NovelToon NovelToon
Pelabuhan Terakhir Sang Sekertaris

Pelabuhan Terakhir Sang Sekertaris

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan di Kantor
Popularitas:13.6k
Nilai: 5
Nama Author: Puji170

Shanaya Sanjaya percaya bahwa cinta adalah tentang kesetiaan dan pengorbanan. Ia rela menjadi istri rahasia, menelan hinaan, dan berdiri di balik layar demi Reno Alhadi, pria yang dicintainya sepenuh hati.

Tapi ketika janji-janji manis tersisa tujuh kartu dan pengkhianatan terus mengiris, Shanaya sadar, mencintai tak harus kehilangan harga diri. Ia memilih pergi.

Namun hidup justru mempertemukannya dengan Sadewa Mahardika, pria dingin dan penuh teka-teki yang kini menjadi atasannya.

Akankah luka lama membatasi langkahnya, atau justru membawanya pada cinta yang tak terduga?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30

Arya menegang. Tenggorokannya kering, dan menelan ludah terasa seperti menelan pasir. Ia tahu persis—Sadewa menyimpan rasa pada Shanaya. Sama seperti beberapa menit lalu, saat pria itu masih di ruangannya. Tapi begitu mendengar Shanaya jadi bahan gunjingan di lantai kerja, Sadewa turun langsung. Tanpa perintah, tanpa basa-basi.

Siapa sangka, kini kemeja mahal Sadewa justru basah kuyup—bukan karena tumpahan kopi atau hujan, tapi karena ulah dua rekan kerja Shanaya yang terbakar iri.

“Pak Dewa... Anda baik-baik saja?” Arya cepat menghampiri, suaranya pelan tapi waspada. Ucapannya sekaligus memutus tatapan Sadewa yang sejak tadi tajam tertuju pada Shanaya.

Sadewa hanya berdeham pelan, lalu berdiri lebih tegak. Sorot matanya kembali dingin, sikapnya kaku tapi penuh kendali. Aura tak tersentuh itu muncul lagi, seperti perisai.

“Arya, urus semuanya,” ucapnya datar, lalu berbalik dan melangkah keluar ruangan. Mantap. Tak tergoyahkan.

Rani dan Winda panik. Arah angin berubah secepat itu. Mereka saling melirik, lalu buru-buru mengejar.

“Pak Dewa! Kami—kami tidak bermaksud menyiram Anda! Sumpah, ini benar-benar tidak sengaja!” Rani berseru dengan suara bergetar, nyaris putus asa.

Sadewa tetap melangkah. Tak menoleh. Tak ada sedikit pun celah untuk kata maaf. Tatapannya lurus ke depan, seolah berkata: yang terjadi barusan... tak akan berlalu tanpa konsekuensi.

Arya menoleh, nadanya tegas, nyaris dingin. “Bu Rani dan Bu Winda, silakan ke bagian SDM. Terima pesangon kalian.”

“Pak Arya, tolong... kami tidak sengaja,” Rani memohon, wajahnya pucat.

“Sengaja atau tidak, faktanya sudah terjadi. Jadi, tolong jangan buang waktu kami.” Ucapan Arya tegas, nyaris membekukan udara. Rani dan Winda hanya bisa menunduk, lalu keluar dengan langkah gontai.

Arya menghela napas. Dalam hati, ia membatin, “Kalian harus tahu diri. Ada orang-orang yang seharusnya tak pernah kalian singgung—apalagi dengan cara murahan seperti ini.”

“Hem… Anggap ini pelajaran,” katanya, kini menatap seluruh ruangan. “Kerja pakai otak, bukan mulut. Di sini yang dihargai bukan siapa yang paling cerewet, tapi siapa yang paling bisa diandalkan.”

Lalu matanya beralih pada Shanaya. “Bu Shanaya… Anda tidak ingin pergi?”

“Pergi?” Shanaya mengerutkan kening.

“Setidaknya bicara langsung dengan Pak Dewa.”

Shanaya terdiam. Kata “pergi” itu kini terasa seperti panggilan untuk bertanggung jawab. Untuk menghadapi Sadewa. Wajahnya menegang, pikirannya penuh tanya.

Ya Tuhan… kenapa gak bos gak asistennya kalau berbicara bisa serumit ini? Seolah setiap kata harus melewati ujian besar sebelum keluar.

***

Shanaya berdiri di depan pintu ruangan Sadewa. Napasnya berat, dada naik turun tak beraturan. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri sebelum akhirnya mengangkat tangan—hampir mengetuk, tapi ragu kembali.

Dalam sehari, lelaki itu sudah dua kali menyelamatkannya. Aneh. Tak masuk akal. Tapi nyata. Terlalu nyata untuk diabaikan.

"Apa yang bisa kamu kasih ke dia sekarang, Shanaya?" bisiknya pelan. "Mau jadi sekretaris teladan? Itu sudah kamu janjikan. Hasilnya? Malah nambah masalah."

Ia menghela napas, mengusap wajah sendiri, frustrasi.

"Harusnya aku tanya langsung ke dia?" gumamnya lagi. "Tapi... ya ampun, dengan sikap juteknya, yang keluar paling cuma sindiran atau tatapan sinis."

"Arghhh!" desisnya pelan, nyaris seperti geraman. Kepalanya pening. Pintu di depannya masih tertutup rapat, seolah menunggu nyalinya terkumpul utuh.

Daripada nekat masuk dan makin salah langkah, Shanaya memilih mundur sejenak. Mungkin, bicara dengan Wina bisa mencerahkan sedikit.

Ia meraih ponselnya yang sempat mati layar tadi, lalu cepat-cepat menekan nomor Wina. Sekali dering, langsung tersambung.

"Kenapa, Sha?" suara Wina terdengar ringan di seberang.

"Win, menurutmu... kalau kita mau balas budi ke seseorang, harus gimana?" suara Shanaya pelan, tapi jelas terdengar galau.

"Sha, kamu nggak lagi demam kan?"

"Apaan sih?" Shanaya mendesah.

"Ya pertanyaanmu aneh. Sejak kapan kamu bingung soal balas budi? Biasanya kamu yang paling lihai urusan begitu."

Shanaya menghela napas panjang. Benar, biasanya ia tahu harus bagaimana—apalagi kalau urusannya sama klien. Tapi ini bukan klien tapi seorang Sadewa.

Memberi hadiah? Sadewa itu... ya ampun, pria dengan segalanya. Mau kasih apa? Mug custom? Hampers? Astaga.

Shanaya menatap pintu di depannya sekali lagi. Entah kenapa, semakin lama ia berdiri di sana, perasaannya justru semakin ruwet. Seperti ada benang kusut yang makin sulit diurai tiap detiknya.

Di seberang telepon, Wina sempat diam. Mungkin sedang berpikir. Tapi tak lama, suara cerianya kembali terdengar, mengalir ringan seperti biasanya.

"Lagian, kamu mau balas budi sama siapa, sih?"

"Hem… untuk bos baru," jawab Shanaya pelan.

"Oh! Pak Dewa?" Wina langsung menyebut nama itu dengan nada penuh semangat, seolah ada magnet tersembunyi dalam suaranya yang siap menarik Shanaya lebih dalam.

Shanaya mendesah. "Kamu senang banget, ya?"

Wina tertawa lepas. Tentu saja dia senang. Akhirnya, Shanaya mulai membuka diri. Sudah tidak terus-menerus berkutat dalam bayang-bayang Reno dan perceraian yang sedang berjalan. Entah maksud "balas budi" Shanaya ini soal sikap Sadewa yang mana, tapi bagi Wina—ini sudah langkah awal yang berarti.

"Sha, kenapa nggak coba kasih sesuatu yang lebih personal?" saran Wina lembut. "Bukan hadiah fisik atau yang mahal-mahal. Tapi yang berkesan. Coba pikir, apa yang dia butuhin, apa yang cuma kamu yang bisa kasih?"

Shanaya diam. Otaknya mulai bergerak mengikuti irama saran Wina. Tanpa sadar, tubuhnya bersandar lelah ke pintu. Seolah butuh pegangan agar pikirannya bisa berjalan lebih jernih.

“Personal?” ulangnya lirih. “Tapi... Sadewa itu beda, Win. Dia susah ditebak. Serius banget. Cuek. Kayak ada tembok tinggi banget di sekelilingnya. Gimana aku bisa tahu apa yang dia butuh?”

“Dengar ya, Sha,” ujar Wina sabar. “Kadang hal kecil yang kita lakuin, bisa lebih besar maknanya daripada barang apa pun. Bisa dukungan. Bisa pengertian. Atau cuma nunjukkin kalau kamu ngelihat dia sebagai manusia… bukan cuma atasan.”

Shanaya memejamkan mata. Kata-kata itu perlahan masuk, mengendap di kepalanya. Ada rasa hangat kecil yang tumbuh di balik kekacauan pikirannya.

“Dukungan... pengertian…” ia menggumam seperti sedang menata ulang isi hatinya.

“Yup. Jangan cuma mikir dari sisi kamu. Coba lihat dari sisi dia. Apa yang bikin dia merasa dihargai?” lanjut Wina pelan.

Namun tiba-tiba Shanaya menghela napas panjang dan berkata, suaranya lebih berat, seperti menyimpan beban dalam.

"Win… rasanya ini bukan kayak balas budi lagi. Ini... kayak perempuan murahan yang pengen diperhatiin balik,” ucap Shanaya. Matanya terpejam, keningnya menyentuh permukaan pintu yang dingin. Ia masih bersandar di sana, mencoba menenangkan riuh di dadanya.

Lalu tanpa peringatan—

Klek.

Pintu tiba-tiba terbuka dari dalam.

Tubuh Shanaya yang sedang bersandar sontak kehilangan keseimbangan. Ia terhuyung ke depan, dan sebelum sempat menarik diri—

Bruk!

Tubuhnya jatuh… tepat ke dada seseorang.

Seseorang yang harum kemejanya langsung tertangkap oleh indera penciuman Shanaya. Hangat, tenang, dan... sangat, Sadewa.

"Astaga—" Shanaya terkesiap.

Sadewa, yang juga tampak kaget, refleks menangkap bahunya. Satu tangan menahan punggung Shanaya, satu lagi menggenggam lengannya agar tak benar-benar jatuh.

Mata mereka bertemu dalam jarak yang terlalu dekat.

Sadewa menelan ludahnya, "Kenapa terulang seperti ini lagi?"

1
Chacha
alhamdulillah...akhirnya yg di nanti" up jg kak💖❤
iqbal nasution
teruss
Chacha
waowwww...apa yg akn terjadi selanjutnya di antara mereka??
Chacha: hrus tutup mata ini mahhh😎
Hayurapuji: mungkin anu kak
total 2 replies
Chacha
semangat Sadewa...kamu pasti bisa, jgn menyerah ya💪
Chacha: siappp menunggu kelanjutan perjuangan si Komodo nichhh😂
Hayurapuji: si komodo, mau berjuang, kita lihat seperti apa, hahhaha
total 2 replies
Chacha
duhhh...reno dtang, apakah dewa akn berubah pikiran
Chacha
nah lohhh...duh shanaya sprti nya akn ada yg makin dingin nichhh auranya...
Chacha
tuhh kan...bru hari pertama dah bikin jagung ga baik" az...sabar mu hrus seluas samudra ya shanaya...semangat 🤗🤗
Chacha
semangat ya shanaya...semoga ga darah tinggi ngadepin bos mong kodomo mu😂😂😂
Chacha
semangat sahanaya...semoga bisa cpet lepas dri reno...n menjalani hidup kedepannya lebih baik lgi💪💪
Chacha: sama-sama kak🤗
Hayurapuji: harus, ini. terimakasih kakak
total 2 replies
Chacha
berharap Sadewa yg akn menolong shanaya
Eca Elsa Srilya
ceritanya bagus bangett, jangan lupa mampir di karya aku yaa "ASI untuk CEO Manja"
mommy Fadillah
cerita nya menarik kak👍
css
Sadewa cemburu dg Arya🤣
Hayurapuji: cemburu sama asisten sendiri, kyak bakal jadi. protektif ya kak 🤣
total 1 replies
css
next 💪💪💪
knp update nya Arsen buk bgt y🫢🫢🫢
Sadewa JD anak tiri 🤔
Hayurapuji: biar cepet tamat dan fokus dimari kak hehehhe
total 1 replies
css
next kakak, tak tunggu karyaMu 💪
Hayurapuji: siap kakak terimakasih
total 1 replies
Nunung Nurhayati
bagus aku suka
Hayurapuji: terimakasih kakak, ditunggu ya updatenya
total 1 replies
Nunung Nurhayati
lanjutkan kakak aku suka novel mu
css
next 💪
Miss haluu🌹
Apa jangan-jangan emg si Reno kampret mandul??🤔
Miss haluu🌹
Suruh aja calon mantu barumu itu, Bue😐
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!