. Obrolan kecil di pagi hari itu rasanya jadi pemanasan sebelum perang di sekolah dimulai—perang dengan tugas, guru killer, dan kantuk yang belum sempat tuntas. guru datang dengan suara sepatu khasnya yang sedikit berisik karena menginjak lantai . Kami seperti biasa duduk di kursi , dekat jendela, supaya bisa lihat langit yang perlahan cerah dan pemandangan taman di luar.
Sepanjang pembelajaran, aku memperhatikan anak-anak yang lain sudah mulai ramai. karena bel istirahat sudah terdengar, anak-anak yang berada di kelas lain sudah pada lewat, dan seperti biasa aku sama Yuli juga menyusul mereka ke kantin,. Semua punya ritme masing-masing, seperti suara sendok, suara gelas, dan suara ibu kantin yang sedang memasak, yang membentuk lagu kehidupan.
Jam di pergelangan tanganku menunjukkan pukul 10:30 ketika suara bel masuk di sekolah sudah berbunyi, Dari kejauhan, aku melihat anak-anak yang lain juga pada berlarian masuk ke dalam kelas masing-masing, sambil berjalan menuju kelas aku melihat, gedung sekolah sudah terlihat—catnya mulai pudar, tapi di sanalah semua cerita dimulai setiap hari. Pagi jam 07:00 sampai aku pulang jam 03:30 ,ini mungkin sama seperti hari-hari sebelumnya, tapi entah kenapa, ada rasa semangat kecil yang muncul. Mungkin karena roti yang tadi sempat kugigit setengah itu, atau karena tawa singkat bersama yuli.
Yang jelas, meski setiap pagi selalu penuh terburu-buru, selalu ada hal kecil yang membuatnya berbeda. Dan aku tahu, besok pagi pun akan sama—aku akan beresin buku, berlari tergesa, tapi diam-diam menanti kejutan kecil lain yang membuat rutinitas ini tetap terasa hidup.
