Adhya Kadhita Megantari,
sedang menikmati masa jomblonya,tenang tanpa ada gangguan dari para pria.
Nyatanya ketenangan hidupnya harus diganggu oleh playboy macam Hasabi Laka Abdullah.
Tiba-tiba tanpa ada aba-aba.
Gimana gk tiba-tiba, kalau pada pertemuan pertama Papa Desta memaksa menikahkan Adhya dengan Laka.
mau gk yaa?
Yuk, baca cerita pertama saya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sayidah Syifaul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kalau cinta, bilang aja!
Adhya dan Laka sedang jalan jalan berdua, hanya mengelilingi rumah sakit. Melihat orang orang yang datang bersama orang yang menyayangi mereka, untuk berjuang mencari kesembuhan.
Mereka berdua bergandengan tangan, seolah dunia sekarang adalah milik mereka berdua. Tak jauh dari mereka, tampak seorang ibu hamil dengan perut besarnya tengah digandeng oleh sang suami. Sayangnya terlihat, cintanya tak tertutupi, kebahagiaan,pun terpancar dari wajah mereka.Laka tersenyum, lalu menatap Adhya.
"Kenapa liatin?" Adhya bertanya pada Laka karena Laka menatapnya...... aneh?
"Nggak papa, aku...... Udah kangen banget, yang," Laka tulus, memang Adhya ada di sampingnya, namun, mengapa ia masih merasa merindukannya. Ada sesuatu. Rasanya rindu, kayak ada yang bolong, gitu?
"Udah berapa hari, ya? Kita nggak pelukan? Nanti kalau udah pulang ke rumah, tidurnya jangan berlawanan arah, ya, Yang?" rayunya.
Mereka berdua masih terus berjalan, hingga sampai pada taman rumah sakit. Lihat! Ada seorang anak kecil yang tengah berusaha berdiri dari kursi roda, sedangkan ibunya menggenggam tangan bocah itu, erat. Menjaga anaknya agar tak jatuh.
Mereka berdua berhenti, dan duduk di salah satu bangku,
"Emangnya kenapa?" tanya Adhya.
"Nggak papa,"
Adhya menggeser duduknya sedikit mendekat pada Laka. Dan Laka yang menyadari itu, ikut mendekatkan dirinya pada Adhya. Dengan ragu ragu, Adhya menyenderkan kepalanya ke bahu Laka, dan perlahan, memeluknya erat dari samping.
Waah..... Jadi manja gini, ya? Laka hanya tersenyum menikmati tindakan istrinya itu. Lalu membawa tangannya untuk mengelus puncak kepala Adhya.
"Kenapa?" tanya Laka.
"Nggak papa,"
Laka terkekeh, Adhya ini! Kalau mau godain Laka yang bener, dong! Masak setengah setengah?
"Kalau cinta, bilang aja!" ucap Laka.
"Nggak mau," Adhya menjawab. Dan Laka makin gemas dibuatnya.
Jawaban apa ini? Nggak mau, katanya? Terus maunya gimana?
Yaudah kalau nggak mau, Laka aja yang bilang. Tapi nanti ya, Adhya..... Nggak sekarang. Tunggu Mama Vina pulang, tunggu saatnya tepat.
Sekarang i love you-nya dari hati ke hati dulu.
...****************...
"Mama denger, kan tadi. Kurangi minum air putih, jangan banyak aktifitas, jangan banyak pikiran, makanannya jangan yang amis amis, biar lukanya cepet kering. ok?" Adhya mengingatkan mamanya.
Ia bahagia, Mama Vina bisa pulang sekarang. Ia yang mendorong kursi roda, Laka sudah siap di depan, membukakan pintu mobilnya lebar.
"Selamat pulang, mama...." Laka menyambut dengan senyum lebarnya.
"Terima kasih, sudah mau jemput mama,"
Laka sigap memapah Mama Vina, dan membantunya masuk mobil.
Mereka berempat sudah masuk sekarang. Mama Vina, Papa Desta, Laka, dan Adhya. Renata sudah ada di rumah, bersih bersih, dan mempersiapkan kedatangan ibunda.
"Nanti, Adhya langsung pulang aja," celetuk Mama Vina dalam perjalanan.
"Emang, mama udah nggak papa, kalau Adhya tinggal?"Adhya bertanya karena khawatir. Memang Mama Vina kelihatannya udah lebih membaik daripada sebelumnya, kali ini ia mendapatkan dokter yang tepat berkat menantunya.
"Di rumah ada papa dan Renata." itu udah cukup. Mama Vina tidak enak kalau harus terus menahan Adhya di sisinya, sedangkan ia punya keluarga, punya suami yang harus ia urus setiap harinya.
"Minggu depan kalau waktunya kontrol, Adhya temani,"
Mama Vina mengangguk. Ia bersyukur pada tuhan yang telah menghadirkan dua putri yang hebat untuknya. Dua putri yang sangat menyayanginya, yang tak lantas melepas perhatiannya pada ibunda, meski tak ada di sisinya.
Tak lama kemudian, mereka sampai. Renata sudah ada di depan rumah dengan senyum merekah, bahagia, ibundanya sudah pulang.
Laka sigap membukakan pintu untuk Mama Vina, bersiap menggendongnya, tapi-
"Biar papa aja," Papa Desta mengambil alih.
"Papa...!" kedua putrinya histeris, Laka, pun sampai kaget dibuatnya. Papa Desta jadi berhenti, kan. Memangnya ada apa sampek kedua putrinya berteriak begitu?
"Ntar, kalau papa encok lagi gimana? Biar Kak Laka aja, udah" omel Renata, dan Adhya mengangguk setuju. Bisa repot urusannya kalau pinggang papanya encok lagi. Terakhir kali, Papa Desta berakhir dibopong tetangga karena kesembronoannya yang memaksa mengangkat barang berat di toko.
Inget umur paaa! Inget umur!
Mama Vina tertawa kecil. Ingat kejadian waktu itu. Dan saat ini, pria berkepala enam itu ingin menggendongnya?
Papa Desta mundur, membiarkan Laka mengambil alih.
"Permisi, ma, pa," Laka mengangkat Mama Vina dengan hati hati.
Setelah mamanya sudah makan siang, dan semua sudah beres, Adhya berpamitan pulang.
Laka tak henti hentinya mencium tangan Adhya di perjalanan pulang dan Adhya tak menolaknya sama sekali. Bukan tanpa alasan Adhya membiarkannya begitu.
Setelah kecupan yang kesekian kalinya, Adhya menarik tangannya perlahan sambil tersenyum sangat lebar ke Laka. Sampai sampai, senyumnya itu terlihat sekali kalau di paksakan.
"Tangannya, yang?" sambil tetap fokus menyetir, Laka mengulurkan sebelah tangannya, meminta kembali tangan Adhya.
"Sudah, ya, Lak? Itu tadi udah melunasi separuh hutang ciumanku," Adhya memberi jawaban yang tak disangka sangka.
Laka menganga. Bodohnya dia, membiarkan dirinya dibodohi Adhya begitu.
Adhya tertawa, melihat kebengongan suaminya ini, dasar ceroboh!
Tunggu saja Adhya, tertawakan saja Laka sekarang. Tunggu besok, kamu akan habis di tangan Laka. Laka pastikan, bukan hanya tangan, pipi, atau bibir. Semua akan Laka ciumi.
Tunggu saja!