Arwah sekarat Raveena bergentayangan di dalam sebuah novel yang pernah ia kutuk karena baginya memiliki ending yang paling buruk. Di novel itu, menjadi sosok Elira Maeven, tokoh utama yang memiliki sifat lugu dan feminin yang menyukai sosok Arsen Vaelric, si pria manipulatif yang berbahaya.
Sialnya, Raveena memasuki tubuhnya usai Elira mengalami adegan mati konyol akibat bunuh diri di bagian ending cerita. Seolah semesta menuntut pertanggungjawaban dari caciannya, ia dipaksa melanjutkan cerita hidup Elira yang mestinya berakhir setelah mati bunuh diri.
Raveena tak bisa keluar dari dunia itu sebelum menyelesaikan skenario takdir Elira yang tak pernah ditulis dan direncanakan oleh penulis novel itu sendiri.
Sampai tiba hari di mana Arsen mulai menyadari, bahwa sikap membosankan Elira yang selalu ia abaikan, kini bukanlah sosok yang sama lagi.
Namun, Arsen justru sangat menyukainya.
Apakah Raveena mampu kembali ke dunia nyatanya?
Atau justru terkurung selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dandelions_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Uap tipis yang tercampur aroma terapi memenuhi ruang kamar mandi, membuat setiap benda berkaca di sekitarnya menjadi berembun. Di dalam sana, Elira memejamkan mata dengan kepala bersandar ke pinggiran bathtub.
"Hah, nyaman sekali. Ternyata benar, menjadi masa bodoh itu menenangkan."
Namun, sebuah kekhawatiran mendadak melintas di benaknya. Elira pun membuka mata sampai menegakkan duduk, membuat air di sekitarnya bergerak.
"Tapi kehadiran para bodyguard sialan itu membuatku tak bisa tenang. Kenapa jumlah mereka banyak sekali?"
DUM!
"Astaga!" Elira membelalak kaget. "Suara apa itu?"
Elira terdiam sebentar untuk mendengarkan secara saksama. Rasa khawatir tetap terasa menyerangnya, meski ia sendiri berusaha tidak peduli.
"Rumah ini bahkan tidak bisa memberiku waktu mandi yang tenang," gerutunya kesal.
Kini, telinganya mulai menangkap suara teriakan samar dan letusan senjata. Suara kaca pecah, derap kaki berlarian, hingga suara pekikan yang tak bisa lagi dihitung jumlahnya.
"Sial! Apa yang sebenarnya terjadi?"
Elira berdiri, lalu secepat kilat membersihkan badannya dari buih sabun. Kemudian memakai handuk kimono dengan tergesa untuk lekas keluar kamar mandi.
"Specter to Falcon, lima orang bersenjata berat. Pintu barat dipaksa masuk."
"Semua unit, status merah. Ulangi, status merah. Lindungi Nona muda."
Samar-samar Elira mendengar suara walkie talkie yang saling bersahutan di luar. Sial! Lututnya sampai sedikit bergetar saat hendak melangkah menuju kamar.
Brak!
Elira terperanjat. Salah seorang bodyguard beransel hitam masuk mengejutkannya. Hal itu membuatnya cepat naik darah, karena ia hanya memakai handuk dan tubuh yang belum sepenuhnya kering.
"Kau masuk tanpa mengetuk-"
"Ironclad menuju ke posisi. Aku bersama target. Tidak ada yang menembus ke dalam tanpa melewati mayatku dulu," kata bodyguard itu sambil menatap serius pada Elira.
"Kau-"
Ucapan Elira lagi-lagi terpotong. Dengan gagah bodyguard itu memangkunya ke dalam kamar.
"SIAL! TURUNKAN AKU!" jeritnya sambil memukul-mukul bahu kekar itu.
Bodyguard itu menutup pintu kamar, lalu menguncinya.
"APA KAU GILA?!" bentak Elira usai diturunkan.
Dengan napas tersengal, lelaki itu melepas topi, masker, hingga kacamata hitamnya.
"K-kau ...," kaget Elira tidak menyangka.
Orang itu kembali bicara pada walkie talkie tanpa memedulikan keterkejutan Elira, "Ironclad mengamankan target. Semua tim jangan lepaskan formasi. Fokus pada perlindungan target."
"Axel. Bagaimana bisa kau ada di sini?" kaget Elira sembari mengeratkan kimono.
Di luar sana, masih terdengar suara gaduh. Axel terdiam sebentar dengan tatapan yang menyusuri setiap inci tubuh Elira. Sorot matanya memancarkan kekhwatiran yang serius.
"Kau baik-baik saja?" tanya Axel dengan kedua tangan yang menangkup kedua pipinya. "Beberapa kali aku menghubungimu, tapi tak ada respons sama sekali."
Elira pun mengangguk-angguk cepat, menyingkir pelan dari sentuhan Axel.
"Kau akan aman di sini bersamaku." Axel menarik Elira ke dalam peluknya, namun secepat kilat ia menepis rengkuhan itu.
"Jangan menyentuhku." Elira berbalik dengan risi dan memejamkan mata. Ia merasa ternodai oleh sentuhan erat tersebut. Setiap kali tahu ada lelaki yang menaruh rasa padanya, entah kenapa ia selalu merasa jijik.
Mereka pun saling terdiam, hanya suara kegaduhan samar di luar yang terdengar.
"Maaf. Aku terlalu khawatir," ucap Axel akhirnya dengan sudut bibir yang tertarik kaku.
Axel menyelimuti tubuh Elira dengan jaket miliknya yang tergeletak di atas kasur, jaket yang semalam ia pinjamkan pada wanita itu.
"Sepertinya kau mengalami syok. Minumlah dulu," kata Axel yang mengeluarkan minuman dalam ranselnya.
Elira menoleh, lalu Axel mengangguk dengan senyuman kecil.
Akhirnya, ia pun mau berbalik dan duduk di tepi ranjang. Meski dengan tatapan curiga, Elira tetap menerima botol itu karena rasa dahaga dan paniknya yang masih terasa.
"Apakah ini aman?" batinnya dengan menatap tajam Axel.
"Aku akan jaga jarak," kata lelaki itu sambil mundur beberapa langkah hingga mentok ke pintu kamar.
Elira pun akhirnya membuka botol itu seraya menatap Axel sejenak.
"Itu tidak beracun," ujar Axel yang mengerti dengan tatapan ragu Elira.
Elira pun akhirnya menenggaknya dengan rakus karena kehausan. Axel hanya tersenyum kecil melihatnya.
Kini, mereka saling terdiam cukup lama dengan telinga yang sama-sama mendengar kegaduhan di luar sana. Axel yang khawatir dengan keadaan Elira, dan Elira yang sebenarnya merasa panik dan takut.
"Bulldog to everyone. Ironclad telah tewas. Ada penyusup di sini."
Elira dan Axel saling menatap saat suara walkie talkie yang Axel pegang berbunyi.
"Falcon to everyone. Jangan sampai salah sasaran. Fokus pada musuh dan lindungi Nona muda."
"Bulldog to Falcon. Periksa setiap sudut rumah. Temukan Ironclad palsu dan lindungi Nona muda."
"Viper sighted. Repeat, Viper sighted."
Jantung Axel berpacu cepat saat mendengar kata 'Viper'. Dan di sisi lain, Elira sendiri baru sadar, bahwa rumahnya dijaga begitu ketat. Dan kenapa Axel bisa masuk ke sini? Juga, mengapa momennya begitu pas ketika ada kericuhan di sini?
"Axel-" jeda Elira yang kepalanya mulai terasa pening dan matanya terasa kabur. "Apa yang kau masukkan-"
Elira tak sadarkan diri dan ambruk ke kasur.