Gwen, seorang pembunuh bayaran kelas kakap, meregang nyawa di tangan sahabatnya sendiri. Takdir membawanya bertransmigrasi ke tubuh Melody, seorang istri yang dipandang rendah dan lemah oleh keluarga suaminya. Parahnya, Melody bukan meninggal biasa, melainkan korban pembunuhan di tangan salah satu anggota keluarga.
Bersemayam dalam tubuh barunya, Gwen bersumpah akan membalas semua derita Melody dan membuat suaminya tunduk padanya. Saat ia mulai menelusuri kebenaran di kediaman utama keluarga suaminya, satu per satu rahasia mengejutkan terbongkar. Dendam juga menyeret sahabat lamanya yang telah mengkhianati dirinya.
Ketika semua pembalasan tuntas, Gwen menemukan kebenaran yang mengguncang tentang suaminya. Marah, namun pada akhirnya ia harus mengakui, cinta telah mengalahkannya. Merasa suaminya tak mencintainya, Gwen memilih ingin menyerah, akankah dia benar-benar melepaskan segalanya? Apakah ia akan berakhir bahagia?
Penasaran?! Yuk baca👆👆
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon queen_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan keluarga besar
...Selamat Membaca...
.......
.......
Kediaman utama Adelard
Seluruh keluarga besar tengah berkumpul di ruang keluarga. Damian dan Melody dengan kedua anak kembar mereka juga sudah hadir di sana. Setelah dari kantor, Damian mendapatkan panggilan dari Abimanyu untuk segera kembali ke kediaman utama.
Semua orang kecuali Abimanyu yang merupakan sang kakek, Damian, Audrey dan si kembar memandang Melody sinis. Tak terkecuali Bella dan Mamanya, Aliya.
"Audrey, aku tidak tahu jika kau melakukan itu dengan putriku!"
"Melakukan apa?" Audrey tersenyum sinis.
Aliya–wanita itu maju menghadapi Audrey. "Kau tega meninggalkan putriku di kamar mayat saat itu!"
Audrey mengernyit, "Apa katamu? Meninggalkan? Kau bercanda?" Audrey melirik Bella, kemudian kembali menatap Aliya. "Dengarkan aku baik-baik! Putri mu lah yang meninggalkan aku saat kami bermain dengan si kembar. Dia pergi sendiri ntah kemana. Jadi bagaimana bisa aku yang meninggalkan nya?" tanya Audrey. "Seharusnya dia bersyukur karena kami mau memaafkan karena kejadian tempo hari! Jika tidak, aku sendiri yang akan membuatnya menyesal saat itu!"
Bella terbelalak saat Audrey mengatakan hal itu. Karena sampai sekarang tidak ada yang tau apa yang terjadi saat dia membawa makanan hari itu. Kecuali Abimanyu, mungkin.
"Memangnya apa yang dilakukan putriku?" tanya Aliya angkuh.
Kali ini bukan Audrey, namun Melody. Tatapannya berubah datar menatap Aliyah.
"Aku sudah memaafkan mu Bella. Tapi tak ku sangka kau malah menuduh mama Audrey dengan masalah sepele itu." Melody meneguk sekali minuman yang telah di sediakan. Kemudian menatap Aliya tajam. "Putrimu hampir membuat kami celaka dengan makanan yang dibuatnya, nyonya Aliya!"
"Cih, sekarang kau sok berani? Perempuan lemah seperti mu tidak pantas berada di keluarga in-Aaagrh!"
Melody menatap dingin ke sumber suara. Daniella, Menantu tertua di keluarga itu. "Pisau itu bisa saja menusuk telingamu nyonya Daniella!"
Suasana menjadi semakin menegangkan setelah Melody melemparkan sebilah pisau yang memang sengaja ia simpan. Pisau ini memang sangat berguna. Terima kasih kakek. Melody tersenyum. Pisau itu adalah hadiah dari kakek Abim. Ia dan Damian mendapatkannya masing-masing satu. Maka dari itu Kakek Abim melarang dirinya membuka hadiah itu saat di rumah sakit kemarin.
"Damian! Istrimu melanggar peraturan! Dia berani melukai salah satu anggota keluarga!" tegas Robert, suami Daniella. Kakak tertua Bella, anak sulung dari Aliya. "Dia harus mendapatkan hukuman!"
Damian menaikkan sebelah Alisnya. "Melukai? Apakah darah istrimu menetes? Tidakkan? Jadi dibagian mananya jika istriku melukai istrimu?"
Alis Robert menukik tajam.
"Sudahlah, apa yang kalian ributkan? Dan kau Aliya? Putri mu hampir saja melukai cucu menantuku dan cucu buyutku! Sedangkan kau Daniella!" Abimanyu menatap dingin pada cucu menantunya itu, "Kaulah yang lebih dulu mencari masalah! Jadi jangan salahkan Melody!"
Melody seketika tersenyum. "You lose," ucapnya tanpa suara melihat Aliya dan Daniella. "Aku akan mencari banyak informasi selagi aku berada di kediaman ini."
Seorang pelayan di kediaman itu datang dan menghampiri mereka. "Tuan, nyonya, makanan telah selesai dihidangkan."
Abimanyu mengangguk, dan mengibaskan tangannya menyuruh pelayan itu pergi.
Setelah pelayan itu pergi, Abimanyu menatap semua orang secara bergantian. "Mari ke ruang makan. Dan aku tidak ingin ada keributan." Tegas Keenan menatap seluruh Anggota kelurga.
Semua anggota keluarga menduduki kursi masing-masing. Di hadapan mereka sudah tersedia hidangan di piring masing-masing.
"Kita mulai makan malamnya," ucapan Abimanyu.
Awalnya semua berjalan damai. Tapi tiba-tiba,
"AAAAAAGRH!"
Prang!
Semua menatap ke arah sumber suara, Bella. Perempuan itu berdiri dengan tangan yang gemetar. Bajunya yang terkena tumpahan makanan dan piring yang sudah pecah.
"Bella!" tekan Keenan.
Bella menggeleng pelan, "A-ada sesuatu di makananku! I-itu! A-ada darah! A-ada serangga! Hueek!" Bella memuntahkan is perutnya di meja makan.
Aliya yang melihat putrinya seperti itu, menghampiri Bella dan merangkulnya. "Papa, sepertinya Bella sedang sakit, oleh karena itu dia halusinasi seperti ini." Aliya tersenyum kikuk menatap Keenan yang sudah terlihat marah.
"Bella, sadarlah! Tidak ada apa-apa di makananmu! Itu hanya selai Stroberi, bukan darah! Dan serangga, itu jamur Bella! Bukan serangga!" bisik Aliya sambil berusaha menyadarkan Bella.
"Ti-TIDAK MA! ADA SESUATU DI MAKANAN KU!"
"Bawa dia ke kamarnya Aliya!" titah Mario, suami Aliya. Sedari tadi Mario diam melihat Kelakuan istri dan anaknya. Kali ini ia benar-benar malu karena mereka.
Aliya membawa Bella ke kamarnya. Tidak lama kemudian dua orang pelayan datang untuk membersihkan Kekacauan itu.
Baru saja ketenangan muncul, tiba-tiba,
"Pelayan sialan! Baju saya jadi kotor!" Daniella menatap tajam seorang pelayan yang tak sengaja Menyenggol dan menumpahkan sesuatu di bajunya.
"Maaf nyonya,"
"Lain kali hati-hati," tegur Albara.
Pelayan itu membungkuk dan segera membereskan kekacauan di sana.
"Hah.. sudah la papa, sepertinya makan malam tidur bisa di lanjutkan. Jujur saja aku sudah tak berselera makan." Audrey meletakkan sendok dan garpunya.
"Kakek buyut, boleh tidur sekarang tidak? Aku dan Kevan sudah mengantuk. Kami sudah terhibur dengan pertunjukan tadi," ceplos Kevin tersenyum.
Abimanyu terkekeh. "Yakin tidak mau makan lagi? Kalian bisa kelaparan."
"Tidak perlu kakek, Seperti kedatangan kami sangat tidak diinginkan di sini. Penyambutan yang kalian siapkan terlalu buruk untukku." Kevan berkata dengan ekspresi datarnya.
Hening.
Audrey, Damian, dan Melody berdehem menetralkan ekspresi mereka. Dengan cepat mereka bangkit dengan Audrey yang membawa kedua cucunya dan Damian yang membawa Melody.
"Kami permisi kakek," pamit Damian.
Keenan mengangguk, "Selamat istirahat."
.......
.......
Sesampainya di kamar Damian menutup pintu dan duduk di sebelah Melody.
"Ulahmu?"
Melody menaikkan sebelah alisnya, "Kau menuduh ku?"
"Katakan dengan jujur atau-"
"Atau apa?!" tantang Melody.
Damian mendekatkan wajahnya, "Malam ini aku akan menggempur mu sampai pagi."
Melody melotot. "K-kau mengancamku?!" Melody menunjuk wajah Damian kesal.
"Katakan Melody, aku tak main-main dengan ucapanku," balas Damian tersenyum miring.
Melody diam. Ia ingat betul bagaimana Damian menggempur tubuhnya kemarin. Tidak, ia tidak ingin lagi.
"Ya, Aku yang melakukannya! memangnya kenapa?! Kau mau marah?!"
Damian menghela napas. Sudah ia duga. Mengingat bagaimana ambisi Melody sebelum pergi ke sini membuat Damian yakin jika sang istri adalah pelakunya.
"Kau tahu seperti apa Keluarga ini bukan?"
Melody mengangguk. "Keluarga Adelard, pemilik perusahaan bidang properti terbesar di negara ini. Perusahaan yang tersebar di berbagai negara. Dan mungkin kalian juga memiliki organisasi dunia gelap?" Melody tersenyum miring.
"Maksudmu?"
Melody terkekeh. "Come on Damian, Perusahaan terbesar, keluarga berpengaruh," Melody menatap Damian serius. "Tidak mungkin kalian tidak terlibat dengan organisasi gelap. Pelelangan hari itu, bukan pelelangan biasa. Hanya bisa dihadiri oleh orang-orang penting bukan?"
"Apa lagi yang kau tahu?"
Melody menghela napas. "Untuk saat ini hanya itu informasi yang aku tahu. Selebihnya aku hanya tahu jika keluarga mu juga melakuan beberapa latihan untuk perempuan di e keluarga ini demi menjaga keamanan mereka."
"Kalau begitu aku ingin kau mengikuti latihan bersama para menantu keluarga ini, bagaimana?"
Melody menaikkan sebelah alisnya. "Dengan mereka? Cih! Bahkan kemampuan ku jauh di atas mereka Damian."
Damian mengernyit, "Kau bahkan belum pernah menggunakan pistol ataupun senjata lainnya."
"Pernah, saat di kantor. Hari itu rasanya aku benar-benar ingin membunuhmu!" cibir Melody
Damian mendengus. "Setidaknya untuk memperbaiki namamu Melody, agar mereka tak menghinamu lagi."
"Kau khawatir padaku?" Melody tersenyum pada Damian, menaikkan alisnya menggoda suaminya itu.
Damian berdecak kesal. "Tidak, jangan terlalu percaya diri!"
"Cih, padahal aku hanya bertanya!"
"Pertanyaan tak bermutu!"
"Kau yakin Damian?" tanya Melody sekali lagi.
"Ti.dak!"
"Oh ya? Baiklah-baiklah, untuk saat ini mungkin kau akan menolakku, tapi nanti.." Melody mendekatkan wajahnya pada Damian, "Akan ku pastikan kau tidak akan bisa tanpa aku!" Melody memberikan kecupan singkat di bibir suaminya itu. Kemudian ia bangkit menuju kamar mandi meninggalkan Damian yang menatap nya penuh arti.
.......
.......