"Aku mau putus!"
Sudah empat tahun Nindya menjalin hubungan dengan Robby, teman sekelas waktu SMA. Namun semenjak kuliah mereka sering putus nyambung dengan permasalahan yang sama.
Robby selalu bersikap acuh tak acuh dan sering menghindari pertikaian. Sampai akhirnya Nindya meminta putus.
Nindya sudah membulatkan tekatnya, "Kali ini aku tidak akan menarik omonganku lagi."
Tapi ini bukan kisah tentang Nindya dan Robby. ini kisah tentang Nindya dan cinta sejatinya. Siapakah dia? Mampukah dia melupakan cinta Robby? dan Apakah cinta barunya mampu menghapus jejak Robby?
Happy reading~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ginevra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Confuse
Happy Reading....
.
.
Ajakan Nining memenuhi pikiran Nindya malam itu. Mata Nindya hanya fokus kesatu titik disekitar pintu kamarnya. Sudah 30 menit atau bahkan berjam-jam sudah ia berbaring di kamar dan melakukan kegiatan unfaedah itu.
"apa aku coba aja ya?" batinnya sambil membalikan badannya.
"tapi aku belum siap." dia membalikan badan lagi.
"aduh aku bingung," sambil berguling lagi.
"hei ! Stop ! stop berguling-guling! Lama-lama gua gelindingin lu!" Mila tanpa sadar ikut terbangun.
"hoam.. Kalian ngapain sih? Berisik amat." ujar sania masih setengah sadar.
"huft... Aku mau cerita. Kalian mau dengerin nggak?" pinta Nindya dengan sedikit memelas.
"gua bilang nggak mau pun lu tetep cerita kan? Ujung-ujungnya kita tetep aja nggak bisa bobok. Dah cepetan ceritanya. Kamu cuma punya waktu 5 menit." jawab Mila ketus. Sania hanya mengangguk-angguk sembari menahan kantuk.
"tadi dek Ning ngajakin buat kencan buta," kata Mila.
"hah? Kencan ama orang buta?" Sania menyaut dengan polosnya. Maklum nyawanya masih setengah tidur. Kedua temannya hanya menatap Sania dengan raut muka sebal.
"sama siapa?" Mila nggak mau menanggapi Sania.
"sama temen pacarnya, tapi umurnya lebih tua dari aku. Terus katanya dia orang baik," lanjut Nindya.
"orang baik aja nggak cukup sih. Latar belakangnya gimana?" tanya Mila. (udah kayak interview calon suami aja)
"ya belum tau lah...aku nggak nanya lebih lanjut," jelas Nindya.
Sania yang dari tadi diam aja tiba-tiba menyaut, "udah... Iyain aja. Kamu juga lagi jomblo gini. Lagian yang ngenalin kan Nining, pasti orangnya beneran baik. Jadi kamu gak bakal kesepian lagi deh, yay!"
"tapi yang penting elunya sih Nin. Gua lihat lu juga dah cukup move on dari Robby. lu juga udah gak lagi nangis-nangis kek dulu kan," kata Mila.
Ketika nama Robby disebut hati Nindya seketika mencelos. Sudah lama sekali dia tidak mendengar nama itu lagi. Tiba-tiba kilasan balik kenangan mantan pacarnya itu berhamburan disetiap sudut matanya.
"hei Nin!" Mila mengakhiri lamunan singkat Nindya.
"iya Mil. Aku dah nggak punya perasaan apa-apa lagi sama Robby. Tapi kadang aku masih ingat kenangan dia." jawab Nindya.
"ya iyalah. Kamu kan hanya move on nggak amnesia. Itu wajar lah kalian kan udah 4 tahun pacaran." kata Mila yang selalu memakai nada tinggi. (yang penting nggak nada dering hehe *jokesnya garing)
Yang dikatakan Mila ada benarnya. 4 tahun itu bukan waktu yang sebentar. Apalagi hubungan mereka dimulai dari SMA yang notabene masa-masa indah setiap orang. Robby juga cinta pertama Nindya dengan kata lain Roby adalah pengalaman pertamanya.
Kalian tau sendiri pengalaman pertama adalah memori yang paling membekas. Seperti pengalaman pertama kali belajar bersepeda, pertama kali bersekolah, pertama kali belajar berenang dan pertama kali belajar mencintai seseorang.
"aku takut kalau nanti malah jadiin cowok itu sebagai pelarian aja." kata Nindya merendahkan suara.
"ya elah Nin. Emangnya dia udah pasti suka sama kamu? Kenalan dulu aja ege. Masalah suka mah belakangan. Kalau lu gak suka ya bilang aja gak suka. Ribet amat lu!" kata Mila dengan nada sarkastiknya lagi.
"aku setuju sih. Coba dulu aja Nin. Nanti kalau gak suka ya nggak usah diterusin. Jangan malah nggak enakan." Sania menambahkan.
"wah... Bener juga lu minyak goreng. Jangan-jangan lu nanti malah jadi nggak enakan. Kalau gitu nggak usah aja." Mila menambah kebingungan Nindya.
"ck... Ngomong sama kalian malah nambahi beban pikiranku aja! Dah sana tidur!" Nindya mengakhiri percakapan mereka.
*************
Keesokan harinya di hari minggu yang cerah secerah hati Mila dan Sania. Mereka menyambut pagi dengan berdandan untuk bersiap kencan di hari minggu.
"kalian kebangetan! Kemarin kan udah malam mingguan. Eh paginya masih aja ketemuan. Nggak bosen apa?" Nindya tiba-tiba ngedumel.
"makanya cari pacar biar nggak sendiri terus! Wkwkwkwk." ejek Sania.
"kalian nggak ngerjain tugas matkul Matematika? Sudah buat RPP?" tanya Nindya ala emak emak +62.
"udah donks. Kan ada kelompok. Aku cuma bagian simulasi ngajar aja. Itu mah keahlianku," tambah Mila.
"tau gini kemarin jumat aku pulkam sendirian aja," kata Nindya jengkel.
"emang berani? Wek...." kata Mila yang juga teman satu kabupaten dengan Nindya.
"huft"
Nindya dengan terpaksa melepas kepergian kedua sahabat karibnya. Lagi-lagi dia sendirian. sebenarnya nggak sendirian-sendirian amat. Kan ada adik kos dan mbak kos. Nindya aja yang sok melankolis.
"mbak...mbak Nin..." terdengar suara diluar pintu kamar Nindya. Seketika bulu kuduknya berdiri. Nindya langsung mengambil selimut dan terjun ke kasurnya. "mbak... Mbak...." suara rendah itu lagi. "mbak Ninya di kamar nggak?"
Nindya memberanikan diri untuk membuka pintu. "kriek!" suara pintu berderit. "HAH!" Nindya terkaget.
"hehehe... Ini aku Nining mbak," kata adik kosnya sambil masuk ke kamar Nindya. "ada apa dek?" tanya Nindya. "itu ... Mmmm... Maaf sebelumnya," jawab Nining dengan tempo lambat.
"udah kayak mau pidato aja lu!"
"hehe... Maaf mbak. Kemarin malem aku cerita ke pacarku kalau aku ngajak mbak ketemu ama mas Denis. Terus kata pacarku mas Denisnya setuju." kata Nining.
"eh... Kan aku belum bilang iya." Nindya kebingungan.
"aduh gimana lagi dong mbak. Udah terlanjur. Terus mas Denisnya udah perjalanan. Katanya setengah jam lagi nyampek."
"hah! Yang bener aja lu ! Kok mendadak gini. Aku aja belum mandi. Lagian kamu kok seenaknya gini. " jawab Nindya tidak habis pikir dengan adik kosnya itu.
"udah lah mbak... Mbak siap-siap aja. Nanti aku temenin." kata Nining.
Nindya yang memang dasarnya gampang disetir, ngalahan, dan nggak pernah marah, akhirnya menuruti omongan Nining. Nindya pun bersiap walaupun disertai dengan helaan nafas setiap detiknya.
"ayo mbak! Mas Denis udah di bawah!" seru Nining.
Nindya pun berjalan menuruni tangga kosnya dan menemui denis. Jantungnya sedikit gugup. Dag dig dug. Hampir aja dia lari untuk kembali ke kamarnya. Tapi dia malu dengan Nining.
Akhirnya mata kedua orang itu bertemu. Mungkin ada 5 detik mata mereka saling menatap seperti sedang menscan.
"kok diem aja sih!" kata Nining sambil menyenggol tangan Nindya.
Dalam hati Nindya beneran ingin kabur dari situasi canggung ini.
"Mila... Sania... Kalian dimana? Tolong bantu aku hiks hiks!" Nindya membatin.
.
.
.
.
Maaf ya guys kalau tempo ceritanya pelan banget. Hiks hiks ... Aku bakalan lebih berusaha lagi!
Ganbatte!
.
.