NovelToon NovelToon
Se Simple Bunga Selamat Pagi

Se Simple Bunga Selamat Pagi

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Diam-Diam Cinta / Cintapertama / Idola sekolah
Popularitas:691
Nilai: 5
Nama Author: happy fit

kinandayu gadis cantik tapi tomboy terlihat semaunya dan jutek..tp ketika sdh kenal dekat dia adalah gadis yang caring sm semua teman2 nya dan sangat menyayangi keluarga nya....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon happy fit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

chapter 4 - antara degup, debat dan Danu yang masih misterius

Pagi di SMA Harapan Bangsa selalu punya satu kesamaan: suara bel masuk yang kedengarannya kayak alarm pengingat realita.

Kinan datang sedikit lebih pagi dari biasanya. Rambut hitam sepunggungnya dikepang longgar, kulitnya cerah meski tanpa make-up. Ia melangkah masuk ke kelas sambil menguap kecil, buku biologi tebal di tangan.

Tujuannya jelas: belajar beneran kali ini.

Meskipun dalam hati kecilnya berbisik, “Atau mungkin berharap ketemu seseorang yang rambutnya agak berantakan habis latihan basket semalam.”

Sayangnya, Maya udah duduk duluan di bangkunya, sambil sibuk main game di HP.

“Kin, pagi-pagi udah niat banget bawa buku tebal,” sapa Maya tanpa angkat kepala.

Kinan nyengir. “Lagi pengen jadi versi produktif diriku aja.”

“Versi produktif atau versi bucin terselubung?”

Kinan menghela napas dramatis. “May, aku belajar buat masa depan.”

Maya nyengir. “Masa depanmu kan bernama Danu.”

Kinan langsung melempar penghapus, tapi gagal karena Maya sigap menangkis pakai tas.

“Eh serius, Kin. Danu tuh udah makin sering nyari kamu, loh,” ucap Maya dengan nada menggoda.

“Nyari aku kenapa? PR Biologi? Atau mau pinjem catatan?”

“Atau mau pinjem hati,” sela Maya cepat.

“ASTAGA.”

“APA? Aku cuma bantu kamu nyadarin kenyataan.”

Mereka berdua ketawa sampai Andi datang dengan roti di mulut.

“Pagi duo drama SMA Harapan Bangsa,” sapa Andi lesu.

“Pagi juga, korban sarkas Kinan,” balas Maya santai.

“Eh, aku gak sarkas. Aku realistis,” bela Kinan.

“Realistis tapi denial,” timpal Maya.

---

Jam pelajaran pertama: Biologi.

Guru mereka, Bu Hesti, sudah siap dengan wajah serius khas pengawas ujian.

“Anak-anak, minggu depan kita akan adakan praktik anatomi dasar. Kalian akan dibagi kelompok berempat,” katanya.

Seketika suasana kelas berubah jadi bursa transfer pemain bola: semua orang sibuk nyari partner kelompok terbaik.

Kinan sempat bisik ke Maya, “Please, semoga aku gak satu kelompok sama cowok yang tukang nyontek.”

Maya menjawab, “Semoga kamu satu kelompok sama Danu.”

Dan ketika Bu Hesti mulai membacakan daftar kelompok, Kinan menunduk, jantungnya deg-degan kayak drum marching band.

“Kelompok 3: Danu Alfareza, Kinandayu Ratri, Tania, dan Bima.”

Kinan langsung nengadah. “YA TUHAAAN—eh, maksud saya, hadir Bu!”

Maya di bangku belakang langsung nyengir sinis sambil bisik, “Karma cewek beruntung datang juga.”

Kinan pengen pura-pura biasa aja, tapi tangannya otomatis nulis di buku:

> Catatan tambahan: Belajar jaga detak jantung biar gak ke-diagnosa jatuh cinta kronis.

---

Setelah pelajaran selesai, Danu menghampiri meja Kinan.

“Kin, nanti sore kamu sempat latihan buat proyek anatomi?”

Kinan menatapnya, sedikit kaget karena Danu jarang ngomong duluan.

“Sore? Di lab?”

“Boleh. Aku bisa bantu persiapan alat dan bahan.”

“Serius? Bukannya kamu ada latihan basket?”

“Latihan bisa nunggu, tapi anatomi kan gak bisa dadakan,” jawab Danu santai sambil nyengir.

Kinan dalam hati: Jantung, tolong kerja sesuai SOP.

“Oke, jam tiga di lab ya.”

“Deal.”

Danu berlalu, meninggalkan aroma sabun cuci muka yang entah kenapa langsung memicu serotonin.

Maya langsung muncul dari belakang Kinan dengan gaya detektif.

“Kin. Kamu sadar gak barusan itu flirting akademik tingkat tinggi?”

“Flirting gimana, dia cuma ngajak belajar!”

“Belajar bareng sore-sore di lab, cuma berdua? Kin, itu levelnya udah di atas ‘ngopi bareng’.”

Kinan cuma bisa menepuk jidat. “May, kamu kebanyakan nonton drakor.”

“Dan kamu kebanyakan denial.”

---

Sore hari, lab biologi sepi.

Cahaya matahari sore masuk lewat jendela besar, menciptakan nuansa hangat. Kinan sudah datang lebih dulu, merapikan mikroskop dan buku panduan anatomi.

Tak lama, pintu terbuka. Danu datang, membawa beberapa alat tambahan dan dua botol minuman isotonik.

“Biar gak pingsan di tengah jalan,” katanya.

“Thanks, aku pikir kamu bakal bawa perasaan, bukan minuman.”

Danu ketawa. “Perasaan udah aku bawa dari semester lalu.”

Kinan: “HAH?”

Danu: “Maksudku… perasaan tanggung jawab buat proyek.”

Kinan: “Oh… iya…”

Dalam hati: tolong ya Tuhan, kalimat multitafsir kayak gini bisa bikin pasien salah diagnosis.

Mereka mulai membahas materi anatomi dengan serius… setidaknya di lima menit pertama.

Setelah itu?

Kinan udah mulai ngebahas hal-hal random.

“Eh Dan, kamu sadar gak sih kalau otot jantung itu kayak perasaan manusia?”

Danu mengerutkan alis. “Gimana maksudnya?”

“Dia gak bisa dikontrol sepenuhnya, tapi tetap kerja terus. Kayak orang yang jatuh cinta.”

Danu nyengir pelan. “Kamu lagi ngomongin aku atau teori biologi?”

“Dua-duanya mungkin.”

Hening sebentar. Lalu keduanya ketawa.

Danu duduk di sebelah Kinan, sedikit lebih dekat dari jarak aman sosial biasa.

“Kin, kamu selalu bisa bikin hal serius jadi lucu,” ujarnya.

Kinan senyum kecil. “Kalau gak gitu, hidup jadi kayak rumus Fisika tanpa angka.”

“Artinya?”

“Sulit dipahami dan bikin stres.”

Danu tertawa pelan, menatapnya lama. Ada sesuatu di tatapan itu—bukan sekadar perhatian, tapi ketenangan.

---

Malamnya di rumah, Kinan duduk di meja belajar. Di depannya terbuka buku biologi, tapi pikirannya jelas gak di situ.

Kaisaka, adik laki-lakinya yang kelas 8, masuk kamar sambil bawa keripik.

“Mbak, belajar lagi?”

“Yap.”

“Belajar Danu?”

Kinan nyengir. “Anak SMP zaman sekarang update banget ya gosipnya.”

“Kaisaka denger dari Mama. Katanya kamu sering pulang sore, katanya bantu proyek sekolah bareng cowok.”

Kinan panik. “Mama ngomong gitu??”

“Hmm… Mama bilang, ‘wah Kinan mulai sibuk, jangan lupa makan’. Tapi Papa bilang, ‘asal cowoknya gak ganggu belajar’.”

“Wah, Papa harusnya khawatir aku yang ganggu belajar dia.”

Kaisaka ngakak. “Jadi bener ada cowoknya?”

“Enggak! Kita cuma teman proyek, titik.”

“Teman proyek tapi pipinya merah gitu?”

“Keluar sana, Kaisaka!”

Kaisaka kabur sambil ketawa. “Mbak Kin, hati-hati ketularan anatomi cinta~”

Kinan cuma bisa nimpuk bantal ke pintu. “Dasar bocah.”

Lalu dia menatap jendela, tersenyum kecil.

> “Tapi kalau jatuh cinta bisa seimut itu… apa salahnya coba?”

---

Keesokan harinya di sekolah, suasana agak heboh karena pengumuman lomba debat antar kelas.

Kinan langsung daftar, karena topiknya: “Teknologi dan Etika di Dunia Medis”.

Pas banget sama minatnya.

Tapi ternyata, Danu juga daftar.

Dan tebakan kamu benar — mereka satu tim.

“Kayaknya semesta bener-bener mau nguji kestabilan emosiku,” gumam Kinan sambil narik napas panjang.

Danu nyengir, berdiri di sebelahnya sambil nenteng catatan. “Kita duet maut lagi nih.”

“Duet maut atau duet deg-degan, belum tau.”

Persiapan debat berlangsung di ruang OSIS. Kinan serius nyusun argumen, tapi Danu malah sibuk nggodain.

“Kamu kalau ngomong topik medis tuh keren banget, Kin.”

“Karena aku suka.”

“Atau karena kamu pengen bikin aku kagum?”

“Kalau aku jawab iya, kamu kagum gak?”

Danu ketawa kecil. “Udah dari dulu.”

Kinan langsung pura-pura fokus ke kertas, padahal mukanya merah kayak alarm kebakaran.

---

Hari lomba tiba.

Kinan tampil penuh percaya diri, menjelaskan soal batas moral teknologi medis dengan suara lantang.

Danu melengkapi dengan data dan logika kuat.

Mereka duet sempurna — bahkan guru pembimbing sampai bilang, “Kalian ini kombinasi otak kiri dan kanan yang ideal.”

Setelah lomba, Maya langsung nyamperin mereka.

“WOY pasangan debat! Kalian tadi keren banget!”

Kinan menepuk bahu Danu. “Teamwork yang bagus, Kapten.”

Danu senyum hangat. “Iya, karena aku punya partner yang lebih pintar dari aku.”

Maya ngelirik mereka berdua. “Kalau ini bukan sinyal, aku gak tau lagi harus pake antena model apa.”

---

Sore harinya, di parkiran sekolah, Kinan dan Danu berjalan bareng ke arah gerbang.

Angin sore berhembus lembut.

“Thanks ya, Dan. Hari ini seru banget.”

“Sama-sama. Aku juga senang bisa kerja bareng kamu lagi.”

“Serius? Gak capek?”

“Capek sih,” jawab Danu sambil menatapnya sebentar. “Tapi ada hal-hal yang, meski capek, tetap pengen dilakuin.”

“Contohnya?”

“Ngabisin waktu sama kamu.”

Kinan berhenti melangkah, menatapnya.

“Danu…”

Danu senyum, ngangkat tangan pelan. “Santai, aku belum nembak kok.”

“Untung aja,” balas Kinan dengan tawa kecil.

“Kenapa?”

“Soalnya kalau iya, aku gak yakin bisa jawab langsung. Aku masih reboot.”

Mereka berdua ketawa, dan suasana jadi ringan lagi.

Danu lalu berkata, “Ya udah, hati-hati di jalan, Dokter masa depan.”

Kinan tersenyum lembut. “Dan kamu juga, Kapten misterius.”

Dan sore itu, entah kenapa, langit terlihat sedikit lebih oranye dari biasanya — seolah ikut tersenyum melihat dua anak SMA yang masih saling menebak isi hati.

---

To Be Continued...

# BESTie BESTie ku maaf ya kalo agak labil sebutan nya habis ayah ibu jadi papa mama 🤣🤣 maklumin yaaa author masih belajar biar jadi seasik mungkin 🤪

1
Rachmad Irawan
semangat author.. jangan lupa update yg rutin ya thor 😍😍 love you author
Guillotine
Bravo thor, teruslah berkarya sampai sukses!
Winifred
Gak terasa waktu lewat begitu cepat saat baca cerita ini, terima kasih author!
happy fit: makasih komentar nya best..dukung author trs ya 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!