"Heh, anak sialan! Pergi kamu dari
rumah ini. Keluar!! Gak sudi aku
nampungmu lagi!!" usir Bu Elanor.
membuat Alvin yang sedang melamun
segera terperanjat.
"Berhenti bicara yang tidak-tidak
Ela!!" hardik pak Rohman.
"Kamu pilih aku dan anak anak yang
keluar apa anak sialanmu ini yang keluar
pak!?" teriak Bu Elanor membuat pak Rohman terkejut.
Beliau tak pernah berfikir akan
dihadapkan pada situasi se rumit ini.
"Alvin yang akan keluar pak buk"
ucap Alvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fantastic World Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30 Pupus
Usai menghubungi pak Rusdi, Alvin
pun mengantongi ijin untuk mendirikan
gudang rosok, dengan bangunan tembok
namun di samping rumahnya, bukan di
depan rumah seperti sebelumnya.
Di sambungan telpon, pak Rusdi
menegaskan bahwa sekeliling rumah
Alvin itu merupakan tanah beliau. Dan
Alvin diijinkan jika ingin
memanfaatkan tempatnya untuk dipakai
usaha.
Setelah sambungan telepon berakhir,
Alvin pun beranjak ke sisi kanan rumah
yang ia tempati, tampak lahan itu memang
strategis jika dibuat gudang rosok. Namun
sadar bahwa itu bukanlah miliknya, tentu
saja banyak hal yang perlu Alvin pikirkan.
"Kamu yakin mau bikin di samping
sini Vin?" tanya Alex yang melihat
Alvin sedang mengamati tanah di
sebelahnya.
"Kata pak Rusdi boleh dipakai Lex,
tapi sebenarnya aku juga masih ragu sih,
belum tau ukuran pasti tanahnya pak
Rusdi sampai mana soalnya" jawab Alvin
dengan tatapan bingung.
"Emang pak Rusdi kapan balik sini
Vin?" Sahut Mingyu.
"Kemungkinan sih 2 hari lagi" ucap
Alvin.
"Tunggu pak Rusdi aja vin, biar
nggenah dan pasti, soalnya ini urusannya
tanah, biar sejengkal kalau bukan milik
pak Rusdi bakal jadi masalah nanti" ujar
Alex mengingatkan.
"Iya deh Lex, bener juga apa katamu"
jawab Alvin.
"Tapi sorry ya vin, bukannya aku
ngeremehin kamu, tapi 2 mninggu yang lalu
kan kamu baru beli motor tuh, misal mau
bikin gudang rosok dari bata itu apa ada?
Bukan apa apa ya vin, aku cuma nanya
aja" tanya Mingyu berhati-hati.
"Alhamdulillah ada kalau cuma bikin
seukuran yang didepan rumah ini Ming,
lagian aku bikinnya juga gak yang besar
kan, ya seukuran yang kemarin aja,
menyesuaikan dana dan.. emm ini kan
tanah numpang" jawab Alvin santai dan
tahu diri.
"Gak nyangka tukang rosok ternyata
omzetnya lumayan ya vin" respon Alex.
"Perputaran uang di rosok tuh
kelihatannya kecil Lex, tapi kalau ditekuni ya lumayan, aku sekarang setor rosok juga
2 hari sekali, itu bisa untung 100rb lebih
loh, lumayan banget kan, apalagi Minggu
kemarin baru gajian. Jadi adalah dananya
kalau cuma mau bikin bangunan bata
sekotak aja" tutur Alvin percaya diri.
Rasa minder di awal ketika ia menjadi
tukang sampah dan pemulung sudah ia
hempaskan, terbuang entah kemana.
"Wahh keren keren, padahal aku tadi
mau tanam modal loh kalau kamu kurang
dana" gurau Alex seraya terkekeh.
"No! Danaku masih ada kok" jawab
Alvin tegas.
"Iya iya percaya sultan ini!!" ucap Alex.
"SULTAN ROSOK!!" teriak Mingyu
tertawa diikuti oleh keduanya.
3 remaja laki-laki dengan background
kehidupan yang amat berbeda, berada di
jalan yang berbeda dalam menuju Tuhan.
Mereka yang awalnya tak saling mengenal,
kini mulai akrab bahkan dekat.
Alex yang awalnya tak menyukai
Alvin, perlahan menjadi teman, bahkan
tak jarang menginap di rumah Alvin
yang amat sederhana dibanding rumah
mewahnya.
Alvin si miskin juga tak jarang di
ajak bertandang ke rumah Alex. Sungguh
persahabatan yang indah. Oh ya ketiganya
memiliki satu kesamaan, yakni sama-sama
pintar.
k**k*
Disekolah, pengumuman nama nama
yang mengikuti lomba olimpiade individu
pun di rilis, setiap kelas hanya bisa
mengirim 10 perwakilan saja.
Seperti biasanya, sebagai siswa beasiswa Alvin tentu saja wajib
mengikuti lomba ini, sehingga namanya
berada di posisi teratas di kelasnya.
Sebagai peserta lomba yang pasti ikut.
Sedangkan 9 peserta lainnya, berasal
dari hasil seleksi seluruh siswa di kelas
yang telah mendaftar. Beberapa rekan
Alvin terlihat kecewa, sebab namanya
tak tercantum dalam daftar.
Padahal biaya pendaftaran kemarin
tidaklah murah, namun tetap saja masih
di seleksi.
"Untung aku kemarin gak daftar, lihat
mereka. Mereka kan cukup pintar di kelas,
bisa gak lolos loh" ucap Mingyu pelan,
seraya memperhatikan raut kecewa teman
sekelasnya.
Alvin pun mengikuti arah pandang
Mingyu, benar saja tampak beberapa siswa
seolah kehilangan semangat, Bahkan ada
yang melirik Alvin dengan pandangan
sinis dan menyindir jika enak saja jadi
Alvin, udah sekolah gratis ikut
olimpiade gratis. Beruntung Alvin tak
perduli akan hal itu.
"Aku kalau udah bukan siswa beasiswa
kayak kamu gini, juga gak bakal mau ikut
Ming, mendingan mulung daripada ikut
lomba-lomba gak jelas gini, sekolah dapat
nama baik, kita? Gak sebanding dengan
waktu yang harus terbuang di persiapan"
respon Alvin.
"Mereka begitu karena nguber
sertifikat olimpiadenya, meskipun
nantinya gak menang, tapi jika punya
sertifikat itu bisa jadi nilai plus saat daftar
kuliah nanti" sahut Arumi yang sejak tadi
mencuri dengar percakapan Alvin dan
Mingyu.
"Kamu juga rum?" tanya Alvin
refleks menoleh, sebab ia tahu jika Arumi
juga mendaftar olimpiade tersebut,
untungnya Arumi lolos.
"Aku sih cuma nurutin saran mama
aja" jawab Arumi kemudian membalikkan
badan, enggan membahasnya lebih lanjut.
Pasalnya dirinya sendiri sedikit terpaksa
mengikuti olimpiade tersebut, apalagi
kalau bukan karena paksaan sang mama.
Dengan alasan yang sama dengan yang
lain, Arumi dipaksa sang mama agar
mempermudah dirinya, jika akan masuk
universitas ketika lulus nanti.
"Untuk olimpiade kali ini, tidak ada
jam tambahan pelajaran ya anak-anak,
kalian bisa belajar sendiri di rumah.
Maksimalkan belajarnya, persiapkan diri
kalian dengan baik sampai satu bulan
kedepan' pesan Bu Desi, wali kelas Alvin mengakhiri pengumuman hari ini.
"Ah syukurlah" gumam Alvin.
"Kamu males banget ya ikut yang
beginian vin" ucap Arumi.
Alvin pun mengangguk, seraya
tersenyum sembari menggaruk kepalanya
yang tak gatal.
"Bikin lost time kerjaanku aja rum
hehe" javwab Alvin.
"Tapi kali ini hadiahnya lumayan loh
Vin, apalagi ini individu, jadi hadiahnya
mutlak buat kamu" ujar Arumi.
"Yakin? Yang kemarin aja kita dapat
berapa" jawab Alvin membuat Arumi
tersenyum miris.
"Iya juga ya" ucapnya dengan nada tak
enak.
Pelajaran terus berlangsung, usai Bu Desi keluar dari kelas. Bel istirahat pun
berbunyi, namun mereka masih
berbincang di dalam kelas, belum berniat
ke kantin.
Hingga tampak seorang siswa laki-laki
kelas sebelah memasuki kelas Alvin,
tampak langkah tersebut sangat percaya
diri berjalan ke arah bangku meja Arumi,
yang terletak tepat di depan Alvin.
Tanpa basa-basi lebih lanjut, siswa
laki-laki tersebut kemudian memberikan
sebuah bunga mawar, yang sejak tadi
bertengger di saku belakang celananya,
pada Arumi.
Yang seperti ini seingat Alvin ini
adalah ketiga kalinya penembakan
seorang laki-laki pada Arumi, yang
pertama dulu kakak kelas, langsung di
tolak oleh Arumi.
Yang kedua ya laki-laki ini, yang
sekarang mencoba peruntungan untuk
menembak Arumi lagi, dulu dia langsung
di tolak dengan alasan mereka tak saling
kenal. Hal itu tentu saja membuat Alvin
merasa lega, sebab biar bagaimanapun
Alvin menyimpan rasa kagum pada
Arumi.
Namun sepertinya berbeda dengan
kali ini, sebab akhir akhir ini tampak
keduanya sudah mulai berbincang dan
pergi ke kantin bersama. Membuat
Alvin sedikit khawatir, namun ia bisa
apa selain menjadi penonton?
Riuh kelas mendukung tindakan laki-
laki tersebut, membuat Arumi tersipu,
ungkapan cinta kembali diutarakan,
hingga membuat Arumi akhirnya
mengangguk mau, menjadikan suasana
kelas semakin riuh saja.
Sempat Alvin perhatikan jika
Arumi sempat melirik dirinya sebelum
menerima laki-laki tersebut, namun
Alvin hanya membalas tatapan Arumi
seolah tak peduli.
"Hari ini, kalian bebas jajan ke kantin,
aku yang traktir!!" ucap laki-laki tersebut
mengeraskan suara, saking bahagianya
cintanya di terima oleh Arumi.