seorang remaja laki-laki yang berumur 15 tahun bernama Zamir pergi ke pulau kecil bersama keluarganya dan tinggal dengan kakeknya karena ayahnya dialih kerjakan ke pulau itu.
kakek Zamir bernama kakek Bahram. Kakek Bahram adalah oramg yang suka dengan petualangan, dan punya berbagai pengalaman semasa hidupnya.
Saat kakeknya sedang membereskan beberapa catatan lama. Ada selembar catatan yang menuliskan tempat yang belum kakek Bahram ketahui tentang pulau ini. jadi kakek Bahram mengajak cucunya Zamir untuk ikut menyelidiknya.
Akankah mereka menemukan tempat tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radit Radit fajar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Dengan Ruangan Rahasia
Kami mulai menyusuri teras di lantai dua. Karena monster rajut tadi belum menyadari kami sudah pindah lantai, dia tidak ada disini.
Jadi kami bisa berjalan dengan lebih tenang tapi tetap cepat sebelum monster itu benar-benar datang.
Ruangan yang akan kami kunjungi pertama kali adalah ruangan security, aku yang memimpin jalan dengan kakek berjaga di belakang agar tidak ada yang tertinggal.
Saat sudah sampai di depan pintunya, kakek meletakkan batu aksesnya membuat pintu terbuka. Kami masuk ke dalam ruangan untuk memeriksa isinya.
Pemeriksaan mulai berlangsung di ruangan ini. Posisi barang di ruangan ini juga seperti yang ada di ruangan security umumnya.
Hanya saja disini tidak ada tali dan pemukul bisbolnya. Kami memeriksa berbagai catatan disini secara sekilas.
Tapi tidak hasilnya beberapa menit kemudian, tidak ada hal penting dan berguna yang kami temukan.
"baik, kalau begitu kita bisa ke ruangan selanjutnya." kakek berkata, membuka pintu akses.
Kakek mengintip sebentar.
"monster itu belum ada, kalian bisa keluar, kakek yang terakhir menutup pintu." kakek berkata.
Aku dan teman-temanku mengangguk, kami semua keluar dari ruangan security itu dengan kakek yang di akhir menutup pintu.
Kami semua berjalan menyusuri ruangan dengan posisi barus yang sama seperti sebelumnya. Ruangan selanjutnya adalah ruangan security lagi.
Kakek membukakan pintu, kami masuk, lalu kakek yang terakhir masuk sambil mencabut batu akses pintu.
Lampu ruangan seperti biasa menyala redup, menerangi isi ruangan. Posisi ruangan ini berbeda jauh dari ruangan security sebelumnya.
Perabotan disini memang sama seperti ruangan kantoran lain untuk mengurus laporan, dengan meja kayu dan kursi.
Tapi kami semua melirik ke pintu di dekat pojok ruangan bagian sisi dinding kanan belakang ruangan.
Bukan hanya ganjil karena ada ruangan yang terhubung ke ruangan lain, walau itu memang sudah tidak umum. Tapi disebelah pintu berwarna hitam itu, ada tombol angka dengan warna dasar berwarna merah dan warna angka berwarna putih.
Itu untuk memasukkan kode agar pintunya terbuka. Jelas kami baru menemukan pintu dengan mekanisme itu, sebelumnya hanya pintu dengan ujian dan batu akses tertentu, tapi belum pernah yang pakai kode angka.
Kakek yang tertarik langsung mendekatinya, aku dan teman-remanku juga ikut memperhatikan alat itu.
Tangan kanan kakek mendekati alat itu. Sampai saat tangannya sudah tiba di depan alat itu, kakek mencoba menekan tombol-tombolnya.
"angkanya lima digit, sepertinya kita harus mencari kodenya." kakek berkata setelah memasukkan kodenya.
Walau kode kakek menyala merah lalu angkanya kembali tereset oleh alatnya. Setidaknya walau salah kami sudah tau berapa digit yang harus dimasukkannya
BOOM!
Suara keras terdengar dari luar ruangan, membuat kami semua refleks melirik ke arah pintu akses security tempat kami masuk tadi.
Kami tau itu suara apa, itu suara monster rajut tadi. Dia sudah tiba disini.
"baiklah, sepertinya kita harus memeriksa isi ruangan ini dulu, siapa tau ada petunjuk kodenya." kakek berkata.
Aku dan teman-temanku mengangguk. Kami memeriksa ruangan ini, melihat-lihat isi catatan yang ada sekilas.
"anak-anak, kakek menemukan sesuatu." kakek berkata beberapa menit kemudian saat membuka sebuah laci meja.
Aku dan teman-temanku mendekat melihat ke dalam laci itu. Disana ada beberapa catatan, tapi yang menariknya bukan itu.
Melainkan ada batu akses menimpa catatannya, batu akses itu simbolnya aneh. Bukan pemukul bisbol, kunci inggris, ataupun yang berkaitan dengan pekerjaan disini, tapi simbolnya berbentuk seperti jam pasir sederhana yang menyala.
"ini akses apa?" tanya Bhanu setelah melihat simbol batu itu.
"kita sepertinya belum tau itu Bhanu, dari simbolnya saja sudah tidak bisa dipahami." jawab Eron.
"kalau begitu, mungkin catatan di laci ini punya petunjuk tentang akses apa itu." aku berkata.
Kakek mengangguk pelan, mengambil batu akses itu, lalu tangan satunya lagi mengeluarkan salah satu selembar kertas yang sebelumnya tertindih.
"aku sepertinya orang yang sangat beruntung hari ini. Karena aku disuruh oleh salah satu pekerja &-^#<@* untuk menjaga akses ke ruangan <@<×*@^ yang dititipkannya. Lihatlah, desain batunya saja sudah terlihat sekeren ini, misterius... Sayang sekali aku tidak disuruh memberitahukannya ke pekerja lain untuk kupamerkan, mereka berarti tetap menjaga identitas mereka. Petugas itu berasal dari lantai sembilan, tempat kode akses yang ada disini berada, dan aku saja tidak pernah ada melihat ruangan dengan akses itu di lantai sembilan, mereka benar-benar @&*#<<( awalnya juga aku tidak percaya ada petugas &@<@>@ di apartemen ini, serius? Itu bahkan benar-benar tidak ada sangkut pautnya bagiku dengan apartemen ini." begitulah isi catatan berdebu itu yang di beberapa bagiannya sudah pudar.
Kami semua saling tatap setelah membaca isi catatan ini.
"ruangannya tidak pernah terlihat, dan jelas juga tidak akan muncul di peta, bagaimana kita bisa mencarinya?" Naurah bertanya.
"ya, berarti kita butuh usaha ekstra untuk menemukan lokasinya, dan jelas petugas kali ini bukan petugas biasa." Eron berkata.
Kali ini Elysia yang biasanya takut juga terlihat tertarik dengan hal ini, dia masih belum beranjak dari mengamati catatan itu.
"tapi kita butuh petunjuk lain." aku melirik ke lacinya, ada satu catatan lagi.
Kakek mengeluarkan catatan itu, menaruhnya di meja membiarkan kami membaca itu.
"aku bahkan harus memakai dua kertas untuk menuliskan rasa banggaku ini. Aku tidak tau apartemen ini bisa punya petugas yang begitu. Kata petugas &@<@* itu juga di ruangannya ada kode untuk ke pintu berkode di ruangan ini. Aku tidak tertarik mencari kodenya, mencari ruangannya susah apalagi kodenya? Kodenya jelas tidak akan terlihat terang-terangan, lagipula kalau aku mencarinya malahan aku bisa diomeli atasanku. Jadi ya... Rasa kagum ini hanya akan kukatakan ke kertas-kertas ini." begitulah isi catatan selanjutnya.
"apa petugas itu artis ya? Sampai penulis ini segitu kagumnya." Elysia berkata setelah membaca kertas itu.
"ya ngak mungkin la, kalau artis mah udah di ruangan VIP disini. Artiskan juga udah terkenal, kenapa harus sampai sembunyi dan ruangannya nyimpan kode ke ruangan ini? Lagipula kan, sejak kapan artis punya panggilan petugas?" Eron menjawab Elysia.
"ya... Namanya juga jawaban spontan." Elysia berkata.
"baiklah, sepertinya kita bisa lanjut periksa ruangan ini dua menit lagi, jika sudah tidak ada apa-apa baru kita pergi." kakek berkata.
Aku dan teman-temanku mengangguk. Kami lanjut memeriksa isi ruangan ini. Dan hasilnya tidak ada catatan lain disini yang menyinggung soal ruangan dan akses itu.
"kalau begitu, kita bisa lanjutkan perjalanan kembali ke lantai sembilan." kakek berkata, mendekat ke pintu.
Kakek membuka pintunya lalu berkata.
"di ruangan ini tidak ada kotak-kotak kayu untuk kita bersembunyi, jadi kita jalan jongkok saja pelan-pelan." kakek berkata.
Aku dan teman-temanku mengangguk, kami keluar sambil jalan jongkok keluar ruangan ini.
Kakek yang berjalan jongkok di belakang sembari menutup pintu. Monster tadi lokasinya masih cukup jauh untuk menyadari keberadaan kami.
Entah apalagi yang akan terungkap selanjutnya, misteri yang menyelimuti gedung ini seperti makin tebal saja.